Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kesepian Masa Tua di Panti Jompo dan Sisa Kesuksesan Masa Muda yang Jauh dari Keluarga

1 Juni 2024   18:42 Diperbarui: 1 Juni 2024   18:54 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang ayah, aku menghabiskan masa muda untuk berkarir dan membangun bisnis yang sukses. Dari pagi hingga larut malam, hidupku dipenuhi oleh rapat, strategi, dan angka-angka.

Keberhasilanku dalam dunia bisnis membuatku dihormati dan dikenal banyak orang, tetapi ada harga yang harus dibayar untuk itu. Kesibukanku membuatku mengabaikan keluarga, terutama anak-anakku yang semakin merasa jauh dariku.

Awalnya, aku pikir memberikan mereka pendidikan di luar negeri adalah cara terbaik untuk menunjukkan kasih sayangku. Aku ingin mereka memiliki kehidupan yang lebih baik dan kesempatan yang lebih besar.

Akan tetapi, aku tidak menyadari bahwa kehadiran fisik dan emosional jauh lebih berharga daripada sekadar materi. Setelah lulus kuliah, mereka enggan kembali ke rumah, dan aku terus menyibukkan diri dengan bisnis, mengira bahwa waktu akan memperbaiki segalanya.

Bisnisku berkembang pesat, tetapi hubungan dengan anak-anakku semakin merenggang. Aku jarang memiliki waktu untuk bersantai atau merenung tentang hidupku. Ketika istriku meninggal dunia tahun lalu, hatiku hancur. Namun, kesibukan anak-anakku membuat mereka tidak bisa pulang untuk menghadiri pemakaman ibu mereka. Aku berdiri sendirian di samping makam istriku, merasakan kekosongan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.

Kini, saat aku menua dan menghabiskan sisa hidupku di panti jompo, aku merasa sangat kesepian. Kekayaanku tidak bisa membeli kebahagiaan atau kehadiran keluarga. Setiap malam, aku merenungkan hidupku dan menyadari bahwa aku telah membuat kesalahan besar.

Di tengah keheningan panti jompo, kenangan masa lalu datang menghantui. Aku teringat senyum anak-anakku saat mereka masih kecil, tawa istriku, dan momen-momen sederhana yang dulu aku abaikan.

Satu hari, di panti jompo, aku bertemu dengan seorang pria tua bernama Pak Rudi. Dia adalah pensiunan guru yang sederhana, tetapi setiap minggu keluarganya selalu datang mengunjunginya. Melihat kehangatan dan kasih sayang yang mereka bagi, hatiku semakin pilu. Pak Rudi, dengan bijaksana, pernah berkata padaku, "Kita sering kali baru menyadari nilai dari sesuatu setelah kita kehilangannya."

Kata-katanya menancap dalam di hatiku. Aku sadar, meski terlambat, bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga. Dengan sisa waktu yang ada, aku berusaha memperbaiki hubungan dengan anak-anakku.

Aku menulis surat panjang kepada mereka, menceritakan penyesalanku dan mengungkapkan keinginanku untuk memperbaiki segalanya. Walau balasan mereka tidak datang dengan cepat, aku berharap ada kesempatan kedua.

Suatu pagi, aku menerima panggilan video dari putraku. Wajahnya tampak serius, namun matanya menunjukkan secercah harapan. "Ayah, aku mendapat suratmu. Aku mengerti, dan aku juga ingin kita mencoba memperbaiki semuanya," katanya. Air mata mengalir di pipiku, ini adalah awal dari sesuatu yang baru.

Melalui percakapan demi percakapan, perlahan namun pasti, hubungan kami mulai mencair. Aku belajar untuk mendengarkan dan menghargai momen-momen kecil bersama mereka, meski hanya melalui layar. Kesepian yang dulu begitu menyiksa mulai mereda, digantikan oleh harapan dan kehangatan.

Dari pengalaman ini, aku menyadari bahwa meskipun hidupku tidak selalu sesuai dengan rencanaku, aku masih memiliki kesempatan untuk membuat perbedaan dalam hidup orang lain.

Kesuksesan dan kekayaan materi tidak dapat membahagiakanku jika aku tidak bahagia dalam hubungan dan ikatan emosional yang kusam dengan keluarga dan orang yang aku sayangi. Meskipun aku telah kehilangan banyak waktu dengan keluargaku, aku masih merasa bersyukur bahwa aku masih punya hidup dan kesehatan untuk bisa menikmati sisa hidupku.

Aku mulai merenung tentang apa yang sebenarnya penting dalam hidupku. Aku menyadari bahwa kekayaan dan kesuksesan bisnis yang aku raih selama ini ternyata tidak bermanfaat untuk membahagiakan keluargaku.

Aku merasa kecewa pada diriku sendiri karena terlalu sibuk dengan pekerjaanku sehingga aku lupa bahwa keluarga adalah segalanya dalam hidup ini. Ketika aku terus merenung tentang hidupku, aku mulai memahami bahwa kebahagiaan sebenarnya adalah ketika kita bisa memberikan kebahagiaan kepada orang lain, terutama keluarga kita.

Aku belajar bahwa kesuksesan dan kekayaan bukanlah segalanya, dan kebahagiaan sejati hanya bisa didapatkan dengan memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang yang kita sayangi. Aku juga memutuskan untuk memanfaatkan kekayaanku untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

Aku mendirikan yayasan amal untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, terutama orang tua yang kesepian dan kurang diperhatikan oleh keluarga mereka. Aku berharap dapat membantu mengurangi kesepian dan mendorong lebih banyak orang untuk merawat orang tua mereka dengan lebih baik.

Cerita ini menjadi pembelajaran bagiku dan semoga bagi siapa pun yang membacanya. Kesuksesan materi tidak akan pernah bisa menggantikan kehadiran dan kasih sayang keluarga. Jangan biarkan waktu berlalu dan kehilangan momen berharga bersama orang-orang yang kita cintai.

Harta yang sebenarnya adalah waktu dan perhatian yang kita berikan kepada mereka. Meskipun hidupku tidak sempurna, tetapi kini aku merasa bersyukur karena akhirnya aku menyadari pentingnya keluarga dan kebahagiaan bersama.

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun