Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangkitkan Kembali Industri Tekstil Indonesia setelah Kepailitan Sritex dan Penutupan 30 Pabrik

26 Desember 2024   20:04 Diperbarui: 26 Desember 2024   20:04 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia tengah menghadapi tantangan besar. Salah satu raksasa industri, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), baru saja dinyatakan pailit oleh Mahkamah Agung (MA), dengan status kepailitannya yang kini telah inkrah atau tetap berlaku.

Keputusan ini semakin memperburuk kondisi sektor yang sudah tertekan, dengan lebih dari 30 pabrik tekstil di Indonesia yang terpaksa tutup dalam beberapa tahun terakhir.

Sritex Pailit: Dampaknya pada Industri Tekstil Nasional

Keputusan pailit Sritex, yang merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, menjadi sorotan utama. Perusahaan ini tidak hanya dikenal luas di pasar domestik, tetapi juga memiliki pengaruh besar dalam ekspor tekstil Indonesia ke berbagai negara.

Dengan lebih dari 50.000 karyawan yang bekerja di bawah bendera Sritex, kepailitan ini tidak hanya berdampak pada keberlanjutan perusahaan, tetapi juga pada lapangan pekerjaan yang hilang, serta menyumbang pada penurunan daya saing sektor tekstil Indonesia.

Sritex telah mencoba berbagai cara untuk mempertahankan usahanya, termasuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun pada akhirnya upaya tersebut ditolak.

Kini, perusahaan ini berencana untuk melanjutkan perjuangannya melalui jalur hukum lain seperti Peninjauan Kembali (PK), dengan harapan dapat mempertahankan kelangsungan operasional dan memberikan kesempatan bagi para karyawan untuk terus bekerja.

Deindustrialisasi dan Penutupan Pabrik-Pabrik Tekstil

Tidak hanya Sritex, sektor TPT Indonesia juga tengah dilanda deindustrialisasi. Sejak tahun 2022, lebih dari 30 pabrik tekstil di Indonesia tutup, menambah daftar panjang perusahaan tekstil yang gulung tikar dalam beberapa tahun terakhir.

Kondisi ini diperparah oleh berbagai faktor, mulai dari pandemi COVID-19 yang menghantam ekonomi global, dampak geopolitik internasional, hingga banjir impor tekstil murah dari China yang mematikan daya saing produk dalam negeri.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyebutkan bahwa Indonesia tengah menghadapi deindustrialisasi tahap ketiga, yang pertama kali terjadi pada 2001 akibat krisis ekonomi, dan yang kedua pada 2012-2014 akibat dampak perjanjian perdagangan bebas dengan China.

Kini, kita kembali dihadapkan pada ancaman serupa, di mana industri tekstil dalam negeri kian sulit bersaing dengan produk impor yang lebih murah, terutama dari China.

Banjir Impor Murah dari China: Ancaman bagi Industri Lokal

Salah satu penyebab utama kerugian yang dialami oleh industri tekstil Indonesia adalah banjirnya impor tekstil murah dari China.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun