Suatu hari, di tengah hiruk-pikuk kota metropolitan yang sibuk, hiduplah seorang pengusaha muda yang sukses dan sibuk. Ia baru saja mendapatkan mobil listrik terbaru dan paling canggih. Mobil itu meluncur dengan tenang di jalanan yang ramai, mencerminkan kesuksesan dan kehidupan yang dinamis.
Namun, dalam perjalanannya, pengusaha muda itu tanpa sadar melewati seorang anak kecil yang berdiri di trotoar. Meskipun anak itu berteriak untuk menarik perhatian, pengusaha muda itu terlalu fokus pada tujuannya. Sebuah insiden tak terduga pun terjadi: sebuah batu terlempar ke arah mobil mewahnya dan menyebabkan goresan parah di pintu.
Anak muda pengusaha itu merasa marah dan dengan cepat membalikkan mobilnya untuk mengejar si pembuat masalah. Namun, ketika ia keluar dari mobil, dia melihat anak kecil itu dalam keadaan ketakutan dan berusaha meminta maaf.
Mata anak kecil itu penuh ketakutan dan keluhuran batin, "Maaf, Om. Saya tidak bermaksud membuat kerusakan, tapi saya tidak tahu cara lain untuk menarik perhatian. Kakak saya terjatuh dari kursi roda di sana, dan saya tidak bisa mengangkatnya sendirian."
Pengusaha muda itu terdiam, melihat ke arah si kakak yang terluka. Tanpa sepatah kata, dia membantu mengangkat si kakak itu ke kursi rodanya dan merasa sangat terenyuh melihat keadaan mereka.
Pengusaha muda itu mengambil sapu tangan mewahnya dan membersihkan luka anak tersebut, menyadari bahwa luka pada mobilnya tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami anak itu.
Setelah sejenak, kedua kakak beradik itu berterima kasih dan berjanji akan baik-baik saja. "Terima kasih, semoga Allah memberkahi Om," ucap mereka sambil pergi.
Pengusaha muda itu kemudian berdiri, membiarkan goresan pada mobilnya tak terhapus. Goresan itu menjadi pengingat akan pentingnya melihat sekitar dan memberikan perhatian pada kehidupan sekitar.
Dia memasuki mobilnya dengan pandangan bercampur perasaan. Meskipun hidupnya berjalan cepat, dia menyadari bahwa ada momen-momen yang memerlukan kehadiran dan kepeduliannya.