Di sana, saya berhenti sejenak, terpesona oleh keindahan arsitektur yang memadukan nuansa lokal dengan pengaruh luar. Lalu, saya melangkah menuju pintu Hajral, di atasnya terpampang prasasti berbahasa Arab yang mengungkapkan sejarah panjang Kesultanan Ternate. Seakan-akan, setiap batu bata di keraton ini memiliki cerita untuk diceritakan.
Saya mengagumi koleksi artefak yang dipamerkan di Museum Memorial Kesultanan Ternate. Di sini, saya dapat melihat jejak sejarah yang telah mengukir perjalanan panjang kerajaan ini, dari zaman kejayaannya hingga tantangan yang dihadapinya.
Setelah menyerap sejarah, saya melanjutkan perjalanan ke Masjid Sultan Ternate, yang dikenal sebagai Sigi Lamo. Masjid ini didirikan pada abad ke-15 oleh Sultan Zainal Abidin sebagai tempat ibadah utama bagi masyarakat Ternate. Arsitekturnya yang unik mencerminkan perpaduan budaya Islam dan lokal, menjadikannya sebagai salah satu ikon penting di pulau ini.
Saat memasuki area masjid, saya merasakan ketenangan yang menyelimuti tempat ini. Masjid ini memiliki aturan unik yang membedakannya dari masjid lainnya. Saya melihat bahwa setiap pria wajib mengenakan celana panjang dan penutup kepala. Dalam hati saya bertanya-tanya, mengapa begitu ketat?
Imam masjid menjelaskan bahwa semua aturan ini berakar dari petuah leluhur, yang berusaha menjaga kesucian tempat ibadah. Sebagai seorang pengunjung, saya merasa terhormat bisa menjadi bagian dari tradisi ini, meskipun saya harus menghormati larangan bagi perempuan untuk beribadah di sini demi menjaga kekhusyukan.
Saya duduk sejenak, merenungkan arti dan kedalaman nilai-nilai yang ada di balik aturan tersebut. Di sinilah pusat kehidupan spiritual masyarakat Ternate, di mana ritual keagamaan mengikat mereka dalam kebersamaan dan kesucian.
Dari masjid, saya melanjutkan perjalanan ke Benteng Ternate, yang dibangun oleh bangsa Portugis pada tahun 1540 untuk mempertahankan wilayah kekuasaan mereka dan melindungi perdagangan rempah-rempah. Benteng ini memiliki peran penting dalam sejarah Ternate, menjadi saksi bisu dari konflik dan perjanjian antara berbagai pihak, termasuk Portugis dan Spanyol.
Benteng ini menawarkan pemandangan menakjubkan ke arah laut, dan saya merasa seolah mengintip ke masa lalu saat berkeliling di dalamnya. Setiap sudut benteng bercerita tentang perjuangan dan ketahanan masyarakat Ternate menghadapi berbagai ancaman.
Selanjutnya, saya mengunjungi Batu Angus, formasi batu unik yang terletak di tepi pantai. Tempat ini memiliki pesona tersendiri, di mana keindahan alam berpadu dengan keunikan geologis. Saya duduk sejenak di tepi pantai, menikmati suara deburan ombak yang menghantam batu, sambil merenungi kekayaan alam dan budaya yang ada di Ternate.
Setelah menjelajahi benteng dan Batu Angus, keseokan hari, saya beralih ke aktivitas yang berbeda: snorkeling. Saya berkunjung ke Pulau Hiri, sebuah tempat yang terkenal dengan keindahan bawah lautnya.