Perekonomian dunia dan Indonesia saat ini menghadapi ketidakpastian yang mempengaruhi berbagai sektor, termasuk sektor ritel.
Bisnis department store tradisional yang sempat berjaya kini sedang beradaptasi dengan perkembangan teknologi, perubahan perilaku konsumen, dan tantangan ekonomi. Di tengah ketatnya persaingan, Matahari Department Store (LPPF) dan Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) tetap menunjukkan daya tahan mereka, meskipun dengan arah yang berbeda.
Artikel sederhana berdasarkan pengamatan dan pelajaran di lapangan ini akan membahas bagaimana kedua perusahaan tersebut menghadapi tantangan, kinerja keuangan mereka hingga kuartal III/2024, dan pelajaran yang dapat dipetik dari perjalanan mereka.
Sejarah Singkat LPPF dan RALS
Matahari Department Store (LPPF) adalah salah satu nama besar dalam industri ritel Indonesia. Didirikan pada 24 Oktober 1958, Matahari memulai perjalanan dengan membuka toko pertama yang menjual pakaian anak-anak di Jakarta.
Seiring waktu, Matahari berkembang menjadi salah satu jaringan department store terbesar dan terdepan di Indonesia, dengan membuka gerai modern pertama pada 1972. Pada puncaknya, Matahari menjadi simbol ritel yang menyediakan barang berkualitas bagi kelas menengah yang berkembang pesat di Indonesia.
Sementara itu, Ramayana Lestari Sentosa (RALS) juga memiliki jejak panjang di dunia ritel Indonesia. Didirikan oleh Paulus Tumewu pada 1978, Ramayana memulai usahanya dengan membuka toko pakaian di Jalan Sabang, Jakarta.
Setelah bertumbuh pesat, Ramayana berubah menjadi perusahaan publik pada 1983 dan telah berkembang menjadi salah satu jaringan department store besar di Indonesia.
Kinerja Keuangan: LPPF vs RALS Hingga Kuartal III/2024
Dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi, baik Matahari (LPPF) maupun Ramayana (RALS) telah mencatatkan kinerja keuangan yang mencerminkan kesulitan yang dihadapi industri ritel. Berikut adalah perbandingan kinerja keuangan keduanya hingga kuartal III/2024:
- Laba Bersih:
- LPPF mencatatkan laba bersih sebesar Rp622,2 miliar, meskipun mengalami penurunan 1,32% dari Rp630,5 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
- RALS mencatatkan laba bersih sebesar Rp252,7 miliar, mengalami penurunan yang lebih kecil yakni 0,76% dibandingkan dengan Rp254,7 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
- Pendapatan Bersih:
- LPPF mencatatkan pendapatan sebesar Rp4,91 triliun, menurun 1,27% dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebesar Rp4,98 triliun.
- RALS mencatatkan pendapatan sebesar Rp2,11 triliun, mengalami penurunan 1,26% dari pendapatan Rp2,14 triliun pada 2023.
- Aset dan Liabilitas:
- LPPF mengalami penurunan signifikan pada total aset, yang tercatat sebesar Rp4,74 triliun, turun dari Rp5,88 triliun pada akhir 2023.
- RALS, meskipun mengalami penurunan pada aset menjadi Rp4,45 triliun (dari Rp4,89 triliun), tetap mempertahankan proporsi yang lebih stabil dalam hal liabilitas.
- Penutupan Gerai:
- LPPF menutup 7 gerai, dengan total gerai yang tersisa 147 pada September 2024.
- RALS menutup 5 gerai, namun menambah 5 gerai baru, menjadikan total gerai mereka 91 per September 2024.
Melihat data di atas, kita bisa mencatat bahwa meskipun kedua perusahaan mencatatkan penurunan dalam laba dan pendapatan, Ramayana menunjukkan daya tahan yang lebih baik dengan penutupan gerai yang lebih sedikit dan penambahan beberapa gerai baru.
Perbandingan Kinerja Saham: LPPF vs RALS
Jika kita melihat kinerja saham keduanya, LPPF (Matahari) mengalami fluktuasi yang lebih besar dibandingkan RALS (Ramayana). LPPF menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan kinerja sahamnya yang tercermin dari penurunan laba dan penutupan gerai, meskipun mereka terus berupaya berinovasi dengan berbagai strategi pemulihan.
Di sisi lain, saham RALS relatif lebih stabil meskipun mengalami penurunan yang tidak secerah LPPF. Ramayana, dengan pendekatan yang lebih berhati-hati dalam ekspansi dan pengelolaan gerai, berhasil menjaga stabilitas finansial mereka, bahkan dengan penutupan gerai yang lebih sedikit.
Kondisi Pasar dan Pelajaran yang Dapat Dipetik
Kedua perusahaan ini menunjukkan ketahanan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi industri ritel Indonesia. Dari analisis ini, beberapa pelajaran yang bisa diambil oleh para pemangku kepentingan di industri ritel adalah:
- Inovasi dan Adaptasi: Untuk bertahan dalam pasar yang terus berkembang, perusahaan perlu terus berinovasi, baik dalam hal teknologi, layanan pelanggan, maupun strategi pemasaran.
- Efisiensi Operasional:Â Memiliki struktur biaya yang efisien sangat penting di tengah ketidakpastian ekonomi. Pemangkasan jumlah gerai yang tidak efisien dan fokus pada wilayah yang memiliki potensi besar bisa menjadi strategi yang efektif.
- Pemetaan Pasar yang Tepat: Sebagai peritel besar, memahami segmentasi pasar dan wilayah yang berpotensi tinggi untuk pertumbuhan sangat penting untuk meraih hasil yang maksimal.
Kesimpulan
Meskipun Matahari dan Ramayana mencatatkan kinerja yang cenderung menurun, kedua perusahaan ini tetap menunjukkan kekuatan dan adaptabilitas yang penting dalam industri ritel Indonesia.
Matahari, dengan tantangan besar terkait dengan penutupan gerai dan penurunan laba, harus lebih inovatif dalam menghadapi perubahan konsumsi pasar.
Sementara itu, Ramayana yang lebih berhati-hati dalam ekspansi dan penutupan gerai menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih konservatif dapat memberikan hasil yang lebih stabil di tengah ketidakpastian ekonomi.
Pelajaran yang dapat diambil adalah pentingnya inovasi, efisiensi, dan pemetaan pasar yang tepat untuk bertahan dan berkembang di industri ritel yang semakin kompetitif ini.
Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H