Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar di sektor manufaktur, yang menjadi salah satu pilar utama perekonomian nasional. Laporan terbaru dari S&P Global mengungkapkan bahwa Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia terus berada di bawah angka 50.
Pada November 2024, PMI tercatat sebesar 49,6, sedikit meningkat dibandingkan 49,2 pada Oktober. Namun, angka ini tetap berada di zona kontraksi untuk kelima bulan berturut-turut sejak Juli 2024. Situasi ini menjadi sinyal bahaya bagi perekonomian, yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak.
Tanda-Tanda Peringatan di Sektor Manufaktur
Lima bulan berturut-turut dalam fase kontraksi bukanlah hal yang dapat dianggap remeh. Meskipun ada peningkatan produksi pada November, hal ini lebih didorong oleh strategi perusahaan untuk menambah inventaris dan menyelesaikan pekerjaan tertunda menjelang akhir tahun. Kabar baik ini sayangnya tidak diiringi dengan peningkatan pesanan baru (new orders), yang masih menunjukkan performa lemah.
Faktor melemahnya permintaan domestik dan global menjadi tantangan utama. Penurunan daya beli masyarakat di dalam negeri, ditambah ketidakpastian ekonomi global, menjadi penyebab utamanya.
Hal ini diperburuk dengan strategi perusahaan yang mulai menahan perekrutan tenaga kerja baru. Bahkan, di beberapa kasus, perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai respons atas penurunan pendapatan.
Jika tren ini tidak segera diatasi, konsekuensinya bisa sangat serius, terutama bagi tingkat pengangguran nasional, yang dapat merembet ke berbagai aspek perekonomian.
Perbandingan dengan Negara ASEAN
Kondisi sektor manufaktur Indonesia menjadi lebih memprihatinkan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Pada November 2024, beberapa negara mencatatkan PMI manufaktur yang cukup baik, seperti: Filipina: 53,8; Singapura: 51,0; Vietnam: 50,8; dan Thailand: 50,2.
Bahkan, Myanmar, yang menghadapi berbagai tantangan ekonomi, mampu mencatatkan PMI sebesar 49,8, sedikit lebih baik daripada Indonesia.
Posisi Indonesia yang tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya menunjukkan perlunya peningkatan daya saing. Jika tidak ada langkah konkret, Indonesia bisa kehilangan daya tarik bagi investasi asing, sekaligus melemahkan perannya dalam rantai pasok global.
Dampak Kontraksi terhadap Perekonomian
Sektor manufaktur adalah salah satu kontributor terbesar terhadap PDB nasional dan penyedia lapangan kerja. Ketergantungan sektor ini terhadap permintaan global membuatnya rentan terhadap gejolak ekonomi.