Setelah mendoakan arwah yang telah meninggal dunia, pergerakan masyarakat kembali terlihat menuju tempat ibadah baik di masjid atau mushalah guna melaksanakan shalat Zuhur berjemaah dan makan siang bersama. Setelah itu masyarakat kembali ke rumah masing-masing guna menyambut tamu atau berkunjung dari rumah sanak keluarga yang satu ke rumah sanak keluarga atau kerabat yang lainnya.
Perayaan Aghi Ghayo Onam tidak hanya menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi dan memperkuat kebersamaan antarwarga dalam masyarakat setempat, tetapi juga dapat dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata budaya yang menarik bagi wisatawan yang ingin mempelajari dan mengenal budaya masyarakat Riau.
Perayaan Aghi Ghayo Onam juga menunjukkan betapa pentingnya keberagaman budaya dalam memperkaya kehidupan dan menjaga keharmonisan dalam masyarakat. Dengan dilestarikan dan terus dijaga, tradisi ini akan menjadi warisan budaya yang berharga bagi Indonesia dan dunia. Semoga tradisi ini terus dilestarikan dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat setempat serta dapat menarik minat wisatawan untuk mengenal keberagaman budaya Indonesia.
Beberapa daerah di Indonesia juga memiliki tradisi yang mirip dengan Aghi Ghayo Onam di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, antara lain Lebaran Ketupat di Jawa, Lebaran Tupatan di Tanah Sunda, dan Hari Rayo Anam di Minangkabau, khususnya di Luhak nan Tigo.
Lebaran Ketupat merupakan tradisi lebaran setelah enam hari puasa sunah syawal yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Pada hari ke enam, masyarakat Jawa akan memasak ketupat, yaitu makanan yang terbuat dari nasi yang dimasak dalam anyaman daun kelapa. Ketupat kemudian dihidangkan bersama dengan opor ayam atau sayur lodeh dan rendang.
Lebaran Tupatan merupakan tradisi lebaran setelah enam hari puasa sunah syawal yang dilakukan oleh masyarakat Sunda di Jawa Barat. Pada perayaan ini, masyarakat Sunda akan memasak nasi tutuk, yaitu nasi yang dimasak dengan bumbu dan dihias dengan lauk pauk seperti ayam goreng, ikan, dan sayuran. Masyarakat Sunda juga akan melakukan ziarah ke makam leluhur sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.
Pada masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, khususnya di Luhak nan Tigo, Hari Rayo Anam merupakan tradisi lebaran setelah enam hari puasa sunah syawal. Pada perayaan ini, masyarakat di beberapa nagari akan memasak berbagai hidangan tradisional seperti lemang bersama sarikaya, goreng pisang, juga katupek beserta rendang, kalio, dan gulai. Masyarakat setempat juga akan melakukan ziarah ke makam leluhur dan membersihkan makam sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur.
Tradisi lebaran setelah enam hari puasa sunah syawal di setiap daerah menunjukkan betapa kaya dan beragamnya budaya Pesona Indonesia. Selain menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi dan memperkuat kebersamaan dalam masyarakat, tradisi-tradisi ini juga dapat menjadi daya tarik wisata budaya yang menarik bagi wisatawan yang ingin mempelajari dan mengenal budaya Indonesia sebagai Wonderful Indonesia.
Bagi masyarakat Riau (terutama daerah Kampar, Pusako Siak, dan Kuantan Singingi) dan Sumatera Barat (terutama Luhak nan Tigo) dahulu Aghi Ghayo Onam atau Hari Rayo Anam lebih meriah jika dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri. Karena pada Hari Rayo Anam ini, seluruh anak kemenakan sasuku, baik yang tinggal di kampung halaman maupun di perantauan akan pulang kampung dan berkumpul semuanya.