Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korupsi adalah Dosa Sosial yang Menyengsarakan Rakyat dan Negeri Tercinta

12 Desember 2023   21:11 Diperbarui: 12 Desember 2023   21:11 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum kita menyelami lebih dalam poin-poin tentang korupsi, mari kita rasakan dulu getaran kerasnya dosa sosial ini dalam keseharian kita. 

Korupsi, sebuah kebobrokan yang nggak pandang bulu, bikin geger dan meresahkan masyarakat kita. Ini bukan sekadar urusan elit pemerintah atau dunia bisnis, tapi juga sudah melibatkan nama baik keberagamaan di beberapa negara. Seperti dosa tak terampuni, korupsi bukan sekadar menyakiti hari ini, tapi juga memberikan luka yang mendalam untuk generasi yang akan datang.

Mari bersama-sama meresapi setiap sudut kebusukan korupsi agar kita semakin yakin bahwa perang melawan dosa sosial ini adalah hak dan tanggung jawab kita bersama sebagaimana berikut:

  1. Menilap Uang Tanpa Keringat: Para koruptor hanya memikirkan, "Duit kerja, kita ngumpulin!".  Mereka yang mestinya bekerja untuk rakyat, malah sibuk nyolong uang negara. Akibatnya, kita jadi ragu sama integritas para pejabat.
  2. Pesta Terus Tanpa Rasa Bersalah: Korupsi juga soal menikmati hidup tanpa peduli sama penderitaan orang lain. Kolaborasi antara pejabat dan bisnis seringkali cuma bikin untung buat segelintir orang, sementara rakyat lainnya bisa kena imbasnya.
  3. Pintar Tanpa Adab: Ada juga yang punya otak canggih, tapi malah jadi tukang korupsi. Mereka yang mestinya jadi contoh malah suka melupakan moral dan etika.
  4. Bisnis Tanpa Hati Nurani: Pelaku bisnis yang cuma memikirkan untung saja tanpa memikirkan nasib rakyat yang membuat kesenjangan ekonomi makin lebar. Bisnis kecil jadi korban, dan ini bikin ekonomi masyarakat jadi tidak seimbang.
  5. Ilmu Tanpa Nurani: Ilmuwan yang lupa bahwa ilmu seharusnya bermanfaat buat manusia malah jadi bagian dari masalah. Mereka yang lebih memikirkan ambisi pribadi ketimbang eksklusivitas.
  6. Ibadah Tanpa Keterlibatan: Orang-orang beragama kadang lupa bahwa ibadah itu bukan cuma ritual doang, tapi juga tentang peduli sama sesama. Tempat ibadah yang sepi bisa jadi pertanda kurangnya keterlibatan dalam hal moral dan tanggung jawab sosial.
  7. Politik Tanpa Aturan Main: Politikus yang menurutkan prinsip "akhir justifies the means" tanpa memikirkan etika dan prinsip menciptakan lingkungan politik yang tidak stabil. Pemilihan yang tidak cermat dari masyarakat bisa saja menyumbangkan munculnya wakil rakyat yang kurang bisa dipercaya.

Bagi masyarakat yang punya keyakinan agama, korupsi dianggap sebagai tindakan yang melanggar prinsip keadilan, moralitas, dan etika. Selain berujung pada hukuman di dunia, pelakunya juga bakal dituntut di akhirat.

Jadi, upaya untuk menghapuskan korupsi bukan cuma tugas pemerintah, tapi juga jadi tanggung jawab kita semua guna memastikan keadilan, moralitas, dan kebenaran tetap jadi nilai utama di semua lapisan kehidupan kita.

Penutup: Menggugat Kesadaran akan Dosa Sosial Korupsi

Korupsi, tanpa ampun, merajalela di tengah masyarakat kita, meninggalkan jejak dosa sosial yang teramat berat.

Keberadaan korupsi saat ini bukan hanya mencoreng nama baik pemerintah atau dunia bisnis, tetapi juga menghantui setiap aspek kehidupan, termasuk keberagamaan. Melibas batasan moral dan etika, korupsi menjadi pemutus hubungan antara keadilan dan kebobrokan.

Koruptor serasa menari-nari di atas penderitaan orang lain, dengan uang hasil korupsi sebagai lagu musik setan yang memabukkan. Mereka yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat justru berbalik mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh rakyat. Inilah yang membuat korupsi seolah menjadi dosa tak terampuni yang mengakar dalam tubuh sosial kita.

Namun, di tengah kegelapan korupsi, ada sinar harapan. Kesadaran akan dosa sosial ini dapat menjadi pemacu untuk perubahan. Melibas jalan bagi keadilan dan moralitas adalah tugas bersama kita. Agar korupsi tak lagi menjadi ancaman, setiap langkah kita haruslah selaras dengan nilai-nilai kebenaran.

Penting untuk diingat bahwa korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah hati nurani. Memaafkan, meski sulit, adalah langkah pertama menuju kesembuhan. Setiap orang yang menjadi korban korupsi memiliki hak untuk mendapatkan keadilan, dan memaafkan adalah kunci untuk membebaskan diri dari belenggu kebencian.

Sebagai masyarakat, kita memiliki peran besar dalam membentuk pemandangan baru mengenai korupsi. Dengan bersatu, kita bisa menciptakan lingkungan di mana korupsi tak lagi mendapat tempat.

Mari bersama-sama menjaga nilai-nilai keadilan, moralitas, dan kebenaran, sehingga generasi mendatang dapat hidup tanpa bayang-bayang dosa sosial yang bernama korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun