Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hal yang Lebih Berat dari Memperbaiki Niat

26 Juni 2024   21:30 Diperbarui: 26 Juni 2024   21:40 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Mengoreksi niat adalah salah satu tugas paling berat dalam perjalanan spiritual kita. Kita sering merasa telah melakukan sesuatu semata-mata karena Allah, tetapi ketika direnungkan lebih dalam, ternyata perbuatan itu mungkin dilakukan untuk kepuasan diri atau untuk mencari pengakuan dari orang lain.

Ibnul Qayyim pernah berkata, "Niat itu lebih berat daripada amal," yang menggambarkan betapa sulitnya menjaga niat tetap murni dan ikhlas. Lnatas, mengapa niat begitu penting?

Niat adalah fondasi dari setiap amal yang diterima oleh Allah. Tanpa niat yang benar, amal yang kita lakukan bisa kehilangan nilainya di mata Allah. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk senantiasa mengawasi dan menguji niat sebelum melakukan aktivitas apapun.

Ada sebuah kisah yang penuh hikmah dari Imam Bisyr bin al-Harits yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Seorang laki-laki pernah mendatangi Bisyr dengan niat yang kuat untuk menunaikan ibadah haji. Ketika laki-laki itu meminta nasihat dari Bisyr, pertanyaan pertama yang diajukan adalah tentang jumlah uang yang telah disiapkan untuk perjalanan tersebut.

"Berapa banyak biaya yang telah engkau siapkan untuk berhaji?" tanya Bisyr.

"Dua ribu dirham," jawab laki-laki itu dengan mantap.

Bisyr melanjutkan pertanyaannya, "Apa yang engkau harapkan dari perjalanan hajimu? Apakah semata-mata untuk melihat Ka'bah atau demi mencari ridha Allah?"

"Pastinya demi mencari ridha Allah," jawab laki-laki itu dengan yakin.


Dengan bijak, Bisyr kemudian memberikan sebuah usulan yang mendalam. "Jika engkau bisa mendapatkan ridha Allah tanpa harus melakukan perjalanan jauh, tapi dengan membelanjakan dua ribu dirham itu untuk membantu sesama, apakah engkau mau?"

Tanpa ragu, laki-laki itu menjawab, "Ya, mau."

Bisyr pun memberikan nasihat yang mengubah perspektif. "Berikan uang dua ribu dirham itu kepada orang yang berhutang agar mereka bisa melunasi hutangnya, atau kepada fakir yang membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bantu seorang ayah yang berjuang menghidupi keluarganya, atau serahkan kepada pengasuh anak yatim untuk membahagiakan anak-anak tersebut. Engkau juga bisa memberikan seluruh uang itu kepada satu orang yang sangat membutuhkannya. Menolong orang yang sedang dalam kesulitan, meringankan beban mereka, dan memberikan kebahagiaan kepada sesama muslim jauh lebih baik daripada seratus kali haji sunnah. Jika engkau merasa berat melakukannya, jujurlah pada dirimu sendiri apa niatmu sebenarnya."

Mendengar hal itu, laki-laki tersebut akhirnya mengakui, "Wahai Abu Nashr, keinginan untuk tetap berhaji lebih kuat dalam diriku."

Bisyr tersenyum dan berkata, "Ketika harta dikumpulkan dari sumber yang tidak halal atau syubhat, jiwa akan menuntut untuk dipuaskan, bahkan dalam bentuk amal shalih sekalipun. Allah telah bersumpah hanya akan menerima amal dari orang-orang yang bertakwa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun