Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengapa Sulit Melacak Emisi Industri Mode, dan Apa yang Bisa Dilakukan?

6 September 2024   20:56 Diperbarui: 6 September 2024   20:59 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Merza Gamal, gambar diolah dengan ChatGPT.OpenAI

Industri mode saat ini berada dalam sorotan dunia, bukan hanya karena produk-produk yang dihasilkannya, tetapi juga karena dampak lingkungan yang diakibatkannya. Setiap potong pakaian yang kita kenakan memiliki jejak karbon yang tersembunyi di balik rantai pasokan global yang kompleks.

Dari bahan baku seperti kapas yang ditanam di pertanian, hingga kain yang diproduksi di pabrik-pabrik, dan akhirnya pakaian yang dijual di toko-toko, setiap langkah dalam proses tersebut berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.

Namun demikian, di balik upaya untuk mengurangi jejak karbon ini, terdapat tantangan besar: kekacauan dalam pelacakan emisi. Misalnya, PVH Corp., pemilik merek Tommy Hilfiger dan Calvin Klein, melaporkan pengurangan emisi sebesar 47% antara tahun 2017/18 dan 2022/23.

Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh perubahan cara perusahaan tersebut menghitung emisi, yang membuat data tahun-tahun sebelumnya tidak bisa dibandingkan secara langsung. Ini menciptakan kebingungan bagi mereka yang ingin menilai sejauh mana industri mode benar-benar membuat kemajuan dalam mengurangi emisi karbonnya.

PVH bukan satu-satunya perusahaan yang menghadapi kesulitan ini. Banyak perusahaan besar lainnya, seperti Kohl's Inc. dan L.L. Bean Inc., juga menghadapi tantangan dalam melacak dan melaporkan emisi mereka dengan akurat. Bloomberg Green mencoba menilai jejak karbon dari 38 perusahaan mode besar dengan pendapatan tahunan minimal $1 miliar.

Hanya sekitar setengah dari perusahaan tersebut yang memenuhi kriteria pengungkapan data yang konsisten, dan bahkan di antara mereka, ada yang melaporkan peningkatan emisi meskipun mengklaim berkomitmen untuk menguranginya.

Tantangan Serupa di Indonesia

Situasi yang sama juga dialami oleh industri mode di Indonesia. Sebagai salah satu pusat produksi tekstil dan pakaian terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengurangi emisi karbon di sektor ini.

Industri tekstil dan pakaian di Indonesia tidak hanya menyumbang secara signifikan terhadap perekonomian negara, tetapi juga terhadap jejak karbon nasional. Sebagian besar produksi tekstil di Indonesia masih bergantung pada energi berbasis fosil, sementara upaya untuk beralih ke energi terbarukan dan bahan baku yang lebih ramah lingkungan masih dalam tahap awal.

Perusahaan-perusahaan mode lokal mulai beradaptasi dengan tren global untuk lebih bertanggung jawab secara lingkungan, tetapi pelacakan emisi sering kali terbatas pada emisi langsung dari pabrik-pabrik mereka (Scope 1 dan 2). Emisi tidak langsung (Scope 3), yang mencakup seluruh rantai pasokan dari hulu ke hilir, sering kali tidak dihitung atau dilaporkan secara terperinci.

Hal tersebut menjadi tantangan besar karena rantai pasokan di industri mode sangat panjang dan melibatkan banyak pihak, mulai dari pemasok bahan baku hingga produsen, distributor, dan pengecer.

Industri mode Indonesia, terutama yang berbasis ekspor, juga mulai menghadapi tekanan dari mitra internasional untuk lebih transparan dalam pelaporan emisi dan menjalankan praktik bisnis yang lebih berkelanjutan.

Banyak perusahaan besar, baik lokal maupun multinasional yang beroperasi di Indonesia, mulai menetapkan tujuan untuk memangkas emisi mereka, sering kali mengikuti standar internasional seperti inisiatif Science Based Targets (SBTi) yang didukung oleh PBB. Namun, seperti yang terjadi di negara-negara lain, upaya ini tidaklah mudah, cepat, atau murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun