Pada tanggal 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan sebuah keputusan yang mengubah lanskap politik Indonesia.
Putusan MK ini menghapuskan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang sebelumnya mengharuskan partai-partai politik untuk meraih 20 persen suara atau 25 persen kursi di parlemen untuk dapat mencalonkan presiden.
Kini, semua partai politik, tanpa terkecuali, dapat mencalonkan calon presiden mereka, memberikan peluang yang lebih besar bagi pluralitas dalam politik Indonesia.
Keputusan ini langsung menimbulkan banyak pertanyaan: Apakah ini sebuah langkah besar untuk demokrasi? Bagaimana dampaknya bagi partai-partai politik? Dan bagaimana peran kita sebagai warga negara dalam menghadapi pemilu yang akan datang?
Saya ingin berbagi pandangan pribadi terkait perubahan ini, sekaligus mencermati bagaimana keputusan ini akan mengubah arah politik Indonesia ke depan.
Mengapa Keputusan MK Ini Begitu Penting?
Sejak awal reformasi 1998, Indonesia telah mengalami banyak perubahan dalam sistem politik. Salah satu aspek penting yang kita lihat adalah bagaimana banyak partai politik tumbuh dan berkembang.
Namun, ada satu hal yang menjadi pembatas bagi mereka yang lebih kecil---yaitu presidential threshold. Ketentuan ini membuat hanya partai-partai besar yang bisa mencalonkan presiden, sehingga sebagian besar partai kecil tidak memiliki peluang untuk mencalonkan calon dari mereka sendiri. Tentu saja, ini membatasi pilihan pemilih dan membuat mereka terjebak dalam pola pilih "besar" atau "kecil" yang kadang kurang mencerminkan keberagaman pemikiran.
Bagi saya, menghapuskan presidential threshold adalah langkah yang membuka peluang bagi demokrasi yang lebih inklusif. Semua partai politik sekarang memiliki hak yang sama untuk mengusung calon presiden. Ini adalah peluang bagi wajah-wajah baru dan ide-ide segar untuk tampil di depan publik.
Tidak hanya itu, dengan lebih banyak calon presiden yang muncul, pemilih bisa mendapatkan pilihan yang lebih beragam, bukan hanya terbatas pada dua atau tiga pilihan saja.
Menyaksikan Dinamika Politik yang Lebih Berwarna
Bagi saya, politik Indonesia selalu penuh dengan dinamika yang menarik. Ada saat-saat ketika kita bisa berdiskusi dengan penuh semangat, tetapi ada juga saat-saat ketika kepentingan politik mengubah wajah persahabatan.
Saya sendiri, meskipun sangat tertarik pada dunia politik, memilih untuk tidak bergabung dengan partai manapun. Pengalaman pribadi saya menunjukkan bahwa dalam politik, sering kali kita harus siap dengan perubahan aliansi yang sangat cepat. Dalam sekejap, kita bisa berteman di pagi hari, berlawanan di siang hari, lalu bertemu kembali dengan senyuman di sore hari. Kepentingan adalah segalanya dalam politik.
Sebagai orang yang melihatnya dari luar, saya merasakan bahwa meskipun politik Indonesia penuh dengan pergeseran dan dinamika kepentingan, keputusan MK ini memberikan kita ruang untuk melihat lebih banyak pilihan dan suara yang sebelumnya terpinggirkan.
Kita sekarang bisa berharap bahwa lebih banyak calon yang bisa menawarkan perspektif baru, tanpa harus terbatas pada politik koalisi yang sering kali hanya memihak segelintir pihak.
Berkaca pada Pengalaman: Antara Idealism dan Realitas
Saya mengingat kembali masa-masa awal reformasi 1998, ketika banyak dari kita merasa bahwa saat itu adalah waktu yang tepat untuk bergerak dalam dunia politik. Namun, meskipun hampir saja saya bergabung dengan sebuah partai politik, saya akhirnya memilih untuk tetap di luar partai.
Saya merasa bahwa dunia politik yang sarat dengan kepentingan bisa mengaburkan idealisme saya. Kepentingan politik sering kali mengubah teman menjadi lawan, dan bahkan teman yang menjadi lawan pun bisa kembali menjadi teman lagi---tergantung siapa yang berada di posisi yang lebih kuat. Hal ini membuat saya berpikir dua kali sebelum benar-benar terjun.
Meskipun saya tidak terlibat dalam politik secara langsung, saya tetap menyadari betapa pentingnya bagi kita semua untuk menjaga agar demokrasi tetap berjalan sehat. Dengan dihapuskannya presidential threshold, kita memang memasuki fase yang lebih terbuka dalam dunia politik.
Namun demikian, saya juga berharap bahwa banyaknya calon presiden yang muncul tidak menjadikan pemilu hanya ajang persaingan tanpa substansi. Pemilih perlu lebih cerdas memilih calon yang bukan hanya didorong oleh kepentingan partai, tetapi juga memiliki komitmen untuk bekerja demi kepentingan bangsa.
Menyongsong Pemilu 2029: Lebih Banyak Pilihan, Lebih Banyak Tanggung Jawab
Pemilu 2029 akan menjadi ajang yang penuh warna. Kita mungkin akan melihat lebih banyak wajah di lembar surat suara, dan itu adalah sesuatu yang patut disyukuri. Namun, di balik semua itu, kita juga harus menyadari bahwa semakin banyak pilihan, semakin besar pula tanggung jawab kita sebagai pemilih.
Hal tersebut bukan hanya tentang memilih siapa yang paling terkenal atau paling populer, tetapi siapa yang benar-benar dapat membawa perubahan positif bagi negara kita.
Sebagai warga negara yang sadar, kita harus memastikan bahwa kita tidak hanya ikut serta dalam pemilu, tetapi juga memilih dengan penuh pertimbangan dan kesadaran. Ini adalah kesempatan kita untuk menyuarakan hak kita, dan untuk memastikan bahwa siapa pun yang terpilih nanti akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Kesimpulan: Menjaga Demokrasi yang Lebih Sehat dan Terbuka
Dengan dihapuskannya presidential threshold, kita memasuki babak baru dalam politik Indonesia. Namun, ini bukanlah akhir dari segalanya. Ini adalah awal dari perjalanan panjang untuk menciptakan sistem politik yang lebih inklusif, adil, dan transparan.
Sebagai pemilih, kita harus siap untuk membuat pilihan yang bijaksana dan menjaga agar demokrasi tetap berjalan dengan prinsip-prinsip yang sehat. Di sinilah kita, sebagai bagian dari bangsa ini, harus berperan aktif.
Dari pengalaman pribadi saya, saya merasa bahwa meskipun politik penuh dengan kepentingan dan perubahan, demokrasi tetap memberikan kita ruang untuk memilih dan berpartisipasi.
Kini, dengan lebih banyak pilihan yang ada, kita bisa berharap untuk melihat Indonesia yang lebih beragam dalam pemikirannya, tetapi tetap bersatu dalam tujuan besar kita---menciptakan negara yang lebih baik dan lebih adil untuk semua.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI