Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangun Corporate Culture yang Kuat Melalui Culture Assessment

27 September 2024   07:51 Diperbarui: 28 September 2024   06:30 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa Cover Hasil Culture Assessment, Sumber gambar: Dokumentasi Pribadi Merza Gamal

Budaya organisasi (corporate culture) memegang peran penting dalam menentukan arah dan keberhasilan suatu perusahaan. Budaya yang kuat berfungsi sebagai landasan yang memperkuat hubungan antara pegawai, mendukung kinerja individu dan tim, serta menjadi panduan dalam pengambilan keputusan.

Ketika nilai-nilai inti perusahaan telah diinternalisasikan oleh seluruh pegawai, mereka akan secara alami mempraktikkan perilaku yang selaras dengan visi dan misi perusahaan. Namun, banyak perusahaan hanya berhenti pada pembuatan pernyataan nilai (Corporate Values Statement) tanpa melakukan upaya yang mendalam untuk menginternalisasikannya.

Tantangan di Lapangan: Dari Pernyataan Nilai ke Internaliasi

Di banyak organisasi, proses sosialisasi nilai-nilai perusahaan dilakukan secara besar-besaran, seperti menempelkan nilai-nilai tersebut di dinding kantor dan mengunggahnya di situs web. Hal ini sering kali dianggap cukup untuk menciptakan budaya perusahaan yang diinginkan.

Namun demikian, mengandalkan penciptaan dan penyebaran nilai-nilai melalui poster, situs web, atau materi promosi tanpa strategi implementasi yang jelas cenderung gagal mengubah budaya perusahaan secara nyata.

Frustrasi muncul ketika harapan akan perubahan yang signifikan tidak tercapai, dan biaya yang dikeluarkan untuk konsultan menjadi tidak efektif. Carolyn Taylor dalam bukunya "Walking the Talk" menegaskan bahwa sekadar mendefinisikan nilai-nilai tidak cukup. Budaya perusahaan yang efektif dibangun dari tindakan nyata melalui tiga komponen penting:

  1. Perilaku (Behaviors): Nilai-nilai harus diterjemahkan menjadi perilaku sehari-hari di setiap tingkatan organisasi, dari top management hingga pegawai level terendah. Kepemimpinan yang konsisten dalam menunjukkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut menjadi kunci utama dalam menggerakkan perubahan.
  2. Simbol (Symbols): Simbol-simbol di lingkungan kerja, mulai dari gaya komunikasi, cara pengambilan keputusan, hingga penghargaan bagi karyawan, harus mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan. Jika tidak, nilai-nilai tersebut akan terlihat hanya sebagai formalitas tanpa substansi.
  3. Sistem (Systems): Sistem operasional, seperti kebijakan SDM, sistem pengukuran kinerja, hingga struktur organisasi, harus mendukung penerapan nilai-nilai tersebut. Tanpa adanya keselarasan sistem dengan budaya yang ingin dibentuk, perubahan budaya akan sulit terjadi.

Dengan demikian, alih-alih mengganti-ganti Corporate Values Statement setiap kali ada pergantian pimpinan, perusahaan perlu fokus pada implementasi nilai-nilai tersebut secara berkesinambungan dan menyeluruh.

Langkah Pertama: Melakukan Culture Assessment Survey

Culture Assessment Survey merupakan langkah awal yang penting untuk menilai kondisi budaya perusahaan. Dengan melibatkan pegawai sebagai responden, organisasi dapat mendapatkan pandangan yang komprehensif mengenai delapan dimensi utama budaya organisasi, yakni:

  1. Pemahaman Visi dan Misi: Menilai sejauh mana pegawai memahami dan mematuhi visi serta misi perusahaan.
  2. Kepemimpinan Organisasi: Menilai efektivitas kepemimpinan dalam menciptakan dan menjaga budaya yang positif.
  3. Budaya Inovasi: Mengukur dukungan organisasi terhadap kreativitas dan inovasi dalam bekerja.
  4. Budaya Keterbukaan Komunikasi: Menilai keterbukaan komunikasi antara pegawai dan manajemen.
  5. Efisiensi Proses Kerja: Menilai efisiensi dan kelancaran proses operasional sehari-hari.
  6. Budaya Pelayanan Pelanggan: Mengukur fokus organisasi pada kualitas pelayanan kepada pelanggan.
  7. Efektivitas Pelatihan: Menilai sejauh mana program pelatihan membantu pengembangan pegawai.
  8. Performa Budaya Kinerja: Mengukur kinerja organisasi berdasarkan budaya yang ada.

Sumber gambar: Dokumentasi Pribadi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Pribadi Merza Gamal

Namun, seperti yang telah disebutkan, survei ini masih bersifat umum dan belum menggali lebih dalam tentang nilai-nilai inti organisasi dan perilaku kunci yang harus diinternalisasikan oleh pegawai.

Padahal, nilai dan perilaku inti (core values dan core behaviors) merupakan fondasi dari setiap tindakan dan keputusan yang diambil oleh pegawai, serta menjadi alat utama untuk mewujudkan visi dan misi organisasi.

Langkah Lanjutan: Pengembangan Instrumen Spesifik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun