Pada saat kelas 5, sebagian murid SD sudah mulai besar, dan jajannya tidak hanya di kantin sekolah lagi, tetapi di resto di depan sekolah. Inilah godaan terbesar, beberapa teman dekat saya suka iseng ngajak saya makan Ice Shanghai dan Martabak Mesir kesukaan kami saat jam pulang sekolah. Biasanya kami memang tidak diperbolehkan membawa uang jajan yang banyak di sekolah. Jika ketahuan, maka akan diambil oleh pihak sekolah, dan nanti Muder Kepala Sekolah akan memanggil orangtua kami dan membalikkan uang tersebut serta dapat peringatan.
Tapi kami tak pernah kehilangan akal untuk bisa jajan sepulang sekolah. Biasanya uang itu dititipkan pada supir yang mengantar jemput kami. Pada saat pagi uang itu dititipkan kepada supir, dan waktu pulang sekolah, tas sekolah kami simpan di mobil dan uang kami minta kembali, lalu kami pun jajan di Resto seberang sekolah. Supir pun menunggu hingga kami selesai makan dan bercengkramah.
Nah, pas bulan Ramadhan, teman-teman saya menggoda mengajak makan Ice Shanghai dan Martabak Mesir, terkadang Mie Seafood juga. Karena bulan puasa, saya pun tidak diberi uang jajan sama orangtua, maka mereka pun berkenan mau mentraktir saya. Saya bertahan untuk tetap puasa. Mereka bilang saya tidak setia kawan. Kata mereka lagi, bukankah kita belum dewasa, Â sehingga tidak wajib berpuasa.
Mereka saja ketika menyambut Paskah, dan puasanya hanya pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung saja belum ikut berpuasa. Itu pun tidak full puasa makan minum seharian, tetapi hanya boleh makan satu kali dalam sehari dan makanan kedua harus sangat ringan sehingga tidak setara dengan satu hidangan penuh. Dan itu baru wajib saat umur 18 tahun. Lalu kata mereka, lah sekarang umur kita kan baru 11 tahun, mengapa harus berpuasa.
Akan tetapi saya tetap bertahan tidak mau ikut makan bersama mereka, dan alhamdulillah puasa saya full selama Ramadhan tahun itu. Kenangan tersebut menjadi sebuah noltagia yang mengesankan ketika kami bertemu atau reunian. Mereka mengatakan bahwa mental saya sudah kuat dari kecil, dengan tetap mempertahankan puasa meskipun di tengah orang tidak berpuasa dan diajak untuk ditraktir di resto saat itu.
Ketika kelas 6 SD, dimana kami sudah mulai pra remaja, godaan untuk tidak berpuasa semakin besar lagi. Anak-anak seumuran kami saat itu sudah mulai berbicara tentang lawan jenis. Jadi godaannya bukan hanya soal makan, tetapi juga soal bicara gossip-gosip lawan jenis. Apalagi ketika itu ada murid pindahan dari kota lain, anak pejabat suatu instansi pemerintah yang satu "genk" dengan kami.
Teman saya itu juga beragama Islam dan belum berpuasa di bulan Ramadhan. Sehingga hal itu menjadi bahan teman-teman saya untuk menggoda saya ikutan maka-makan pulang sekolah. Alhamdulillah saya bisa bertahan, dan full berpuasa selama satu bulan.
Tak terasa waktu pun berlalu, kami tamat dari SD Katolik dengan berbagai kenangan yang menjadi nostalgia menarik pada masa kecil sebelum kami beranjak menjadi remaja pada masa SMP. Hal-hal tersebut menjadi nostalgia indah ketika kami sudah dewasa dan bertemu kembali di berbagai kesempatan.
Itulah kenangan saya saat masih SD di Perguruan Katolik, tetapi saya tetap berpuasa karena jika tidak berpuasa, maka saya tidak bisa makan sama-sama dengan keluarga pada saat berbuka. Padahal, makanan saat berbuka enak-enak....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H