Perjalanan ke Desa Lotak: Menyusuri Jejak Sejarah
Dalam perjalanan akhir pekan ke Danau Tondano, sebelum kembali ke Manado untuk pulang ke Jakarta, saya mampir ke kompleks pemakaman Tuanku Imam Bonjol di Desa Lutak di Kecamatan Pinleng, Minahasa.
Desa Lutak terletak di kaki pegunungan dengan suasana yang sejuk dan tenang, memberikan nuansa yang damai dan reflektif. Begitu tiba di kompleks pemakaman, saya disambut oleh sebuah taman yang asri dengan pepohonan rindang.
Dari tempat parkir, saya berjalan menuju bangunan bercat putih dengan arsitektur Bagonjong yang khas, menyerupai Rumah Adat Minangkabau. Bangunan ini memberikan nuansa Minang yang kuat, meskipun berada jauh di tanah Minahasa.
Untuk mencapai makam, beberapa anak tangga harus dilalui. Di dalam bangunan, saya disambut oleh sebuah makam sederhana yang dilapisi keramik putih. Pada batu nisan, tertulis sejarah singkat tentang Tuanku Imam Bonjol:
"Tuanku Imam Bonjol lahir pada tahun 1774 di Tanjung Bungo, Bonjol, Sumatera Barat. Wafat pada 6 November 1854 di Lota Minahasa dalam pengasingan Pemerintah Kolonial Belanda karena berperang menentang penjajahan untuk kemerdekaan Tanah Air, Bangsa dan Negara."
Tulisan ini mengingatkan saya akan perjuangan Tuanku Imam Bonjol yang gigih melawan penjajah demi kemerdekaan bangsa. Beliau tidak hanya menjadi simbol perlawanan fisik tetapi juga perlawanan moral terhadap ketidakadilan.
Di salah satu dinding bangunan, terdapat lukisan yang menggambarkan Tuanku Imam Bonjol dengan jubah dan sorban putih, sedang mengacungkan pedang di atas seekor kuda. Lukisan ini mencerminkan semangat perjuangan dan keteguhan hati beliau yang tak pernah surut.
Mengunjungi Peninggalan Tempat Ibadah Tuanku Imam Bonjol
Selain berziarah ke makam, saya juga berkesempatan mengunjungi peninggalan tempat ibadah Tuanku Imam Bonjol yang terletak di bawah bangunan makam. Untuk mencapainya, saya berjalan melewati rimbunnya pepohonan jati dan bambu, serta menuruni beberapa anak tangga.