Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pelajaran dari Pengunduran Diri Pemain Asing dan Dominasi Pertamina di Pasar SPBU Indonesia

25 November 2024   07:56 Diperbarui: 25 November 2024   09:13 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah SBPU Pertamina di Natuna, sumber: Dokumentasi Merza Gamal

Industri energi Indonesia, khususnya dalam sektor bahan bakar minyak (BBM), telah mengalami dinamika yang menarik selama beberapa dekade terakhir.

Dulu, saat Pertamina memonopoli Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh pelosok negeri, kehadiran perusahaan-perusahaan asing di pasar ini diramalkan akan menggoyahkan dominasi raksasa minyak nasional tersebut.

Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa pasar ini lebih keras dari yang dibayangkan, dengan beberapa perusahaan asing akhirnya menarik diri dari bisnis SPBU di Indonesia, seperti yang dialami oleh Total, Petronas, dan yang terbaru, berita terkait Shell. Lalu, apa yang bisa dipelajari dari perjalanan panjang industri BBM di Indonesia ini?

Dominasinya Pertamina: Faktor Utama di Pasar Indonesia

Salah satu alasan utama mengapa perusahaan asing kesulitan bersaing di pasar BBM Indonesia adalah dominasi Pertamina yang sudah mapan. Sebagai perusahaan milik negara yang menjadi penyedia utama bahan bakar di Indonesia, Pertamina memiliki keunggulan signifikan, baik dalam hal infrastruktur maupun regulasi.

Pemerintah memberikan dukungan kuat terhadap Pertamina, dengan memberikan hak eksklusif untuk mendistribusikan BBM bersubsidi, yang menambah tantangan bagi perusahaan asing yang tidak bisa menawarkan harga yang kompetitif dalam kategori ini.

Pada saat yang sama, Pertamina telah meningkatkan kualitas dan layanan, membuatnya semakin kompetitif dalam pasar domestik. Dari segi harga, layanan, hingga kualitas produk, Pertamina semakin unggul dalam menarik konsumen, terutama di daerah-daerah yang lebih sulit dijangkau. Hal inilah yang membuat perusahaan asing kesulitan untuk mempertahankan keunggulannya.

Penutupan Total dan Petronas: Realita Bisnis yang Pahit

Pada akhir 2020, Total, perusahaan minyak raksasa asal Prancis, resmi menutup operasional SPBU-nya di Indonesia. Keputusan ini terjadi di tengah pandemi COVID-19 yang membuat sektor energi global mengalami tekanan.

Total bukanlah satu-satunya perusahaan asing yang memilih mundur; sebelumnya, Petronas, perusahaan minyak asal Malaysia, juga memilih menutup bisnis SPBU-nya di Indonesia pada 2012. Keduanya menyadari bahwa untuk bersaing di pasar BBM Indonesia yang sudah sangat dikuasai oleh Pertamina, mereka harus menghadapi banyak tantangan.

Pada saat masuknya kedua perusahaan ini ke Indonesia, ada harapan bahwa mereka bisa membawa produk BBM dengan kualitas lebih baik dan harga yang lebih bersaing.

Namun, kenyataannya, walaupun kualitas produk mereka tidak kalah dengan Pertamina, tantangan besar datang dari struktur pasar yang sudah dikuasai oleh pemain lokal dan regulasi yang sangat mendukung Pertamina.

Kehadiran perusahaan asing di pasar ini, meskipun memberi variasi produk BBM, tidak cukup untuk merebut pangsa pasar yang sangat besar yang dikuasai oleh Pertamina.

Shell: Terlalu Berat untuk Bersaing

Shell, perusahaan minyak global asal Inggris, yang sempat menjadi pemain besar di bisnis SPBU Indonesia, juga merasakan tantangan yang sama. Pada tahun 2023, terdengar kabar bahwa Shell akan menutup seluruh jaringan SPBU-nya di Indonesia.

Hal ini bukanlah hal yang mengejutkan, mengingat kekuatan Pertamina yang terus meningkat. Sejak awal masuknya Shell, mereka sempat unggul dalam hal kualitas dan layanan, namun dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan ini kesulitan mempertahankan posisinya.

Salah satu alasan utama di balik penurunan daya saing Shell adalah kebijakan pemerintah yang hanya memberikan izin kepada Pertamina untuk menjual BBM bersubsidi. Ini memberikan Pertamina keuntungan harga yang sulit disaingi oleh perusahaan asing. Ditambah lagi, pengaruh kualitas dan layanan yang semakin baik dari Pertamina semakin menyulitkan Shell untuk mempertahankan pangsa pasar yang signifikan.

SPBU Shell dekat perumahan saya, sumber: Dokumentasi Merza Gamal 
SPBU Shell dekat perumahan saya, sumber: Dokumentasi Merza Gamal 

Namun berita terakhir, pada 24 November 2024, Shell Indonesia mengeluarkan klarifikasi resmi yang membantah kabar yang beredar tentang penutupan seluruh SPBU mereka.

Susi Hutapea, Vice President Corporate Relations Shell Indonesia, menyatakan bahwa informasi tersebut tidak benar dan perusahaan tetap fokus pada kegiatan operasional SPBU. Shell Indonesia saat ini memiliki lebih dari 170 SPBU di Indonesia dan terus berupaya memberikan layanan terbaik bagi pelanggan mereka.

Meskipun demikian, Shell memilih untuk tidak memberikan komentar lebih lanjut mengenai spekulasi yang berkembang di pasar terkait kondisi bisnis penyaluran BBM di Indonesia. (Disarikan dari berbagai media)

Perusahaan Asing yang Masih Bertahan: ExxonMobil dan Vivo Energy

Namun, tidak semua perusahaan asing memilih untuk menarik diri dari pasar Indonesia. Beberapa pemain, seperti ExxonMobil dan Vivo Energy, memilih untuk menyesuaikan strategi mereka untuk bertahan dan berkembang.

ExxonMobil, misalnya, memulai proyek SPBU mini di daerah-daerah yang lebih terpencil pada akhir 2018. Dengan fokus pada daerah yang tidak dijangkau oleh SPBU besar, ExxonMobil berusaha untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terabaikan oleh pemain besar seperti Pertamina.

Strategi ini membuka peluang untuk memperluas jangkauan mereka ke daerah-daerah yang lebih sulit dijangkau, sekaligus memperkenalkan inovasi dalam bentuk SPBU mini yang lebih efisien dan terjangkau.

Di sisi lain, Vivo Energy, yang merupakan anak usaha Vitol Group, berfokus pada segmen yang berbeda dengan menawarkan produk yang bersaing dengan kualitas dan harga yang lebih variatif.

Keberhasilan mereka juga dapat dilihat dari kemampuannya untuk beradaptasi dengan kebutuhan pasar dan memperkenalkan produk yang lebih sesuai dengan preferensi konsumen Indonesia.

Pelajaran yang Bisa Diambil

Dari perjalanan ini, ada beberapa pelajaran penting yang dapat diambil oleh semua pihak yang terlibat dalam industri energi, baik itu perusahaan minyak, pemerintah, maupun konsumen:

  1. Adaptasi dengan Regulasi dan Infrastruktur Lokal: Pasar Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, terutama dalam hal subsidi BBM dan infrastruktur energi. Perusahaan asing yang ingin bertahan harus mampu menyesuaikan diri dengan regulasi ini.
  2. Inovasi sebagai Kunci Keberhasilan: Perusahaan asing yang berfokus pada inovasi, seperti ExxonMobil dengan SPBU mini dan Vivo Energy dengan produk yang lebih sesuai dengan pasar Indonesia, memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan berkembang. Diversifikasi produk dan pendekatan berbasis teknologi menjadi sangat penting di tengah persaingan yang ketat.
  3. Keunggulan Pertamina yang Tak Terelakkan: Keberhasilan Pertamina dalam menguasai pasar BBM Indonesia menunjukkan betapa pentingnya peran pemain lokal yang sudah memiliki infrastruktur, pengaruh, dan dukungan pemerintah. Hal ini menciptakan tantangan besar bagi pemain asing yang ingin masuk ke pasar ini.
  4. Fleksibilitas dalam Menyikapi Perubahan: Pandemi COVID-19 mengajarkan kita bahwa industri energi sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak dapat diprediksi. Fleksibilitas dalam merespon perubahan pasar menjadi sangat penting, terutama bagi perusahaan asing yang harus siap dengan kondisi yang terus berubah.

Kesimpulan

Perjalanan perusahaan minyak asing di pasar SPBU Indonesia memberikan gambaran yang jelas tentang betapa kuatnya dominasi Pertamina, serta tantangan yang dihadapi oleh pemain asing dalam mempertahankan daya saing.

Meskipun Total, Petronas, dan Shell sempat mencoba mengukir jejak mereka di Indonesia, pada akhirnya mereka harus menghadapi kenyataan pahit: pasar yang dikuasai oleh Pertamina, dengan dukungan penuh pemerintah dalam hal subsidi BBM, sangat sulit untuk ditembus.

Sumber: Dokumentasi Merza Gamal 
Sumber: Dokumentasi Merza Gamal 

Pada akhirnya, kompetisi di sektor energi Indonesia akan terus berkembang, dengan Pertamina tetap menjadi pemain dominan.

Namun demikian, bagi perusahaan asing yang ingin bertahan dan berkembang, mereka harus mampu menawarkan nilai tambah yang lebih tinggi melalui inovasi dan strategi adaptif yang memperhatikan kebutuhan konsumen lokal dan perubahan regulasi yang terjadi.

Dengan demikian, perjalanan bisnis SPBU asing di Indonesia mengajarkan bahwa meskipun persaingan bisa sengit, selalu ada ruang untuk perusahaan yang mampu menyesuaikan diri dan berinovasi.

Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun