Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hanya dengan Kerja Sama Kita Bisa Menangkal Fragmentasi Menghadapi Krisis Global

10 Oktober 2024   08:01 Diperbarui: 10 Oktober 2024   08:05 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam menghadapi tantangan ekonomi dan geopolitik yang semakin kompleks, kerja sama global menjadi semakin krusial. "Mereka yang hanya melihat ke masa lalu atau masa kini pasti akan kehilangan masa depan."

Kata-kata bijak dari John F. Kennedy ini bergema dengan kuat saat ini, karena dunia sedang memasuki era perubahan besar di mana paradigma lama runtuh, dan kebutuhan akan sistem baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan semakin terasa.

Pergeseran Kekuatan Global: Dunia Multipolar yang Semakin Kompleks

Dunia yang pernah kita kenal sebagai unipolar---di mana satu kekuatan dominan menentukan arah global---kini berubah. Saat ini, kita hidup di dunia multipolar yang terdiri dari banyak pusat kekuatan, masing-masing dengan pengaruh yang semakin besar.

Dua puluh tahun yang lalu, sulit dibayangkan bahwa Rusia akan menginvasi Ukraina, atau pemimpin Timur Tengah menolak bertemu dengan presiden AS.

Negara-negara yang merasa terlepas dari dominasi satu kekuatan kini mulai memainkan peran yang lebih independen. Sebagian besar negara non-Barat memilih untuk tidak berpihak dalam konflik besar seperti perang Rusia-Ukraina.

Mereka mengadopsi pendekatan oportunistik, dan munculnya kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan) yang diperluas adalah contoh bagaimana negara-negara mulai membangun hubungan alternatif yang bisa membawa tantangan baru bagi stabilitas global.

Pergeseran Ekonomi: Dari Hiperglobalisasi Menuju Proteksionisme Modern

Selain perubahan geopolitik, ekonomi dunia juga mengalami transformasi besar. Neoliberalisme, yang pernah mendominasi perdagangan bebas global, kini digantikan oleh pendekatan yang lebih proteksionis seperti "friend-shoring" di Amerika Serikat dan "de-risking" di Eropa.

Kebijakan ekonomi yang berfokus pada keamanan dan kemandirian kini lebih diutamakan daripada sekadar mengutamakan harga terendah. Negara-negara mulai menerapkan kebijakan nasional yang lebih protektif untuk melindungi industri mereka, meningkatkan pembatasan perdagangan, serta melarang teknologi dan investasi tertentu.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

Akibatnya, kerugian global dari fragmentasi perdagangan semakin nyata. IMF memperkirakan bahwa kerugian jangka panjang dari fragmentasi ini bisa mencapai 7 persen dari PDB global. Perlambatan ini tentu akan berdampak buruk pada kerja sama global dalam isu-isu mendesak lainnya, seperti transisi energi hijau dan perkembangan kecerdasan buatan (AI).

Tatanan Dunia Berbasis Kekuatan: Prioritas pada Keamanan dan Ketahanan

Era hiperglobalisasi yang bebas hambatan kini digantikan oleh tatanan dunia berbasis kekuatan di mana keamanan dan ketahanan menjadi prioritas utama. Negara-negara mulai mengadopsi kebijakan "jaga-jaga" (just in case) untuk memastikan keamanan pasokan, berlawanan dengan pendekatan "tepat waktu" (just in time) yang lebih fokus pada efisiensi biaya.

Diversifikasi sumber perdagangan menjadi tren baru, terutama untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara produsen, seperti Tiongkok. Negara-negara seperti Vietnam, Bangladesh, dan Meksiko menjadi destinasi baru bagi relokasi pesanan ekspor.

Namun demikian, proteksionisme yang semakin menguat ini dikhawatirkan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global, yang diperkirakan hanya mencapai 2,8 persen pada tahun 2030---jauh di bawah rata-rata historis sebesar 3,8 persen.

Tantangan bagi Negara Berkembang dan Indonesia

Dampak dari fragmentasi global ini sangat dirasakan oleh negara berkembang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa kemiskinan ekstrem, yang seharusnya bisa diberantas pada tahun 2030, kini masih memengaruhi sekitar 700 juta orang. Pada laju kemajuan saat ini, 600 juta orang akan tetap hidup dalam kemiskinan pada akhir dekade ini.

Bagi Indonesia, tantangan ini sangat nyata. Sebagai negara berkembang dengan perekonomian yang tergantung pada perdagangan global dan transfer teknologi, Indonesia harus beradaptasi dengan tatanan baru ini.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI

Dengan kebijakan pemerintah yang fokus pada pembangunan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain penting dalam rantai pasokan global yang lebih terdiversifikasi.

Namun demikian, langkah ini harus disertai dengan strategi yang cerdas dan kemauan untuk bekerja sama dalam forum internasional.

Solusi: Multilateralisme yang Lebih Kuat

Di tengah fragmentasi yang mengancam, solusi utama terletak pada multilateralisme yang lebih kuat. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan lembaga multilateral lainnya seperti IMF dan Bank Dunia harus memainkan peran yang lebih aktif dalam menjaga stabilitas ekonomi global.

WTO, misalnya, harus lebih fokus pada penyelesaian sengketa perdagangan melalui dialog dan negosiasi, bukan lagi melalui sistem banding legalistik yang kaku. IMF perlu mengoptimalkan kapasitas pinjamannya sebesar $1 triliun untuk memberikan asuransi terhadap guncangan ekonomi, sementara Bank Dunia harus berperan sebagai bank global yang mendukung pembangunan manusia dan pengelolaan lingkungan.

Selain itu, G20---yang lebih representatif dibandingkan G7---harus memainkan peran yang lebih besar sebagai forum utama untuk kerja sama ekonomi global. Dengan pendekatan yang lebih inklusif, G20 bisa menjadi platform bagi negara-negara berkembang dan berpenghasilan menengah untuk mengajukan suara mereka dan berkontribusi dalam membentuk masa depan ekonomi dunia.

Kesimpulan: Kerja Sama Global untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Masa depan global kita bergantung pada kemauan untuk bekerja sama dalam menghadapi tantangan yang ada. Sejarah telah membuktikan bahwa ketika negara-negara bersatu, kemajuan besar bisa dicapai---mulai dari pengurangan senjata nuklir hingga kesepakatan Paris tentang perubahan iklim.

Saat ini, kita kembali dihadapkan pada tantangan serupa, dan hanya melalui kerja sama global yang lebih kuat, kita bisa menghindari fragmentasi yang merugikan serta menciptakan masa depan yang lebih stabil dan makmur bagi semua.

Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)

________________________________________________

Sumber utama untuk artikel ini diambil dari tulisan Gordon Brown, berjudul "We Must Place Our Hope in Multilateralism" yang diterbitkan pada September 2024 oleh IMF. Artikel ini menguraikan pentingnya multilateralisme dalam menghadapi tantangan ekonomi global, terutama dalam konteks organisasi seperti WTO, IMF, dan Bank Dunia.

Silahkan membaca selengkapnya di laman resmi IMF melalui tautan berikut: We Must Place Our Hope in Multilateralism - Gordon Brown. https://www.imf.org/en/Publications/fandd/issues/2024/09/Point-of-view-we-must-place-our-hope-in-multilateralism-brown?utm_medium=email&utm_source=govdelivery

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun