Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menyiapkan Bingkisan Lebaran: Antara Parcel, Penghargaan, dan Kehangatan Tradisi

2 April 2024   07:40 Diperbarui: 2 April 2024   07:40 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masa kecil saya pada era 70-an, saya mengingat betul bagaimana tradisi saling berbagi hantaran menjelang perayaan Idul Fitri telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di lingkungan saya.

Di Pecinaan, Pekanbaru, tempat tinggal saya di masa kecil, tetangga-tetangga dari beragam latar belakang kepercayaan, baik Islam, Buddha, maupun Konghucu, saling bertukar hantaran dengan penuh kebersamaan dan kekeluargaan. Ibunda saya akan menyiapkan hantaran dari dapur sendiri, sementara tetangga-tetangga kami mengirimkan minuman dan makanan kaleng, terutama yang non-Muslim.

Begitu pula ketika perayaan Sincia tiba, kami saling berbagi kue bulan dan sup hisit tanpa mengharapkan balasan apa pun, hanya didorong oleh rasa kebersamaan dan persaudaraan yang tulus.

Ketika saya dewasa dan memulai karier di sebuah perbankan nasional pada tahun 1990, dunia parcel menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman hidup saya. Setelah berhasil melewati jalur management trainee dan menjalani pendidikan selama setahun, saya dipercaya sebagai Account Officer di sebuah Unit Bisnis Bank berskala nasional.

Posisi ini membawa saya dalam kontak erat dengan pemberian kredit kepada nasabah, sehingga tidak mengherankan jika saya mulai menerima parcel sebagai ungkapan terima kasih atas layanan yang saya berikan.

Seiring berjalannya waktu, jabatan saya terus meningkat hingga akhirnya mencapai posisi Senior Account Manager. Semakin tinggi posisi saya, semakin melimpah pula parcel yang saya terima, terutama menjelang hari raya.

Suatu ketika, tanggung jawab saya berkembang menjadi pembiayaan untuk vendor-vendor pengadaan di Lembaga ABRI (sekarang TNI dan Polri). Pusat-Pusat Koperasi keempat Angkatan menjadi mitra utama dalam pengadaan tersebut, sehingga parcel yang saya terima diantar oleh petugas-petugas dari Koperasi Angkatan tersebut, lengkap dengan seragam dinas ketentaraan mereka.

Kejadian ini menjadi sorotan di lingkungan tetangga saya, yang terkagum-kagum dengan situasi yang tidak lazim. Mereka berkomentar, "biasanya kita yang memberi parcel kepada mereka, tapi kebalikannya pada Pak Merza, malahan mereka yang menghantarkan parcel."

Pada tahun 1999, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dengan niat melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Namun, krisis moneter yang melanda memaksa saya untuk membatalkan rencana tersebut. Sehingga, saya resmi tidak aktif di pertengahan bulan Ramadan menjelang Idul Fitri.

Dampaknya pun terasa, sebagian nasabah yang biasanya mengirimkan parcel kepada saya setiap tahunnya tiba-tiba berhenti melakukannya. Bagi yang tetap mengirimkan parcel, mungkin mereka terlambat mendapat informasi bahwa saya sudah tidak menjabat lagi pada Idul Fitri tahun itu.

Setahun kemudian, saya kembali bekerja di bank, kali ini sebagai Manager Operasional & Manajemen Risiko. Kembali saya mulai menerima parcel dari para vendor yang ingin bekerjasama atau pun yang telah bekerjasama dengan bank. Parcel tersebut menjadi sebuah tradisi di lingkungan bisnis kami, sebagai ungkapan terima kasih atau sebagai ajakan untuk menjalin kerjasama lebih lanjut.

Namun, dua tahun berikutnya, bank kami memberlakukan ketentuan yang melarang penerimaan hadiah atau risywah dalam bentuk apapun, termasuk parcel. Ketentuan ini berlaku bagi seluruh pejabat dan pegawai bank yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah (BUMN), dengan tujuan untuk menjaga integritas dan profesionalisme di lingkungan kerja.

Saat itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa sesuai Pasal 12B UU Nomor 20/2001, setiap gratifikasi pada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap, bila berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajibannya, termasuk pemberian parcel atau bingkisan serupa saat peringatan Hari Raya.

Pada tahun 2015, saya mendapat kesempatan menjadi Direktur sebuah rumah sakit yang sedang dalam tahap pembangunan. Sebagai Direktur, saya kembali menerima banyak parcel dari berbagai pihak yang ingin berkerjasama dengan rumah sakit yang saya kelola.

Distributor obat, rekanan konstruksi, dan berbagai vendor lainnya mengirimkan hampers sebagai bentuk apresiasi atau ajakan kerjasama. Namun, setelah rumah sakit beroperasi dengan lancar dan peran saya berakhir, saya tidak lagi menerima parcel atau hampers dari para vendor dan distributor.

Dari serangkaian pengalaman ini, saya mulai memahami bahwa hantaran parcel dalam konteks bisnis sering kali sarat dengan kepentingan, berbeda dengan hantaran tradisional yang lebih bersifat kebersamaan dan keikhlasan yang tulus.

Oleh karena itu, penting untuk selalu mempertimbangkan bahwa menerima parcel, hampers atau hadiah serupa bisa membuka pintu bagi praktek korupsi atau pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikan kepada pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara.

Sebagai seseorang yang bekerja di lembaga pemerintahan atau swasta, hati-hati jika menerima hampers. Apakah kita yakin hampers yang diberikan itu benar-benar ikhlas diberikan oleh si pemberi? Apakah jika kita tidak menjabat pada posisi tersebut, si pemberi akan tetap memberikan hampers-nya kepada kita?

Menurut UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20/2001 bab penjelasan Pasal 12B ayat (1), gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.

Para pegawai pemerintahan atau lembaga (yang dia menerima gaji/upah atas pekerjaannya di lembaga tersebut) haram hukumnya untuk menerima pemberian baik itu disamarkan dengan hampers, uang tips, uang lelah, uang terima kasih, uang komisi, bagi hasil dan sebagainya selama ada kaitannya dengan pekerjaan yang dilaksanakan.

Dalam ajaran Islam, hadiah bagi pekerja termasuk ghulul (pengkhianatan) yaitu jika seseorang sebagai pegawai pemerintahan, dia diberi hadiah oleh seseorang yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hadiah seperti ini tidak boleh diambil sedikit pun oleh pekerja tadi walaupun dia menganggapnya baik.

Seandainya hal ini diperbolehkan, maka akan terbukalah pintu risywah (suap/sogok). Uang suap sangat berbahaya dan termasuk dosa besar. Oleh karena itu, wajib bagi setiap pegawai pemerintah jika dia diberi hadiah yang berkaitan dengan pekerjaannya, maka hendaklah dia mengembalikan hadiah tersebut baik pada orang yang bersangkutan ataupun menyerahkannya pada KPK, sebagai pengembalian gratifikasi.

Dengan pemahaman yang mendalam mengenai risiko dan konsekuensi dari menerima parcel, hampers atau hadiah serupa, kita dapat berkontribusi dalam memerangi korupsi dan memperkuat prinsip-prinsip integritas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab kita sebagai bagian dari lembaga pemerintahan atau negara.

Dari kisah perjalanan karier saya terkait dengan penerimaan parcel ini, kita dapat belajar bahwa pengalaman hidup sering kali memberikan pelajaran yang berharga. Tradisi saling berbagi hantaran dengan tulus dan keikhlasan membawa kehangatan dan persaudaraan di antara kita.

Namun, dalam dunia bisnis, kita juga dihadapkan pada realitas bahwa hantaran parcel bisa menjadi simbol kepentingan dan hubungan profesional. Penting bagi kita untuk tetap menghargai kedua sisi dari pengalaman ini: kehangatan tradisi dan integritas profesional.

Semoga kisah saya ini dapat menginspirasi kita semua untuk menjaga nilai-nilai kebersamaan dan kejujuran dalam segala aspek kehidupan kita. 

Berhati-hatilah menerima dan memberi parcel agar ketaqwaan kita tidak ternoda di bulan Ramadan ini untuk menjadi mukmin sejati sepanjang masa.

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun