Krisis yang melanda Volkswagen (VW), salah satu raksasa otomotif dunia, di Jerman saat ini memberikan pelajaran penting bagi industri otomotif di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
VW, yang selama beberapa dekade menjadi simbol kekuatan manufaktur Jerman, kini berada di bawah tekanan besar akibat kenaikan biaya tenaga kerja, energi, serta persaingan dari produsen mobil Asia yang lebih murah.
Ancaman penutupan pabrik di Jerman menjadi pengingat bahwa model bisnis lama tidak lagi cukup kuat menghadapi tantangan global yang terus berkembang.
Model Konsensus yang Terancam
Selama bertahun-tahun, model konsensus Jerman dalam hubungan ketenagakerjaan---di mana serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah bekerja sama untuk menjaga stabilitas industri---telah menjadi landasan keberhasilan ekonomi Jerman.
Namun demikian, ancaman VW untuk menutup pabrik di dalam negeri telah menguji model ini. Dengan 120.000 dari 200.000 tenaga kerja VW berada di Jerman, keputusan ini berpotensi mengubah peta industri otomotif di negara tersebut. Perwakilan pekerja memiliki setengah suara di dewan pengawas VW, membuat langkah penutupan pabrik lebih sulit diterapkan.
Pihak manajemen menekankan bahwa tantangan saat ini membutuhkan perubahan besar. Kepala Keuangan VW, Arno Antlitz, menekankan pentingnya meningkatkan efisiensi biaya di pabrik-pabrik Jerman untuk menghadapi transformasi yang sedang berlangsung. Ini mencerminkan realitas baru bagi perusahaan global: hanya yang siap berubah yang akan bertahan.
Dampak pada Industri Otomotif Indonesia
Pelaku industri otomotif di Indonesia harus berhati-hati dan belajar dari situasi yang dihadapi VW. Krisis ini menggarisbawahi pentingnya adaptasi cepat terhadap perubahan global.
Di Indonesia, industri otomotif merupakan salah satu pilar ekonomi nasional, dengan kontribusi signifikan terhadap lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Namun, jika tidak diantisipasi dengan baik, tantangan yang dihadapi VW bisa saja terjadi di tanah air.
Beberapa langkah strategis yang perlu dipertimbangkan oleh industri otomotif Indonesia meliputi:
- Diversifikasi Pasar dan Teknologi:Â Mengandalkan satu sumber pasar atau teknologi bisa berisiko tinggi. Diversifikasi menjadi kunci agar industri tetap tangguh di tengah ketidakpastian global.
- Investasi pada Kendaraan Listrik:Â Di saat negara-negara maju mulai beralih ke kendaraan listrik, Indonesia perlu mempercepat transisi ini. VW menghadapi tekanan besar untuk beralih ke kendaraan listrik, dan hal ini juga bisa menjadi tantangan bagi produsen mobil di Indonesia jika tidak diantisipasi sejak dini.
- Efisiensi Biaya:Â Sama seperti yang dihadapi VW, tekanan biaya tenaga kerja dan energi bisa menjadi bom waktu bagi industri otomotif Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi produksi.
- Kolaborasi dengan Pemerintah dan Serikat Pekerja: Kerja sama yang solid antara pelaku industri, pemerintah, dan serikat pekerja bisa membantu menciptakan solusi jangka panjang yang berkelanjutan, seperti yang dilakukan di Jerman. Indonesia perlu membangun hubungan yang lebih kolaboratif agar kebijakan industri dapat berjalan dengan lebih efektif.
Peran Pemerintah dalam Mendukung Transisi
Seperti di Jerman, peran pemerintah Indonesia sangat penting dalam mendukung industri otomotif menghadapi perubahan.
Di Jerman, terdapat perbedaan pandangan di antara para pemimpin politik terkait peran kendaraan listrik di masa depan. Menteri Ekonomi Robert Habeck mendukung jaminan negara untuk membantu transisi ke kendaraan listrik, sementara Menteri Keuangan Christian Lindner menolak pendekatan ini, menggambarkan "fiksasi" terhadap kendaraan listrik sebagai kesalahan.
Indonesia bisa belajar dari perdebatan ini. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang jelas mengenai masa depan industri otomotif, termasuk insentif untuk investasi dalam teknologi ramah lingkungan. Selain itu, investasi publik untuk mendukung pengembangan pasar kendaraan listrik juga sangat dibutuhkan untuk menjaga daya saing industri otomotif nasional di panggung global.
Kesimpulan: Membangun Industri Otomotif yang Tangguh di Indonesia
Krisis yang dihadapi VW menjadi peringatan bagi industri otomotif Indonesia untuk tidak terlena dengan keberhasilan masa lalu. Perubahan global menuntut adaptasi cepat dan strategi yang cermat.
Dengan mengambil langkah proaktif seperti meningkatkan efisiensi, diversifikasi, dan investasi pada teknologi hijau, Indonesia bisa menghindari krisis seperti yang dialami VW dan bahkan memperkuat posisinya sebagai pemain penting di industri otomotif global.
Kerja sama antara industri, pemerintah, dan serikat pekerja juga sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang berkelanjutan dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
Jika pelajaran dari VW ini dapat diambil dengan serius, Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun industri otomotif yang lebih tangguh dan siap menghadapi masa depan yang penuh dengan perubahan.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H