Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Napak Tilas Sejarah di Sumenep-Madura: Menyusuri Jejak Kemegahan Keraton, Masjid Jamik, dan Menikmati Sate Bluto

1 September 2024   14:58 Diperbarui: 1 September 2024   15:03 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumenep, sebuah kabupaten di ujung timur Pulau Madura, bukan hanya terkenal dengan garamnya, tetapi juga dengan kekayaan sejarah, budaya, dan kuliner yang menggugah selera. Pada suatu hari yang cerah, saya memutuskan untuk menyusuri jejak sejarah Sumenep, sebuah perjalanan yang membawa saya melintasi waktu, menelusuri kemegahan masa lalu di Keraton Sumenep, keunikan Masjid Jamik, hingga menikmati lezatnya Sate Bluto yang melegenda.

Perjalanan saya dimulai dari Surabaya, kota besar yang menjadi pintu gerbang utama menuju Pulau Madura. Dulu, ketika saya pertama kali mengunjungi Madura, menyeberangi Selat Madura harus menggunakan kapal feri. Perjalanan dengan feri itu memakan waktu sekitar satu jam, memberikan saya kesempatan untuk menikmati pemandangan laut yang luas dan tenang. Namun, sejak tahun 2009, perjalanan ke Madura menjadi lebih cepat dan mudah dengan adanya Jembatan Suramadu, sebuah jembatan fenomenal yang menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Sebelum tiba di Surabaya, dari jendela pesawat, saya sempat melihat bentangan megah Jembatan Suramadu yang memanjang di atas Selat Madura. Jembatan tersebut tampak kokoh dan mengesankan dari ketinggian. Saya segera mengambil kamera dan mengabadikan momen tersebut dari udara. Pemandangan ini benar-benar menakjubkan, memberikan perspektif berbeda tentang keindahan dan kemegahan infrastruktur yang menghubungkan dua pulau di Indonesia.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Setelah mendarat di Surabaya, saya kembali melihat Jembatan Suramadu, kali ini dari darat. Melintasi jembatan sepanjang 5,4 kilometer itu merupakan pengalaman tersendiri. Jembatan ini membentang megah di atas Selat Madura, menjadi simbol kemajuan infrastruktur Indonesia. 

Saat melaju di atas jembatan, saya bisa merasakan perpaduan antara modernitas dan tradisi yang ada di Madura. Pemandangan laut yang luas di kanan dan kiri jembatan seolah mengajak saya untuk sejenak merenungi perjalanan waktu, dari masa ketika feri menjadi satu-satunya akses menuju Madura hingga kini, dengan adanya jembatan yang menjadi penghubung utama.

Setelah menyeberangi Selat Madura melalui Jembatan Suramadu, saya melanjutkan perjalanan darat menuju Sumenep, yang terletak di ujung timur Madura. Jalanan di Madura memberikan nuansa pedesaan yang damai, dengan pemandangan pantai yang eksotis, sawah dan perbukitan di sepanjang jalan. Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya saya tiba di kota Sumenep, tempat di mana sejarah dan budaya Madura begitu kental terasa.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Perhentian pertama saya di Sumenep adalah Keraton Sumenep, sebuah kompleks istana yang pernah menjadi pusat kekuasaan Kerajaan Sumenep. Memasuki area keraton, saya langsung disambut oleh Labhang Mesem, pintu gerbang utama yang penuh sejarah. Pintu ini, dengan loteng di atasnya, dulunya digunakan oleh para bangsawan untuk mengawasi kegiatan di dalam keraton. 

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Meskipun ukurannya tidak sebesar keraton-keraton di Jawa, Keraton Sumenep memiliki pesona tersendiri dengan bangunan-bangunan yang memancarkan aura keagungan dari masa lalu.

Di dalam kompleks keraton, saya menemukan Gedong Negeri, sebuah bangunan yang dulunya digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk mengawasi pemerintahan keluarga keraton. Kini, Gedong Negeri telah berubah fungsi menjadi Kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Sumenep, namun pesona sejarahnya tetap terasa kuat.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Tak jauh dari keraton, saya melangkah ke Taman Sare, sebuah taman yang dahulu menjadi tempat pemandian putra-putri adipati. Di tengah-tengah taman ini, saya bisa merasakan ketenangan dan kedamaian yang seakan mengajak saya untuk merenungi kejayaan masa lalu. Berjalan di sekitar kompleks keraton ini membawa saya pada bayangan kehidupan kerajaan di masa lampau, ketika para bangsawan Madura masih berkuasa dengan segala tradisi dan kebudayaan adiluhungnya.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Setelah puas mengeksplorasi keraton, perjalanan napak tilas saya berlanjut menuju Masjid Jamik Sumenep. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga sebuah simbol keagungan arsitektur dan spiritualitas masyarakat Sumenep. Saat pertama kali melihatnya, saya terpesona oleh keunikan arsitekturnya. Dibangun oleh Panembahan Somala pada abad ke-18, masjid ini memiliki gaya arsitektur yang unik, mirip dengan kastil dan kuil-kuil di Jepang, hasil rancangan seorang arsitek Tionghoa bernama Law Pia Ngho.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Yang menarik, posisi Masjid Jamik ini tidak sembarangan. Alun-alun kota menjadi pusatnya, dan jika kita berdiri di alun-alun menghadap ke barat, kita akan melihat masjid ini berdiri megah. Ini melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan, sesuai dengan ajaran Islam. Sementara itu, jika kita berbalik menghadap ke timur, kita akan melihat Keraton Sumenep yang melambangkan hubungan manusia dengan sesama.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Filosofi tata kota ini mengingatkan saya pada ajaran Hindu, di mana timur melambangkan kehidupan, tempat manusia menjalani kehidupannya di dunia, dan barat melambangkan kematian serta akhirat. Keharmonisan antara ajaran Islam dan filosofi Hindu dalam penataan kota ini membuat saya semakin menghargai betapa dalamnya makna di balik setiap sudut kota Sumenep.

Setelah menelusuri sejarah dan arsitektur kota, perut saya mulai meronta-ronta minta diisi. Saat itulah saya memutuskan untuk mencoba kuliner khas Sumenep yang terkenal, Sate Bluto. Sate ini memiliki keunikan tersendiri, dengan potongan daging yang besar dan bumbu kacang yang gurih. 

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Ketika pertama kali mencicipinya, saya langsung terkesan dengan rasa daging yang empuk dan bumbu yang meresap sempurna. Lezatnya Sate Bluto benar-benar memanjakan lidah saya dan menjadi pelengkap yang sempurna untuk perjalanan saya kali ini. Sate ini terasa sangat istimewa, membuat saya ingin mencicipinya lagi di kunjungan berikutnya ke Sumenep.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Tak jauh dari tempat saya menikmati sate, saya melanjutkan perjalanan ke salah satu pengrajin Batik Madura. Batik Madura terkenal dengan warna-warnanya yang cerah dan motif-motifnya yang khas. Di sini, saya berkesempatan melihat langsung proses pembuatan batik yang membutuhkan kesabaran dan ketelitian luar biasa. 

Setiap goresan lilin pada kain menggambarkan keindahan seni yang diwariskan dari generasi ke generasi. Saya pun tidak melewatkan kesempatan untuk membeli beberapa lembar batik sebagai oleh-oleh, sekaligus sebagai kenang-kenangan dari perjalanan ini.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Melangkah masuk ke dalam Masjid Jamik, saya merasakan suasana khusyuk dan damai. Interior masjid ini tetap memancarkan aura spiritual yang kuat, dan ornamen-ornamen khasnya menambah keindahan bangunan ini. Saya sempat berhenti sejenak, merenungkan perjalanan panjang sejarah Sumenep yang telah melewati berbagai zaman dan tantangan, namun tetap berdiri kokoh hingga hari ini.

Perjalanan napak tilas ini bukan sekadar eksplorasi bangunan-bangunan bersejarah, tetapi juga sebuah refleksi spiritual dan budaya. Menjelajahi Sumenep membuat saya menyadari betapa pentingnya menjaga warisan sejarah dan budaya kita. Keraton Sumenep, Masjid Jamik, serta cita rasa kuliner dan karya seni Batik Madura adalah harta yang tak ternilai yang terus hidup hingga kini.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Jika Anda mencari pengalaman yang kaya akan sejarah, budaya, dan cita rasa kuliner di Pulau Madura, maka Sumenep adalah tempat yang tepat. Di sini, Anda akan menemukan jejak kejayaan masa lalu yang masih hidup hingga kini, menunggu untuk dijelajahi dan dipelajari.

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun