Dalam menghadapi tantangan ekonomi dan geopolitik yang semakin kompleks, kerja sama global menjadi semakin krusial. "Mereka yang hanya melihat ke masa lalu atau masa kini pasti akan kehilangan masa depan."
Kata-kata bijak dari John F. Kennedy ini bergema dengan kuat saat ini, karena dunia sedang memasuki era perubahan besar di mana paradigma lama runtuh, dan kebutuhan akan sistem baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan semakin terasa.
Pergeseran Kekuatan Global: Dunia Multipolar yang Semakin Kompleks
Dunia yang pernah kita kenal sebagai unipolar---di mana satu kekuatan dominan menentukan arah global---kini berubah. Saat ini, kita hidup di dunia multipolar yang terdiri dari banyak pusat kekuatan, masing-masing dengan pengaruh yang semakin besar.
Dua puluh tahun yang lalu, sulit dibayangkan bahwa Rusia akan menginvasi Ukraina, atau pemimpin Timur Tengah menolak bertemu dengan presiden AS.
Negara-negara yang merasa terlepas dari dominasi satu kekuatan kini mulai memainkan peran yang lebih independen. Sebagian besar negara non-Barat memilih untuk tidak berpihak dalam konflik besar seperti perang Rusia-Ukraina.
Mereka mengadopsi pendekatan oportunistik, dan munculnya kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan) yang diperluas adalah contoh bagaimana negara-negara mulai membangun hubungan alternatif yang bisa membawa tantangan baru bagi stabilitas global.
Pergeseran Ekonomi: Dari Hiperglobalisasi Menuju Proteksionisme Modern
Selain perubahan geopolitik, ekonomi dunia juga mengalami transformasi besar. Neoliberalisme, yang pernah mendominasi perdagangan bebas global, kini digantikan oleh pendekatan yang lebih proteksionis seperti "friend-shoring" di Amerika Serikat dan "de-risking" di Eropa.
Kebijakan ekonomi yang berfokus pada keamanan dan kemandirian kini lebih diutamakan daripada sekadar mengutamakan harga terendah. Negara-negara mulai menerapkan kebijakan nasional yang lebih protektif untuk melindungi industri mereka, meningkatkan pembatasan perdagangan, serta melarang teknologi dan investasi tertentu.
Akibatnya, kerugian global dari fragmentasi perdagangan semakin nyata. IMF memperkirakan bahwa kerugian jangka panjang dari fragmentasi ini bisa mencapai 7 persen dari PDB global. Perlambatan ini tentu akan berdampak buruk pada kerja sama global dalam isu-isu mendesak lainnya, seperti transisi energi hijau dan perkembangan kecerdasan buatan (AI).
Tatanan Dunia Berbasis Kekuatan: Prioritas pada Keamanan dan Ketahanan