Masyarakat Minangkabau, dengan kekayaan budaya dan sistem sosial yang unik, mengenal dua konsep yang berperan penting dalam menjaga harmoni dan keadilan, yakni: Bundo Kanduang dan Tigo Tungku Sajarangan.
Bundo Kanduang adalah lembaga adat yang mewakili peran dan kepentingan perempuan dalam masyarakat, sementara Tigo Tungku Sajarangan terdiri dari penghulu, alim ulama, dan cadiak pandai yang bekerja secara kolaboratif untuk memastikan kehidupan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip adat dan ajaran agama Islam. Dalam jaman sekarang (now), peran mereka terus relevan dan memiliki implikasi yang signifikan dalam masyarakat Minangkabau modern.
Peran Bundo Kanduang didasarkan pada sistem kekerabatan matrilineal yang kuat di Minangkabau, di mana garis keturunan dan warisan diturunkan melalui jalur ibu. Bundo Kanduang menjadi figur yang sangat dihormati dan dianggap sebagai penjaga adat, penasihat keluarga, dan pemimpin dalam kehidupan sehari-hari.
Bundo Kanduang, sebagai wadah perempuan dalam sistem sosial Minangkabau, memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan partisipasi, kesejahteraan, dan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan. Dalam konteks kesetaraan gender, Bundo Kanduang memperjuangkan hak-hak perempuan, mengadvokasi keadilan, dan menjaga keseimbangan antara hak-hak perempuan dan laki-laki. Mereka memberikan nasihat dan bimbingan kepada perempuan dalam hal keluarga, pendidikan, hukum adat, dan kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, Tungku Tigo Sajarangan adalah bentuk kepemimpinan yang ada di Minangkabau yang  menggambarkan pembagian kekuasaan dalam pemerintahan adat Minangkabau.Â
Tungku Tigo Sajarangan terdiri dari tiga tokoh utama: penghulu, alim ulama, dan cadiak pandai. Ketiganya memiliki peran yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yaitu membangun nagari (komunitas desa) sesuai dengan prinsip-prinsip adat Minangkabau, yang dikenal sebagai "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah". Prinsip ini mengandung makna bahwa adat atau kebiasaan harus sesuai dengan ajaran agama Islam.
Tigo Tungku Sajarangan berperan dalam menjaga keseimbangan dan harmoni dalam masyarakat Minangkabau. Mereka bekerja secara kolaboratif, mengintegrasikan kebijakan adat dan prinsip-prinsip agama Islam dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat.Â
Dalam konteks kesetaraan gender, Tigo Tungku Sajarangan memastikan bahwa perspektif perempuan didengar dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan. Mereka berperan dalam mendorong partisipasi perempuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Di jaman now, implementasi peran Bundo Kanduang dan Tigo Tungku Sajarangan membawa implikasi yang positif dalam masyarakat Minangkabau modern. Salah satu implikasinya adalah peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesetaraan gender. Melalui upaya advokasi dan pendidikan, peran perempuan dalam masyarakat semakin diakui dan dihargai. Hal ini tercermin dalam meningkatnya partisipasi perempuan dalam berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, pendidikan, dan seni-budaya.