Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Sejarah yang Mulai Terlupakan di Hari Kesaktian Pancasila

1 Oktober 2024   20:11 Diperbarui: 1 Oktober 2024   20:11 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghidupkan nilai-nilai Pancasila tidak boleh berhenti pada sekadar kata-kata atau slogan, tetapi harus tercermin dalam perilaku, kebijakan, dan tindakan nyata dari setiap individu, baik rakyat biasa maupun pemimpin bangsa.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI

Pancasila mengandung lima sila yang menjadi landasan hidup bersama, dan seharusnya setiap warga negara menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai panduan moral dalam kehidupan sehari-hari.

Namun demikian, dalam kenyataannya, sering kali terjadi ketidaksesuaian antara retorika dan praktik. Slogan seperti "Saya Indonesia, Saya Pancasila" memang kuat secara simbolis, tetapi tanpa implementasi yang nyata, hanya akan menjadi retorika kosong. Berikut ini adalah refleksi dari kelima sila dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa: Dalam sila pertama ini, masyarakat Indonesia diharapkan menghormati keanekaragaman agama dan keyakinan. Namun, masih sering kita melihat adanya intoleransi, diskriminasi, dan konflik atas nama agama. Banyak warga yang secara verbal mengaku memegang teguh nilai ini, tetapi perilaku sehari-hari terkadang tidak mencerminkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan kepercayaan.
  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Sila kedua menekankan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan perlakuan yang adil serta manusiawi terhadap sesama. Namun, ketidakadilan sosial, pelanggaran hak asasi, kekerasan, dan korupsi sering kali menjadi gambaran yang kontras dengan sila ini. Tindakan beradab seharusnya terlihat dari cara kita memperlakukan orang lain, namun banyak contoh ketidakadilan yang masih mewarnai kehidupan masyarakat.
  3. Persatuan Indonesia: Persatuan seharusnya menjadi kekuatan utama bangsa Indonesia yang sangat beragam. Namun, gesekan antarkelompok, suku, agama, dan politik kerap kali justru memperlihatkan betapa rapuhnya persatuan kita. Retorika persatuan sering digaungkan, namun praktik perpecahan dan konflik berbasis identitas masih kerap terjadi. Nilai ini menuntut kesadaran untuk mengesampingkan kepentingan kelompok demi kepentingan bersama.
  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Sila ini mengajarkan pentingnya demokrasi, musyawarah, dan pengambilan keputusan yang adil dan bijaksana. Namun, di realitas politik, sering kali yang terjadi adalah pengambilan keputusan yang diwarnai oleh kepentingan pribadi atau kelompok. Proses musyawarah sering kali menjadi formalitas, sementara kepentingan rakyat banyak tidak selalu diutamakan.
  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Sila kelima menuntut keadilan dalam distribusi kekayaan, kesempatan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Ironisnya, kesenjangan sosial dan ekonomi masih sangat nyata di Indonesia. Slogan Pancasila sering kali dipakai untuk memperlihatkan komitmen terhadap keadilan, namun kenyataannya masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan dan ketidakadilan, sementara sebagian kecil menikmati kekayaan yang melimpah.

Tantangan Utama: Menghidupkan Pancasila dalam Tindakan

Slogan-slogan seperti "Saya Indonesia, Saya Pancasila" memang dapat menginspirasi kebanggaan, tetapi jika tidak diikuti dengan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai tersebut, itu hanya akan menjadi formalitas belaka.

Menghidupkan Pancasila menuntut perubahan yang lebih mendalam dan komprehensif, baik dalam pola pikir individu maupun sistem pemerintahan. Pendidikan moral, hukum yang adil, penegakan hak asasi manusia, serta pemimpin yang menjadi teladan dalam mengimplementasikan Pancasila adalah kunci penting.

Selain itu, setiap warga negara perlu merefleksikan bagaimana Pancasila dapat diterapkan dalam tindakan sehari-hari---mulai dari hal-hal kecil seperti menghormati perbedaan, memperjuangkan keadilan, hingga berkontribusi pada persatuan bangsa.

Dengan demikian, Pancasila tidak cukup hanya dijadikan sebagai simbol atau slogan, tetapi harus menjadi nafas yang menggerakkan seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI

Tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan kelima sila inilah yang akan memastikan bahwa Pancasila tetap hidup dan relevan bagi Indonesia di masa kini dan masa depan.

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun