Pengunduran Diri yang Mulia
Pada tahun 1951, Mohammad Natsir mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Indonesia. Setelah pengunduran diri, Ibu Maria Ulfa memberi tahu bahwa ada dana taktis sisa yang seharusnya menjadi hak Perdana Menteri.
Dengan senyum tulus, Natsir menolak dan berkata, "Berikan ke koperasi karyawan." Tidak sepeser pun uang itu masuk ke kantongnya.
Setelah menyerahkan dana taktis, Natsir menyupir mobil dinasnya ke Istana Presiden, memarkirkannya di sana, dan bersiap pulang ke rumahnya di Jalan Jawa, Jakarta. Dengan berboncengan sepeda ontel bersama supirnya, ia kembali menjalani kehidupan sederhana di lorong-lorong Jakarta.
Hari-hari berikutnya, setelah dipenjara dan rumah serta harta disita, Natsir menjalani hidup tanpa memiliki apa-apa. Mantan Perdana Menteri dan Ketua Partai Masyumi ini hidup seperti gurunya, Haji Agus Salim, dengan pola hidup 'nomaden'. Ia berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain, menyusuri jalanan becek dari satu rumah ke rumah lain.
Seorang sahabat yang merasa kasihan menjual rumahnya dengan 'harga teman' kepada Natsir, tetapi ia tidak mampu membelinya. Dengan kebaikan sahabatnya, ia diberi kesempatan untuk menyicil dalam beberapa tahun. Akhirnya, Natsir mengais pinjaman dari kawan-kawannya untuk membeli rumah di Jalan Blora.
Suatu hari, seorang warga datang ke kantor Perdana Menteri Natsir mengadukan masalah tikar yang rusak dan bedug yang pecah di Masjid Kramat Sentiong. Sekretaris Perdana Menteri berkata, "Buat apa soal-soal begitu kamu bawa-bawa ke Perdana Menteri?"
Warga tersebut menjawab bahwa Pak Natsir mau menerima dan mau menyelesaikan masalah itu. Sekretaris merasa heran, "Perdana Menteri ngurusin bedug? Itu kan soal kecil," katanya.
Namun, Natsir yang ada di sana segera menjawab, "Bagi kita, tak ada soal besar atau soal kecil. Bedug pecah, itu mungkin soal kecil bagi kita, tapi bagi orang kampung, itu soal besar!" Dengan demikian, Natsir mengurusi masalah bedug dan tikar, dan segera menyelesaikannya.
Hidup Sederhana Meski Berjabatan Tinggi
Salah seorang peneliti dari Cornell University, Mc. T. Cahin, menyatakan bahwa Mohammad Natsir tidak tampak seperti seorang menteri pada umumnya. Jasnya bertambal, dan bajunya hanya ada dua stel yang sudah butut.