Mohon tunggu...
MESI-Middle East Studies Indonesia Fisipol UGM
MESI-Middle East Studies Indonesia Fisipol UGM Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

MESI (Middle East Studies Indonesia) adalah komunitas studi sekaligus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang fokus pada masalah Timur Tengah di Fisipol UGM. Kontak kami: e-mail: middleeastindonesia@gmail.com Facebook page: MESI - Middle East Studies Indonesia Twitter: @MESI_mideast BB: 31352dab

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kedatangan Obama dan Rekonsolidasi Israel-Turki-Amerika di Timur-Tengah

2 April 2013   15:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:51 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Obama dan Netanyahu di Israel

Oleh: Lilik Prasaja

[caption id="" align="aligncenter" width="575" caption="Pertemuan Obama dan Netanyahu di Israel"][/caption]

Politik di kawasan Timur-Tengah akhir-akhir ini menunjukkan grafik yang dinamis. Perubahan-perubahan terjadi dengan relatif cepat. Masih lekat di ingatan, kurang-lebih dua tahun lalu ketika armada Freedom Flotilla dari Turki “didatangi” angkatan laut Israel. Akibatnya? Turki naik pitam. Perdana Menteri Erdogan menyatakan hubungan kedua negara sulit untuk mencapai tingkat normal lagi.

Sebelumnya memang Turki dan Israel berhubungan dengan relatif “mesra”. Bahkan Turki boleh dibilang satu-satunya negara mayoritas Muslim yang bersahabat dengan Israel. Hubungan Turki-Israel menjadi terbengkalai karena kedua negara sibuk menyusun agenda menghadapi pergolakan Arab-Spring di kawasan Timur-Tengah. Ketegangan juga kembali muncul ketika Erdogan memberikan komentar negatif soal Zionisme di sebuah forum internasional meski kemudian diklarifikasi olehnya dalam sebuah wawancara dengan pers Denmark.

Baru pada saat kunjungan Obama ke Israel kemarin, hubungan kedua negara membaik. Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu menelepon PM Turki Erdogan untuk secara khusus meminta maaf atas jatuhnya korban 9 warga Turki pada insiden Freedom Flotilla. Tanggapan Edrogan? Erdogan menerima permohonan maaf tersebut dan bersedia memperbaiki hubungan kedua negara. Pengaruh Obama saat ini masih belum diketahui pengaruhnya dalam hal resolusi konflik tersebut. Namun yang jelas perbaikan hubungan Israel-Turki merupakan kepentingan besar AS karena kedua negara tersebut merupakan sekutu yang signifikan.

Konsolidasi sekutu-sekutu AS di Timur tengah diperlukan untuk mengantisipasi kondisi regional yang sedang tidak stabil, di antaranya pada isu Suriah, Lebanon dan Iran. Obama merasa perlu untuk mengajak kedua sekutunya fokus pada satu tujuan. Turki memang fokus merespon Suriah tapi tak begitu bersuara pada Iran dan Lebanon. Sebaliknya Israel selalu waspada pada Iran dan Lebanon (mengingat Lebanon adalah basis dari Hezbollah) tapi relatif hanya menjadi penonton konflik Suriah. Padahal ketiga negara ini sekarang dapat digambarkan sebagai pusat perhatian dunia terkait konfliknya. Bagaimana maksudnya? Ketiganya terindikasi saling berkolaborasi. Iran sebagai negara dengan basis Syiah yang relatif stabil, memberikan bantuan militer dan logistik kepada rezim Assad di Suriah dan juga senantiasa membina hubungan dengan orang-orang Hezbollah di Lebanon. Situasi ini menjadi lebih rumit ketika Iran diberitakan memiliki kartu truff berupa nuklir, Suriah diduga memiliki senjata kimia, last but not least, Hezbollah memiliki reputasi sebagai milisi yang tidak tunduk pada hukum internasional.

Melihat kondisi seperti itu, AS ingin mengamankan kepentingannya di Timur tengah dengan mendamaikan kedua sekutunya, Turki dan Israel. Jikalau bukan itu, setidaknya AS ingin agar Timur-Tengah tidak terperosok kepada kondisi yang lebih kacau dengan adanya konflik terbuka antarnegara. Di samping itu, Obama juga menegaskan sikapnya terhadap konflik Suriah yang harus segera diakhiri. Digunakannya senjata kimia untuk kali pertama di Aleppo dipandang dapat menyeret komunitas internasional bertindak lebih jauh, walaupun Rusia dapat diprediksi akan selalu berdiri menghalangi semua bentuk intervensi legal melalui hak veto dalam Dewan Keamanan PBB.

Masih soal hubungan Iran-Suriah-Hezbollah, Suriah terbukti menjadi pusaran konflik yang terus membesar. Setelah beberapa pekan lalu menyeret milisi Hezbollah menyerang pemberontak Sunni di perbatasan (meski pemimpin Hezbollah membantah telah memberikan perintah), Sekretaris Negara AS John Kerry mendesak Irak tak tinggal diam ketika wilayahnya dilalui kargo dari Iran yang membawa senjata-senjata untuk rezim Assad. Kekacauan di Suriah bahkan baru-baru saja menyeret Lebanon dengan mundurnya PM Najib Mikati karena berseberangan dengan Hezbollah soal Suriah. Kubu Mikati ingin Lebanon tak tersentuh konflik dan dukung oposisi Sunni, sementara Hezbollah mendukung rezim Syiah Alawi Assad. Pusaran konflik Suriah ternyata jauh lebih hebat dan harus dihentikan segera.

Strategi untuk menyatukan Israel-Turki dalam satu visi kembali tampaknya menjadi opsi yang layak dipertimbangkan. Ditambah lagi, kekuatan negara-negara Arab yang mudah digerakkan oleh sentimen anti-Syiah. Arab Saudi sendiri baru-baru saja bertindak represif dengan menangkap beberapa orang Syiah yang dicurigai sebagai mata-mata asing (negara yang dirujuk sebagai pengirimnya adalah Iran). AS tampak ingin mengisolasi konflik Suriah dari campur-tangan Iran, menyelesaikannya untuk kemudian fokus pada ancaman yang lebih serius bagi kepentingannya (dan Israel): Iran.

AS sadar bahwa pengaruhnya di kawasan tidak lagi sekuat dulu. Pengaruh langsung AS sudah luntur karena perang yang berlarut saat di Afghanistan dan Irak serta kemunduran ekonomi. Harapan terakhir untuk menjaga order di Timur-Tengah adalah lewat sekutu-sekutunya. Dua sekutu terkuatnya, yaitu Israel dan Turki harus disatukan sikapnya yang di antaranya terganjal insiden Freedom Flotilla. Melalui permintaan maaf yang didahului telepon Obama kepada Erdogan ini insiden tersebut diharapkan tak lagi menjadi pengganjal hubungan kedua negara.

Dari sudut pandang Israel dan Turki, pergolakan yang berkelanjutan di Suriah akan merugikan mereka. Israel tentu khawatir konflik yang meluas akan mengancam keamanan mereka yang selalu bersitegang dengan Suriah, Hezbollah (Lebanon), Iran dan juga Hamas (didukung Suriah, Hezbollah dan Iran). Sedangkan bagi Turki, instabilitas kawasan akan mengganggu performa ekonominya yang berbasis ekspor dan investasi di kawasan Timur-Tengah. Kita lihat apakah dengan membaiknya hubungan kedua negara, konflik di Timur tengah yang berpusat di Suriah bisa segera diredam. Hal yang jelas adalah bahwa Obama telah menyelesaikan kunjungan ke Timur tengah dengan sebuah pencapaian kecil tetapi penting. Bahwa konsolidasi Timur-Tengah, dalam Israel dan Turki telah terjadi lagi.

Jika tertarik isu Timur tengah silahkan hubungi kami di:

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun