Hari ini, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad saw, saya ingin berbicara tentang sesuatu yang sering kali tersembunyi dalam diri kita, yang kita sebut sebagai "kesombongan."
Berikut ini adalah cerita tentang sebuah pelajaran berharga yang saya pelajari dari sebuah kisah lama yang masih terus menginspirasi saya hingga hari ini.
Sekitar dua puluh lima tahun yang lalu, saya menjadi bagian dari sebuah grup mailing list. Saat itu, era WhatsApp Group belum hadir, dan komunikasi online kami terjadi melalui surel dengan menggunakan PC. Di dalam grup tersebut, saya menemukan sebuah cerita yang telah menggugah pikiran saya tentang sombong.
Cerita ini dimulai dengan seorang pria yang bertandang ke rumah seorang Guru yang dihormati. Sang Guru adalah sosok yang bijaksana, dan banyak orang datang mencari nasihat dan bimbingan dari beliau. Namun, pada hari itu, sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Ketika pria itu tiba di rumah Sang Guru, ia menemukan Sang Guru sedang sibuk bekerja keras. Beliau tengah mengangkut air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya. Keringat beliau bercucuran deras, dan pria itu tak bisa menyembunyikan keheranannya.
Dengan rasa penasaran, pria itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan, Guru?" Sang Guru menjawab dengan senyum lembut, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka tampak sangat puas. Namun, setelah mereka pergi, tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."
Cerita ini, meskipun sederhana, mengandung makna yang dalam tentang kesombongan. Kesombongan, sebagaimana yang saya pahami dari kisah ini, adalah penyakit yang sering mengintai kita semua. Benih-benih kesombongan terkadang muncul dalam diri kita tanpa kita sadari.
- Cerita tersebut mengajarkan kita bahwa sombong memiliki banyak wajah. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
- Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
- Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Hal yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence).