Antara Kesabaran Ayah dan Ketidaksabaran Seorang Anak
Saya ingin berbagi sebuah cerita yang saya dengar sekitar 25 tahun lalu yang saya peroleh dari sebuah Mailing List Group yang saya ikuti. Meskipun cerita ini mungkin sudah lama beredar, pesan moral di dalamnya tetap relevan hingga kini.
Cerita tersebut mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai penting dalam kehidupan kita, terutama dalam hubungan dengan orang tua dan cara kita menjalani ajaran agama dalam tindakan sehari-hari.
Saya berharap bahwa cerita ini akan menginspirasi dan memberikan pelajaran berharga kepada kita semua. Mari kita renungkan bersama pesan moral yang terkandung dalam cerita ini.
Ceritanya, dahulu kala, ada seorang ayah yang berjalan bersama anaknya di halaman rumah mereka. Mereka berdua duduk di bawah pohon, menikmati suasana santai sore itu. Tiba-tiba, seorang burung gagak hinggap di ranting pohon di dekat mereka.
Si ayah menunjuk burung gagak tersebut dan bertanya kepada anaknya, "Nak, apakah benda itu?"
Dengan sabar, anak itu menjawab, "Itu adalah burung gagak, Ayah."
Namun, pertanyaan yang sama terus diulang oleh ayahnya. Anak itu menjadi bingung dan agak kehilangan kesabaran. Dia menjawab dengan nada yang lebih kuat, "Ayah, itu adalah burung gagak."
Tetapi ayahnya tetap bertanya berulang kali, hingga anak itu kehilangan kesabaran dan marah, "Ayah, sudah kubilang itu adalah burung gagak!"
Ayahnya pergi sebentar dan kembali dengan sebuah buku harian lama di tangannya. Dia memberikan buku itu kepada anaknya.
"Ayo, baca apa yang ada di buku harian ini," pinta ayahnya.
Anak itu membuka buku tersebut dan mulai membaca. "Hari ini aku berada di halaman dengan anakku yang berumur lima tahun. Tiba-tiba, seekor gagak hinggap di pohon dekat kami. Anakku menunjuk burung itu dan bertanya, 'Ayah, apa itu?' Dan aku menjawab, 'Burung gagak.' Meskipun pertanyaan yang sama diulang berkali-kali, aku tetap menjawab dengan sabar, demi rasa cinta dan sayangku. Aku berharap ini menjadi pelajaran berharga untuk anakku di masa depan."
Setelah membaca catatan itu, anak itu menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Si Anak kemudian meminta maaf dan bersimpuh di pangkuan Ayahnya, menangis tersedu-sedu, dan mengucapkan kata-kata, "Ayah, aku benar-benar minta maaf atas ketidakbersabaran dan kemarahanku. Aku mengerti sekarang betapa besar kesabaran dan cinta Ayah kepada saya. Terima kasih telah mengajarkan pelajaran berharga ini."
Ayahnya berkata, "Hari ini, Ayah hanya bertanya sebanyak lima kali, tapi dulu, aku menjawab pertanyaan yang sama sebanyak 25 kali untukmu. Ini adalah pelajaran tentang kesabaran dan pengertian."
Kemudian ayahnya tersenyum dan memeluk anaknya dengan lembut. "Anakku, tidak apa-apa. Ini adalah pelajaran yang kita semua bisa pelajari. Yang penting, kita bersama-sama belajar untuk lebih baik. Ingatlah, menghormati dan mencintai orang tua, dan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari adalah kunci kebahagiaan dan kesuksesan, baik di dunia maupun di akhirat."
Cerita ini mengajarkan kepada kita betapa pentingnya menjaga kesabaran dan cinta dalam hubungan dengan orang tua serta mengamalkan nilai-nilai agama dalam tindakan sehari-hari. Ini adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan sejati di dunia dan di akhirat.
Kisah ini adalah pengingat yang indah tentang pentingnya kesabaran, pengertian, dan cinta dalam hubungan dengan orang tua.
Mari kita selalu mengenang pesan moral dalam cerita ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dengan begitu, kita dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan orang tua, dan pada akhirnya, mencapai keberkahan dan kesuksesan yang sejati dalam hidup ini serta di akhirat kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H