Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Menghidupkan Kembali Tradisi "Bakumpua Basamo Bako" Saat Mudik Lebaran

15 April 2023   16:19 Diperbarui: 15 April 2023   16:19 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Kenangan "bakumpua basamo bako" di album keluarga tahun 1957 (file: Merza Gamal)

Masyarakat Minang dikenal sebagai perantau yang menyebar keseluruh pelosok negeri Indonesia, bahkan tidak sedikit menjadi diaspora di berbagai belahan dunia. Ada hal yang menarik dari perantau Minang ini, yaitu pulang basamo, terutama dijadwalkan di bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri dan ber hari raya bersama di kampung halaman. Oleh karena adat Minangkabau memakai garis keturunan matrilineal, maka tentu saja mereka pulang ke rumah gadang suku ibunya, bukan ke rumah gadang ayah mereka.

Biasanya, dalam pulang basamo itu ada pula tradisi "bakumpua basamo" di rumah bako (rumah gadang pihak ayah). Saat itu akan berkumpul anak-keturunan dari pihak ayah kakak beradik dan sepupunya yang menikah dengan wanita dari berbagai suku.

Tradisi "bakumpua basamo bako" adalah tradisi yang terkait dengan adat dan budaya Minangkabau di mana keluarga dari pihak ayah dan keluarga dari pihak ibu berkumpul untuk merayakan bersama. Namun, karena pernikahan lintas suku semakin umum dalam beberapa dekade terakhir, tradisi ini telah berkurang dan jarang terjadi.

Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk pergeseran nilai dan norma dalam masyarakat, perubahan dalam pola hidup dan pekerjaan, dan mobilitas sosial yang lebih besar. Banyak dari anak-anak perantau Minangkabau yang menikah dengan pasangan dari luar suku dan daerah, yang mungkin tidak memiliki hubungan atau ikatan dengan keluarga pihak ayah.

Selain itu, karena banyak orang Minangkabau yang menetap di luar daerah asal mereka untuk bekerja atau kuliah, sulit untuk menyelenggarakan tradisi "bakumpua basamo bako" secara teratur. Hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam berkoordinasi dan mencocokkan jadwal, serta biaya yang terkait dengan bepergian dan mengumpulkan keluarga dari berbagai wilayah.

Meskipun tradisi ini telah berkurang dalam frekuensi dan prevalensi, masih ada keluarga-keluarga yang masih melaksanakan tradisi "bakumpua basamo bako". Mereka melihat pentingnya mempertahankan adat dan budaya keluarga mereka, serta menjaga hubungan dengan keluarga dan sanak saudara dari pihak ayah.

Dalam konteks kegiatan pulang basamo pada lebaran Idul Fitri tahun ini, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali tradisi "bakumpua basamo bako" yang telah jarang terjadi saat ini.

Langkah awal adalah dengan memperkenalkan tradisi ini kepada keluarga dari pihak ayah karena banyak generasi sekarang yang belum mengetahui tentang tradisi "bakumpua basamo bako". Dalam pertemuan keluarga di kampung halaman, dapat diadakan acara yang khusus untuk membahas tradisi ini, dan menjelaskan betapa pentingnya menjaga hubungan keluarga dari pihak ayah.

Setelah memperkenalkan tradisi ini, dapat diadakan acara "bakumpua basamo bako" di rumah gadang pihak ayah. Acara ini dapat dijadwalkan pada waktu yang tepat, seperti selama bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Keluarga dari pihak ayah yang tinggal jauh juga dapat diundang untuk bergabung secara virtual melalui aplikasi video conferencing.

Selanjutnya, setelah acara "bakumpua basamo bako" diadakan, langkah berikutnya adalah menjalin hubungan dengan keluarga dari pihak ayah secara rutin. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi, seperti berkomunikasi melalui telepon, pesan teks, atau media sosial.

Kemudian, untuk meningkatkan minat dan keinginan keluarga dari pihak ayah untuk bergabung dalam acara "bakumpua basamo bako" dan kegiatan lainnya, dapat diadakan acara keluarga yang menarik dan relevan. Misalnya, acara memasak bersama, pertunjukan budaya, atau acara olahraga.

Dan hal yang terpenting adalah melibatkan generasi muda. Untuk memastikan kelangsungan tradisi "bakumpua basamo bako" di masa depan, generasi muda perlu dilibatkan dan diajarkan tentang pentingnya menjaga hubungan keluarga dari pihak ayah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajarkan sejarah keluarga dan tradisi-tradisi yang ada, serta mengadakan kegiatan yang relevan dengan minat dan kebutuhan generasi muda.

Image: Kenangan Kakek Merza ikutan
Image: Kenangan Kakek Merza ikutan "Bakumpua basamo bako" tahun 1974 (sumber: album keluarga)

Upaya-upaya tersebut dapat membantu menghidupkan kembali tradisi "bakumpua basamo bako" pada kegiatan pulang basamo pada lebaran Idul Fitri tahun ini. Selain itu, upaya ini juga dapat membantu mempererat hubungan antar keluarga dan menjaga keberlangsungan warisan budaya suku Minangkabau.

Perkawinan campuran antara masyarakat Minangkabau dengan masyarakat suku lain telah banyak terjadi, sehingga menjaga dan mempertahankan tradisi "bakumpua basamo bako" bisa menjadi lebih sulit dilakukan. Namun, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyembatani agar tradisi ini dapat diwujudkan kembali, antara lain:

  1. Mengadopsi tradisi dalam keluarga baru: Jika salah satu pasangan dalam kawin campur adalah dari luar suku Minangkabau, maka dapat dilakukan upaya untuk mengadopsi tradisi "bakumpua basamo bako" dalam keluarga baru. Pasangan yang bukan dari suku Minangkabau dapat diajarkan dan diminta untuk turut serta dalam kegiatan-kegiatan tradisional Minangkabau, termasuk acara "bakumpua basamo bako". Dengan cara ini, tradisi ini dapat dijaga dan dilaksanakan kembali meskipun dalam keluarga yang bercampur suku.
  2. Menggandeng keluarga dari pihak ayah: Meskipun tradisi "bakumpua basamo bako" telah jarang terjadi, keluarga dari pihak ayah masih ada dan perlu dilibatkan dalam kegiatan keluarga. Keluarga dari pihak ayah dapat diundang ke acara keluarga yang diadakan oleh keluarga dari pihak ibu dan dapat diajak untuk memulai kembali tradisi "bakumpua basamo bako". Dalam hal ini, keluarga dari pihak ayah dapat memberikan dukungan untuk memulai kembali tradisi ini.
  3. Menggunakan teknologi: Dalam era digital saat ini, teknologi dapat digunakan untuk menjembatani jarak dan waktu antara keluarga dari pihak ayah dan keluarga dari pihak ibu. Keluarga dari pihak ayah dapat dihubungi melalui aplikasi video call atau pesan singkat untuk saling berkomunikasi dan mengadakan acara secara virtual.
  4. Mengajarkan nilai-nilai dan sejarah keluarga: Menjaga tradisi "bakumpua basamo bako" juga dapat dilakukan dengan mengajarkan nilai-nilai dan sejarah keluarga. Hal ini dapat dilakukan oleh keluarga dari pihak ibu kepada generasi muda dalam keluarga, sehingga mereka dapat memahami dan menghargai keberadaan keluarga dari pihak ayah dan memperkuat rasa persaudaraan.

Upaya-upaya tersebut dapat membantu menjaga dan memperkuat tradisi "bakumpua basamo bako" meskipun kawin campur telah banyak terjadi. Dengan cara ini, tradisi ini dapat tetap dijaga dan dilaksanakan, serta memperkuat hubungan antara keluarga dari pihak ayah dan pihak ibu. Walaupun tradisi "bakumpua basamo bako" telah jarang terjadi pada kegiatan pulang basamo masyarakat Minang pada lebaran Idul Fitri, ternyata masih ada harapan untuk menghidupkannya kembali.

Meskipun banyak masyarakat Minang yang sudah melakukan kawin campur dengan masyarakat suku lain, namun bisa dilakukan upaya untuk mendorong generasi muda untuk lebih memahami dan melestarikan tradisi tersebut. Salah satu upayanya adalah dengan melibatkan keluarga besar dari kedua pihak, baik dari pihak ibu maupun ayah, serta dengan mengadakan acara yang mengusung nilai-nilai adat dan kekeluargaan yang erat. Dengan demikian, tradisi "bakumpua basamo bako" dapat diwujudkan kembali sebagai salah satu bentuk upaya melestarikan budaya dan warisan nenek moyang kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun