Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Membongkar Mitos Preferensi Pekerja Berbasis Generasi

22 Juli 2023   17:07 Diperbarui: 22 Juli 2023   17:30 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: mckinsey.com/capabilities/people-and-organizational-performance/

Ketika datang ke dunia kerja, seringkali kita mendengar stereotip berbasis generasi tentang preferensi pekerja. Generasi Z disebut sebagai generasi teknologi, milenial dianggap pencari arti hidup, sedangkan generasi X dan baby boomer digambarkan sebagai pekerja yang setia.

Namun, apakah stereotip ini benar adanya? 

Analisis terbaru dari McKinsey mengungkapkan kejutan menarik tentang preferensi pekerjaan yang ternyata lebih mirip daripada berbeda di seluruh kelompok usia.

Ternyata, ketika kita melihat ke seluruh kelompok usia, karyawan dari berbagai generasi sebenarnya menginginkan hal-hal yang sama dari pengalaman kerja mereka. Kecuali dengan beberapa perbedaan yang penting.

Misalnya, Gen Z yang menempatkan nilai pada fleksibilitas dan pengembangan karir, alasan utama seseorang bertahan di pekerjaan atau mencari pekerjaan baru umumnya serupa.

Bagi karyawan dari segala usia, kompensasi yang adil dan memadai tetap menjadi faktor kritis dalam keputusan pekerjaan. Namun, penting untuk diingat bahwa gaji bukan satu-satunya hal yang mempengaruhi kebahagiaan dan keterlibatan karyawan.

Pengembangan karir, lingkungan kerja yang mendukung, dan pekerjaan yang bermakna juga menjadi faktor penting yang diinginkan oleh karyawan dari berbagai kelompok usia.

Fleksibilitas tempat kerja juga menjadi salah satu faktor kunci yang dicari oleh karyawan dari segala usia. Namun, cara mereka mengartikan fleksibilitas dapat berbeda tergantung pada tahap kehidupan mereka dan tanggung jawab terkait.

Generasi Z mungkin menginginkan fleksibilitas untuk bepergian dan menikmati kehidupan sosial, sementara milenial yang lebih tua mungkin menghargai fleksibilitas untuk mengelola tanggung jawab pengasuhan. Tahapan kehidupan juga memainkan peran penting dalam sikap di tempat kerja dan keputusan pekerjaan.

Pengasuh dengan tanggung jawab ganda, seperti merawat anak-anak dan orang tua, mungkin memiliki preferensi yang berbeda dalam hal keputusan pekerjaan mereka. Beban ganda ini dapat mempengaruhi prioritas mereka dalam mencari pekerjaan yang dapat mengakomodasi tanggung jawab pengasuhan mereka.

Hasil dari analisis McKinsey menunjukkan pentingnya menyikapi mitos dan stereotip berbasis usia tentang preferensi pekerja. Setiap individu adalah unik dan memiliki preferensi yang berbeda dalam hal pekerjaan dan karir.

Oleh karena itu, pemberi kerja harus menghindari asumsi berlebihan dan memahami preferensi karyawan secara individual untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan memuaskan bagi semua.

Menjembatani Perbedaan untuk Menciptakan Lingkungan Kerja Inklusif

Membongkar mitos berbasis generasi tentang preferensi pekerja adalah langkah pertama menuju lingkungan kerja yang lebih inklusif dan produktif.

Saat pandangan kita tentang preferensi pekerja semakin terbuka, kita dapat menjembatani perbedaan dan menciptakan lingkungan yang menyambut setiap individu dengan baik, tanpa memandang usia atau generasi.

Penting bagi pemberi kerja untuk mengambil pendekatan yang beragam dan nuansa dalam merancang strategi pengelolaan bakat. Ini berarti menyediakan fleksibilitas dalam kebijakan tempat kerja untuk mengakomodasi berbagai tahap kehidupan dan tanggung jawab pengasuhan.

Selain itu, perusahaan dapat meningkatkan komunikasi dan partisipasi karyawan dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kebutuhan dan aspirasi setiap individu dapat didengar dan dihargai.

Dengan menciptakan lingkungan yang inklusif, karyawan dari segala usia akan merasa dihargai, didukung, dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik dalam pekerjaan mereka.

Hal tersebut tidak hanya berdampak positif pada retensi dan produktivitas karyawan, tetapi juga menciptakan reputasi perusahaan sebagai tempat kerja yang baik dan memikat bagi bakat-bakat terbaik.

Mari kita bersama-sama menumbuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang preferensi pekerjaan dari berbagai kelompok usia, dan bekerja menuju lingkungan kerja yang inklusif dan progresif.

Dengan demikian, kita dapat menciptakan masa depan kerja yang lebih bermakna dan berhasil, di mana setiap karyawan dapat berkembang dan berkarya dengan penuh potensi mereka.

Bersama, kita bisa mengubah cara kita memandang usia/generasi dan membuka pintu bagi peluang dan kesuksesan bagi setiap orang dalam dunia kerja yang semakin maju ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun