Hari ini, pada tanggal 8 Mei, kita merayakan Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional untuk menghormati semangat kemanusiaan yang diusung oleh organisasi ini serta mengakui kontribusi besar yang telah mereka berikan bagi kesejahteraan manusia di seluruh dunia.
Sebagai bagian dari peringatan ini, mari kita refleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang telah menjadi landasan gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, serta kontribusi personal kita dalam mendukung misi ini.
Sejarah dan Nilai Kemanusiaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah bermula dari karya Henry Dunant, seorang wirausahawan Swiss yang terinspirasi oleh penderitaan para prajurit terluka dalam Pertempuran Solferino pada tahun 1859.
Dunant mendirikan Komite Internasional Palang Merah untuk memberikan bantuan medis kepada korban perang tanpa pandang bulu. Mereka mengadopsi simbol Palang Merah pada latar belakang putih sebagai lambang netralitas dan perlindungan yang tak terbantahkan bagi personil medis dan sukarelawan yang memberikan bantuan.
Pada tahun 1876, ketika Utsmaniyah sedang berperang melawan Serbia, sekelompok sukarelawan Turki menggunakan Bulan Sabit Merah sebagai simbol perlindungan. Pada tahun 1929, di Konvensi Jenewa ketiga, Bulan Sabit Merah resmi diakui sebagai simbol tambahan bagi organisasi kemanusiaan, yang memperluas identitas dan kesetaraan dalam konteks internasional.
Kedua simbol ini, Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, menjadi bagian integral dari gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional pada tanggal 8 Mei menghormati kesepakatan sejarah ini dan memperingati semangat kemanusiaan yang melandasi pekerjaan organisasi ini.
Kontribusi Pribadi: Pengalaman Sebagai Pendonor Darah
Sebagai bagian dari kontribusi pribadi dalam mendukung semangat kemanusiaan ini, saya telah rutin melakukan donor darah sejak tahun 1985.
Awalnya, tindakan ini dimulai karena keadaan darurat ketika persediaan darah di rumah sakit tempat ayah saya menjalani operasi habis. Bersama dengan saudara saya, kami memberanikan diri untuk mendonorkan darah kami. Sebelumnya, kami tidak pernah melakukan donor darah karena terhalang oleh rasa takut dan minimnya informasi tentang manfaat donor darah pada masa itu.
Setelah mendonorkan darah untuk pertama kalinya, saya merasakan perbedaan yang nyata baik secara fisik maupun mental. Merasa lebih nyaman dan bermakna, saya kemudian secara sukarela mendatangi PMI Bandung untuk mendonorkan darah setiap 3-4 bulan.
Praktik ini berlanjut hingga tahun 2015, ketika saya berhasil melakukan donor darah sebanyak 100 kali. Bahkan sampai saat ini, saya telah mendonorkan darah sebanyak 147 kali.
Manfaat Donor Darah dan Pesan Kemanusiaan