Di tahun 2024, sektor perbankan global dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks dan saling terkait. Berdasarkan Global Banking Annual Review 2024, meskipun industri ini menunjukkan tanda-tanda ketahanan, terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi prospeknya, baik di tingkat global maupun lokal, termasuk Indonesia.
Dalam artikel sederhana ini, berdasarkan pengamatan dan pelajaran dari Global Banking Annual Review 2024, kita akan mengeksplorasi kondisi terkini sektor perbankan, tantangan yang dihadapi, serta harapan untuk masa depan.
Situasi Sektor Perbankan Global
Kondisi sektor perbankan global saat ini dapat digambarkan sebagai stabil namun penuh tantangan. Meskipun rasio harga terhadap buku sektor perbankan hanya berada pada angka 0,9---yang merupakan yang terendah di antara semua industri---pasar memperlihatkan kekhawatiran bahwa sektor ini akan mengalami pengikisan nilai ekonomi secara keseluruhan.
Sementara beberapa bank di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan India menunjukkan perbaikan, banyak negara lain seperti Brasil dan Tiongkok mengalami penurunan dalam pengembalian aset.
Satu tantangan utama yang dihadapi adalah pengembalian yang cepat berlalu. Sejak 2021, industri perbankan mengalami peningkatan pengembalian yang signifikan, namun banyak dari peningkatan tersebut disebabkan oleh kenaikan suku bunga.
Pemodelan menunjukkan bahwa tanpa dukungan suku bunga yang tinggi, ROTE (return on tangible equity) sektor perbankan di banyak wilayah akan berada di sekitar 8 persen, di bawah biaya modal yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan operasi. Jika suku bunga turun, ROTE industri bisa mendekati biaya ekuitas dalam waktu dua tahun.
Tantangan Produktivitas dan Inovasi
Tantangan produktivitas juga menjadi isu yang krusial. Banyak bank menghadapi kesulitan dalam meningkatkan produktivitas dan memanfaatkan skala meskipun telah menginvestasikan sekitar $600 miliar dalam teknologi.
Namun demikian, produktivitas tenaga kerja di beberapa pasar utama justru menurun. Meskipun teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI=Artificial Intelligence), memiliki potensi untuk merombak cara kerja bank, banyak lembaga keuangan masih berada dalam fase eksperimen untuk mengimplementasikan inovasi ini secara efektif.
Selain itu, untuk mempertahankan ROTE saat ini, sektor perbankan harus menekan biaya per aset sebesar 5 persen per tahun, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja historis. Tekanan dari pesaing nontradisional, seperti neobank yang didanai dengan baik, juga semakin mengancam keberadaan bank-bank konvensional.
Ketidakpastian Makro dan Tantangan Industri
Di tengah tantangan ini, ketidakpastian makro dan masalah tingkat industri menjadi faktor penambah kompleksitas. Biaya dana yang meningkat akibat pengetatan kuantitatif mengurangi total simpanan dan memperburuk persaingan antar bank.
Di Amerika Serikat dan Bank Sentral Eropa, total simpanan tercatat mengalami penurunan masing-masing sebesar 6 persen dan 10 persen sejak tahun 2021.
Selain itu, penyaluran pinjaman menghadapi tantangan dari penurunan permintaan baik dari konsumen maupun perusahaan. Sebagai contoh, originasi real estat komersial (CRE) di AS turun 55 persen dari puncaknya selama pandemi dan 25 persen di bawah rata-rata sepuluh tahun. Indeks harga CRE juga mengalami penurunan, mencatat penurunan 9 persen pada kuartal keempat tahun 2023 di AS dan kawasan euro.
Walaupun kerugian yang belum terealisasi diperkirakan akan berkurang, akuisisi dan penggabungan besar-besaran belum menjadi jalur pasti menuju kesuksesan. Proyeksi dampak akhir dari Basel III pada ROE juga menunjukkan angka yang signifikan, dan ketidakpastian geopolitik di seluruh dunia memberikan konteks tambahan terhadap tantangan yang dihadapi.
Perspektif Indonesia
Dalam konteks Indonesia, tantangan ini memiliki relevansi yang signifikan. Sektor perbankan di Indonesia harus bersiap menghadapi kondisi yang dinamis, baik dari sisi regulasi maupun persaingan.
Di tengah pengetatan kuantitatif global, bank-bank Indonesia perlu beradaptasi dengan kebijakan moneter yang dapat memengaruhi likuiditas dan suku bunga.
Namun, Indonesia juga memiliki keunggulan. Ekonomi yang terus tumbuh dan meningkatnya digitalisasi dalam sektor keuangan memberikan peluang bagi bank untuk berinovasi dan memenuhi kebutuhan nasabah dengan lebih baik.
Perbankan digital, fintech, dan layanan perbankan yang lebih inklusif diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan di masa depan.
Melihat ke depan, harapan masih ada. Inovasi dan teknologi dapat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan yang ada. Sektor perbankan yang responsif dan adaptif terhadap perubahan, baik dari sisi teknologi maupun permintaan pasar, akan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan berkembang.
Kolaborasi antara bank tradisional dan perusahaan fintech dapat menciptakan solusi yang lebih baik untuk nasabah dan meningkatkan efisiensi operasional.
Sebagai penutup, meskipun sektor perbankan global di tahun 2024 menghadapi tantangan yang signifikan, ada peluang besar untuk pertumbuhan dan inovasi.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang kondisi ini, semua pihak yang terlibat, baik di tingkat global maupun lokal, termasuk Indonesia, dapat bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi sektor keuangan.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan pola perilaku konsumen, sektor perbankan memiliki potensi untuk bertransformasi menjadi lebih efisien, inklusif, dan berkelanjutan.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H