Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sepotong Hati yang Tertinggal di Seoul

13 Februari 2024   17:06 Diperbarui: 13 Februari 2024   17:18 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rasanya tak mungkin dia anak kita, hubungan kita tak sejauh itu," kata-kataku meluncur dalam kebingungan.

"Ya, Jae-Hoon adalah anak kita, dan kapan kita bisa bertemu untuk menyampaikan apa yang sesungguhnya terjadi di malam perpisahan itu," terlihat Ha-Yoon begitu tegar mengucapkan semua itu.

"Bisakah kita bertemu besok? Lebih cepat lebih baik," jawabku dengan suara yang masih tercekat. Lalu kami pun membuat janji untuk ketemu besok sore di Lobby Hotel tempatku menginap selama aku di Seoul dalam rangka tugas pekerjaanku dari korporasi tempatku bekerja.

Aku benar-benar penasaran apa yang terjadi malam itu, dan bagaimana mungkin Ha-Yoon bisa mengandung anakku. Aku berusaha mengingat segala kejadian malam terakhir itu. Tetapi memoriku tak mampu meyakinkan bahwa telah terjadi sesuatu antara aku dan wanita Korea itu sehingga menyebabkan dia mengandung anakku.

Dalam kepenasaran dan ketidaksabaran untuk bertemu kembali dengan Ha-Yoon, akhirnya waktu yang dijanjikan pun tiba. Aku menunggu wanita itu di lobby hotel. Dan, dia datang seorang diri dengan langkah wanita yang tegar.

Ha-Yoon dari saat aku mengenalnya di semester pertama perkuliahan kami, memang terlihat sebagai seorang wanita yang tegar. Selama kami menjalin hubungan asmara, aku sangat merasakan ketegarannya sebagai seorang wanita mandiri.

Ketika kulihat Ha-Yoon di pintu masuk, aku pun segera menghampirinya. Aku pun langsung mengajaknya ke Cafe yang ada di lobby hotel itu. Kami duduk di sebuah pojok Cafe tersebut. Aku begitu canggung dengan segala perasaan yang bergejolak di dalam dada.

"Gafar, gwaenchanh-a eojesbam ihulo uliga 5 nyeon dong-an mos bon geos gatjineun anh-a," Ha-Yoon menanyakan kabarku dan menyampaikan bahwa tak terasa lima tahun kita tak bertemu setelah malam terakhir itu.

Berbeda dengan Ha-Yoon, aku begitu gugup dan agak terbata-bata menjawab pertanyaan dan membalas sapaannya.

"Aku baik-baik saja, namun aku tak menduga apa yang terjadi atas kita malam itu dan dirimu selama kita berpisah," aku berusaha menguasai diri dan berkata-kata kepadanya.

"Gafar, yakinlah aku tidak menuntut apa pun darimu. Aku hanya ingin engkau tahu apa yang terjadi sesungguhnya. Dae-Hoon mulai besar, dia perlu tahu asal usulnya, walau pun dia tidak akan bersama Ayah kandungnya sepanjang masa," aku benar-benar kagum dengan ketegaran Ha-Yoon menyampaikan semua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun