Kedua, pertumbuhan jumlah orang yang toxic atau memiliki gangguan mental-emosional dapat menjadi faktor yang memengaruhi penurunan angka pernikahan. Ketakutan akan gagal dalam hubungan dan ketidakmampuan untuk membangun hubungan yang sehat mungkin menyebabkan beberapa individu untuk menunda atau menghindari pernikahan.
Ketiga, perubahan dalam Total Fertility Rate (TFR) juga mencerminkan penurunan angka pernikahan. Penurunan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti penundaan pernikahan, keputusan untuk memiliki jumlah anak yang lebih sedikit, atau kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan memiliki anak.
Dalam dunia yang terus berubah dan berkembang, pernikahan tetap menjadi sebuah institusi yang penting. Tren penurunan angka pernikahan dan meningkatnya angka perceraian menunjukkan adanya perubahan dalam dinamika sosial masyarakat Indonesia. Namun, dalam menghadapi fenomena waithood atau menunda pernikahan, kita dapat memandangnya dari perspektif Al-Qur'an yang memberikan pencerahan dan pedoman bagi setiap individu.
Al-Qur'an mengajarkan tentang keutamaan pernikahan, pentingnya memilih pasangan hidup dengan bijaksana, dan persiapan yang matang sebelum memasuki bahtera pernikahan. Dengan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an, serta melakukan persiapan yang matang secara fisik, mental, dan spiritual, seseorang dapat mengarungi bahtera pernikahan dengan keyakinan dan ketenangan yang didasarkan pada tuntunan agama.
Sementara itu, realitas sosial Indonesia yang ditunjukkan melalui data statistik menunjukkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dalam memutuskan untuk menikah. Perubahan pola pikir, peningkatan jumlah orang yang mengalami gangguan mental-emosional, dan faktor ekonomi menjadi beberapa faktor yang memengaruhi tren penurunan angka pernikahan.
Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan holistik yang melibatkan pendidikan, dukungan ekonomi, perlindungan terhadap kesehatan mental, dan penguatan nilai-nilai agama sangatlah penting. Dengan demikian, setiap individu dapat menjalani proses pernikahan dengan kesadaran dan kesiapan yang matang, serta tetap berpegang pada nilai-nilai Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, mari kita terus memahami, merenungkan, dan mengaplikasikan ajaran Al-Qur'an dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam membangun hubungan yang harmonis dan bahagia dalam bahtera pernikahan. Semoga tulisan ini dapat memberikan inspirasi dan panduan bagi mereka yang sedang menjalani fase waithood, serta menjadi landasan yang kokoh dalam menjalani kehidupan berumah tangga yang penuh berkah.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H