Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gap Generasional dalam Debat Cawapres 2024

22 Januari 2024   09:40 Diperbarui: 22 Januari 2024   10:12 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam gelaran Debat Cawapres 2024 Kedua tadi malam (21 Januari 2024), panggung demokrasi Indonesia menjadi arena pemaparan gagasan pembangunan berkelanjutan oleh tiga calon wakil presiden (cawapres). Setiap cawapres menyoroti fokus dan pandangan unik mereka terkait isu-isu penting seperti pertanian, energi terbarukan, dan dampak lingkungan. Berikut adalah sorotan dari masing-masing cawapres:

  • Muhaimin Iskandar (Cak Imin): Cak Imin menonjolkan peran negara dalam proyek food estate, menyuarakan penolakan terhadap proyek tersebut karena dianggap merugikan petani, melanggar hak masyarakat adat, dan memicu konflik agraria. Poin pentingnya adalah penekanan pada desa sebagai "titik tumpu pembangunan" dan dorongan untuk melibatkan petani, nelayan, peternak, serta masyarakat adat sebagai bagian utama dari program pengadaan pangan nasional. Cak Imin juga mengkritisi penanganan krisis iklim yang dianggapnya tidak serius, sambil menawarkan upaya peningkatan energi baru dan terbarukan.
  • Gibran Rakabuming Raka: Gibran menyoroti program hilirisasi pemerintah dan merencanakan perluasannya ke sektor pertanian, maritim, dan digital. Ia melihat potensi besar Indonesia dalam nikel, timah, dan energi baru terbarukan, dengan target capaian hingga 3.686 gigawatt. Gibran mendorong kerja sama penta-helix, melibatkan pemerintah, badan usaha, universitas, masyarakat, dan media. Rencananya juga mencakup peningkatan ketersediaan pupuk dan bibit yang mudah dan murah, reformasi agraria, peningkatan anggaran dana desa, dan pengembangan undang-undang masyarakat adat untuk mencapai keadilan.
  • Mahfud MD: Mahfud MD menekankan pentingnya keberlanjutan lingkungan dalam pembuatan kebijakan, menetapkan empat tolok ukur: pemanfaatan, pemerataan, partisipasi masyarakat, dan penghormatan terhadap hak-hak turun-menurun. Ia menentang program food estate dan berkomitmen pada program "petani bangga bertani" serta "di laut kita jaya, nelayan sejahtera." Mahfud MD menyoroti pentingnya tidak merugikan lingkungan dalam kebijakan pembangunan.

Debat Cawapres Kedua juga membuka pembahasan tentang praktik pertambangan ilegal, perikanan ilegal, dan pembalakan liar di Indonesia. Menurut Mahfud dan Cak Imin, terdapat sekitar 2.500 tambang ilegal, sementara data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat 2.741 lokasi penambangan tanpa izin pada Desember 2023.

Cak Imin menyoroti dampak negatif dari bisnis tambang, termasuk hilirisasi yang merusak lingkungan dan kecelakaan. Gibran menyarankan pencabutan IUP perusahaan bermasalah sebagai solusi, namun Mahfud menilai urusan ini kompleks karena melibatkan banyak pihak.

Debat Cawapres 2024 Kedua membuka jendela pada kenyataan bahwa praktik pertambangan ilegal, perikanan ilegal, dan pembalakan liar masih menjadi isu serius di Indonesia.

Mahfud dan Cak Imin mengungkapkan keprihatinan mereka terkait situasi ini, merinci bahwa terdapat sekitar 2.500 tambang ilegal. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bahkan mencatat 2.741 lokasi penambangan tanpa izin pada Desember 2023.

Cak Imin memperhatikan bahwa bahkan bisnis tambang legal pun membawa dampak negatif. Hilirisasi yang dilakukan secara ugal-ugalan merusak lingkungan, kecelakaan sering terjadi, dan dominasi tenaga asing menjadi kenyataan. Bahkan daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi seperti Sulawesi Tengah, yang kaya akan sumber daya nikel, tidak selalu berdampak positif bagi rakyat setempat.

Gibran menyampaikan solusi sederhana: pemerintah harus mencabut izin usaha pertambangan bagi perusahaan bermasalah. Namun, Mahfud menanggapi bahwa urusan pencabutan IUP tidak sesederhana itu karena melibatkan banyak pihak. Apalagi jika memang usaha pertambangan bermasalh itu illegal (alias tidak berizin).

Dalam konteks ini, perlu dicermati bahwa penanganan masalah pertambangan ilegal bukan hanya tentang mencabut izin, tetapi juga memerlukan langkah-langkah hukum yang kuat dan penegakan yang tegas. Perubahan regulasi dan peningkatan pengawasan diperlukan untuk mengatasi tantangan ini.

Pentingnya memberikan dampak positif kepada masyarakat lokal juga menjadi fokus. Hilirisasi yang lebih berkelanjutan dan berwawasan lingkungan perlu diimplementasikan, serta perluasan program pengolahan hasil tambang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Generasi Y vs. Baby Boomers sebagai Tantangan Etika dalam Berdiskusi

Hal lain yang menarik perhatian dalam Debat Cawapres adalah adanya gap generasional antara Generasi Y dan Baby Boomers sebagai tantangan etika dalam berdiskusi.

Tindakan Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, untuk selalu menggunakan istilah baru tanpa memberikan penjelasan kepada dua rekan debatnya yang termasuk dalam generasi Baby Boomers, menimbulkan pertanyaan etika dalam berdiskusi.

Apakah tindakan ini dapat dianggap sebagai sikap yang kurang menghormati rekan-rekan yang mungkin tidak familiar dengan istilah-istilah tersebut? Ketidakjelasan komunikasi dapat menciptakan kesenjangan pemahaman dan memberikan kesan ketidaksetaraan informasi di antara para cawapres. Penggunaan istilah rumit tanpa penjelasan juga bisa dianggap sebagai taktik untuk mengalihkan pembicaraan dari isu-isu substansial.

Debat Cawapres kali ini memberikan gambaran mengenai tantangan generasional dalam dunia politik. Sementara inovasi dan pemikiran kreatif dari Generasi Y dapat membawa kejutan dan penyegaran, perlu diingat bahwa etika dalam berdiskusi tetap menjadi fondasi yang penting.

Pentingnya menjelaskan istilah-istilah yang kompleks, terutama saat berbicara dengan rekan yang mungkin tidak sefamiliar kita dengan kosakata tersebut, adalah bagian dari etika berdiskusi.

Debat Cawapres menjadi panggung di mana visi dan etika berbenturan. Pertanyaannya sekarang, sejauh mana kita dapat menggabungkan inovasi tanpa mengorbankan etika dalam diskusi politik?

Selain itu, Debat Cawapres Kedua juga mengeksplorasi isu-isu krusial terkait peluang dan tantangan Indonesia dalam transisi energi dan pembangunan hijau ke depan. Meskipun isu greenflation sempat diangkat oleh Gibran sebagai risiko kenaikan harga komoditas dan energi seiring dengan transisi energi global, pembahasan ini tidak digali secara mendalam.

Indonesia, sebagai negara dengan sumber daya alam seperti batubara, nikel, dan minyak sawit, memiliki peluang untuk menopang biaya transisi secara bertahap. Namun, pentingnya merinci strategi yang mencakup keberlanjutan dan daya saing ekonomi adalah langkah krusial menuju masa depan yang berkelanjutan.

Dalam konteks transisi energi, Indonesia perlu memanfaatkan keuntungan dari sumber daya alam yang dimilikinya. Pengembangan strategi yang komprehensif, termasuk melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan terkait sumber daya alam, dapat membawa Indonesia menuju pertambangan yang lebih berkelanjutan dan berdampak positif bagi semua pihak.

Kesimpulan: Merangkai Wawasan untuk Masa Depan Berkelanjutan

Debat Cawapres Kedua menjadi medan pertarungan gagasan pembangunan berkelanjutan. Masing-masing cawapres membawa pandangan uniknya terkait isu-isu strategis seperti pertanian, energi, dan lingkungan hidup. Dampak negatif dari praktik pertambangan ilegal menjadi sorotan krusial, menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi Indonesia.

Pentingnya merinci strategi yang mencakup keberlanjutan, ketersediaan energi hijau, dan daya saing ekonomi adalah tema utama. Diskusi mengenai etika berdiskusi dan tantangan generasional juga membuka ruang refleksi terhadap bagaimana politik di Indonesia dapat memadukan inovasi dengan etika yang kokoh.

Seiring pemilihan presiden menjelang, minat publik dan respons masyarakat terhadap debat ini akan menjadi cerminan sejauh mana calon wakil presiden dapat mengartikulasikan visi dan solusi konkret terkait tantangan dan peluang dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Mari bersama-sama menyusun masa depan Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun