Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengapa Sulit Melacak Emisi Industri Mode, dan Apa yang Bisa Dilakukan?

6 September 2024   20:56 Diperbarui: 6 September 2024   20:59 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Merza Gamal, gambar diolah dengan ChatGPT.OpenAI

Menjawab Tantangan

Industri mode global, termasuk di Indonesia, menghasilkan lebih dari 1 gigaton karbon dioksida setara pada tahun 2019, yang menyumbang sekitar 2% dari total emisi gas rumah kaca global.

Pertumbuhan mode cepat (fast fashion) semakin memperparah masalah ini, menjadikan industri pakaian sebagai target kritik karena mendorong konsumsi berlebihan, produksi massal yang cepat, dan menghasilkan sampah plastik dalam jumlah besar.

Tekanan untuk mengurangi dampak lingkungan semakin meningkat, baik dari regulasi pemerintah maupun tuntutan konsumen yang semakin peduli terhadap keberlanjutan.

Sebagai tanggapan, perusahaan mode mulai bereksperimen dengan bahan yang lebih berkelanjutan, beralih dari bahan bakar fosil, dan menguji model bisnis yang tidak terlalu bergantung pada produk baru. Salah satu inisiatif yang diandalkan adalah Science Based Targets (SBTi), yang bertindak sebagai verifikator utama target iklim perusahaan.

Namun demikian, upaya untuk mencapai target ini masih jauh dari mudah. Matt Dwyer, wakil presiden dampak dan inovasi produk di Patagonia Inc., menegaskan bahwa SBTi hanya memberikan sasaran dan beberapa panduan penghitungan, tanpa memberikan petunjuk rinci tentang cara mencapainya.

Dokumentasi Merza Gamal, gambar diolah dengan ChatGPT.OpenAI
Dokumentasi Merza Gamal, gambar diolah dengan ChatGPT.OpenAI

Di Indonesia, sejumlah perusahaan mode juga mulai melaporkan emisi mereka kepada lembaga-lembaga seperti CDP (Carbon Disclosure Project) dan mengikuti standar internasional dalam pengelolaan dampak lingkungan.

Namun, kesulitan dalam melacak dan melaporkan emisi, ditambah dengan ketidakkonsistenan dalam pelaporan, membuat evaluasi kemajuan perusahaan menjadi sulit. Hal ini terutama berlaku untuk perusahaan yang memiliki rantai pasokan yang kompleks dan tersebar di berbagai wilayah.

Meski demikian, ada perkembangan positif. Tinjauan CDP terhadap 100 perusahaan mode dengan komitmen iklim menunjukkan bahwa 80% dari mereka melaporkan emisi mereka tahun lalu, naik dari 40% di tahun-tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa kesadaran dan transparansi di industri mode semakin meningkat, meskipun masih banyak tantangan yang harus diatasi.

Kesimpulan

Meskipun pelacakan emisi di industri mode, baik global maupun di Indonesia, masih penuh dengan tantangan, tekanan untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan semakin besar.

Perusahaan-perusahaan mode perlu meningkatkan upaya mereka untuk lebih transparan dalam melaporkan jejak karbon mereka dan mengambil langkah-langkah nyata untuk mengurangi emisi di seluruh rantai pasokan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun