Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Langkah Lanjut Setelah Culture Assessment: Focus Group Discussion dan Organizational Culture Assessment

27 September 2024   19:56 Diperbarui: 27 September 2024   20:07 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya berjudul "Membangun Budaya Organisasi yang Kuat melalui Culture Assessment", di mana kita telah membahas pentingnya Culture Assessment Survey sebagai langkah awal untuk memahami kondisi budaya organisasi.

Survei ini memberikan gambaran awal tentang delapan dimensi budaya, seperti pemahaman visi dan misi, kepemimpinan, budaya inovasi, keterbukaan komunikasi, dan efektivitas pelatihan. Hasilnya membantu organisasi mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan.

Namun demikian, survei ini tidak bisa berdiri sendiri. Setelah hasil diperoleh, diperlukan langkah lanjutan untuk mengolah dan mengembangkan strategi penerapan nilai-nilai inti perusahaan secara efektif.

Tahap Setelah Culture Assessment Survey: Diskusi Mendalam dengan FGD

Langkah pertama setelah menerima hasil Culture Assessment Survey adalah melakukan Focus Group Discussion (FGD). FGD adalah forum strategis yang melibatkan para kepala unit kerja dan anggota Board of Directors (BOD). Tujuan utama dari FGD ini adalah untuk:

  1. Membahas Hasil Culture Assessment: Diskusi ini bertujuan untuk memahami lebih dalam temuan dari survei. Kepala unit kerja bersama BOD dapat meninjau setiap dimensi budaya organisasi, mendiskusikan kekuatan yang perlu dipertahankan, serta mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian lebih. Ini adalah saat di mana data survei diterjemahkan ke dalam diskusi yang lebih kontekstual, memungkinkan pemimpin organisasi untuk memiliki wawasan yang lebih luas terhadap apa yang terjadi di lapangan.
  2. Mencocokkan Program Budaya dan Sistem Kinerja: FGD juga menjadi forum untuk meninjau program budaya dan sistem kinerja yang sedang berjalan. Penting untuk menilai apakah program-program yang ada mendukung internalisasi Corporate Values (nilai inti perusahaan) dan pembangunan Core Behaviors (perilaku kunci) di seluruh unit kerja. Jika terdapat ketidaksesuaian, ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi dan menyelaraskan kembali inisiatif-inisiatif yang sudah berjalan agar sesuai dengan tujuan budaya perusahaan.
  3. Mengidentifikasi Hambatan dalam Internalisasi Budaya: Sering kali dalam implementasi nilai-nilai perusahaan, hambatan muncul, baik dari sisi kebijakan, struktur organisasi, maupun perilaku karyawan. FGD memberikan kesempatan bagi para pemimpin untuk mendiskusikan kendala apa saja yang terjadi dalam menginternalisasikan Corporate Values dan bagaimana solusi yang tepat dapat diterapkan. Ini bisa termasuk penyesuaian pada sistem reward, gaya kepemimpinan, atau cara komunikasi yang digunakan di dalam organisasi.

Melalui FGD, perusahaan dapat menciptakan rencana aksi yang lebih konkret dan terarah untuk memperkuat budaya organisasi. Namun, diskusi ini masih memerlukan alat tambahan untuk lebih memahami kesenjangan antara budaya yang ada dengan budaya yang diinginkan.

Melakukan Organizational Culture Assessment (OCAI)

Setelah FGD, langkah berikutnya yang direkomendasikan adalah melakukan Organizational Culture Assessment menggunakan alat seperti Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI).

Sumber gambar: Dokumentasi Pribadi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Pribadi Merza Gamal

OCAI adalah alat pengukuran yang dirancang untuk membantu organisasi memahami jenis budaya yang dominan saat ini dan budaya yang diinginkan. Alat ini memungkinkan organisasi untuk mengevaluasi empat tipe budaya, yakni:

  1. Budaya Klan: Fokus pada kolaborasi, keterlibatan, dan komitmen karyawan. Perusahaan dengan budaya ini menekankan pada hubungan kekeluargaan dan pengembangan individu.
  2. Budaya Adhocracy: Berorientasi pada inovasi dan fleksibilitas. Organisasi dengan budaya ini menekankan pada inisiatif, kreativitas, dan kemampuan adaptasi yang tinggi.
  3. Budaya Pasar: Fokus pada hasil dan kompetisi. Organisasi dengan budaya pasar menekankan pada pencapaian target dan keunggulan kompetitif.
  4. Budaya Hierarki: Berorientasi pada stabilitas, kontrol, dan efisiensi melalui struktur yang jelas dan prosedur yang ketat.

Melalui OCAI, perusahaan dapat mengetahui sejauh mana gap antara budaya saat ini dengan budaya yang diharapkan. Informasi ini penting untuk membangun strategi perubahan yang lebih terarah, sehingga perusahaan dapat memperbaiki kesenjangan dan mencapai tujuan budaya yang diinginkan.

Mengatasi Gap Antara Budaya Saat Ini dan Budaya yang Diharapkan

Ketika gap antara budaya saat ini dengan budaya yang diinginkan telah teridentifikasi melalui OCAI, perusahaan dapat mulai merencanakan langkah-langkah konkrit untuk mengatasinya. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

  1. Menyusun Program Pengembangan Karyawan: Program pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan core behaviors yang mendukung nilai inti perusahaan perlu ditingkatkan. Misalnya, jika budaya yang diinginkan lebih mengedepankan inovasi, maka perusahaan dapat meningkatkan pelatihan untuk keterampilan berpikir kreatif dan berinovasi.
  2. Mengoptimalkan Sistem Reward dan Recognition: Sistem penghargaan perlu disesuaikan agar sejalan dengan perilaku yang mendukung budaya yang diharapkan. Karyawan yang menunjukkan perilaku sesuai dengan Corporate Values perlu mendapatkan pengakuan agar perilaku tersebut semakin mengakar.
  3. Meningkatkan Komunikasi Internal: Komunikasi yang efektif antara manajemen dan pegawai merupakan kunci untuk mengatasi gap budaya. Manajemen perlu terus berkomunikasi tentang pentingnya nilai-nilai perusahaan dan bagaimana nilai-nilai ini diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari.
  4. Monitoring dan Evaluasi Berkala: Perusahaan perlu memastikan bahwa proses transformasi budaya terus berjalan dengan melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Ini termasuk mengevaluasi efektivitas dari setiap program dan inisiatif yang diterapkan, serta membuat penyesuaian bila diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun