Dalam membentuk lanskap mobilitas perkotaan ada tiga tren yang saling terkait.
Pertama, Volume lalu lintas semakin meningkat
Proyeksi OECD menunjukkan bahwa total permintaan untuk angkutan penumpang perkotaan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2050, dibandingkan dengan tahun 2015. Perubahan kebiasaan konsumen terkait COVID-19 juga telah menimbulkan tantangan yang signifikan di jalan perkotaan, khususnya peningkatan kendaraan pengiriman jarak jauh sebagai sebagai konsekuensi dari ledakan e-commerce.
Kapasitas infrastruktur transportasi yang menjadi lebih terbatas, dan volume lalu lintas meningkat membuat pemangku kepentingan mungkin harus memprioritaskan kesadaran keselamatan jalan, dan pengurangan kecelakaan. Sementar itu, preferensi konsumen yang terus memengaruhi pola pengiriman membuat infrastruktur mungkin perlu disesuaikan untuk mengakomodasi opsi pengiriman barang dan paket tunggal seperti kendaraan listrik, skuter elektronik, dan sepeda elektronik.
Kedua, Paradigma mobilitas baru telah muncul
Mobilitas bersama, dan kendaraan listrik dan otonom telah ikut mengubah mobilitas perkotaan. Kemajuan teknologi, pengeluaran untuk layanan mobilitas bersama pada tahun 2030 diperkirakan dapat mencapai $500 miliar hingga $1 triliun. Secara paralel, masa depan industri otomotif terlihat semakin bertenaga, karena mengubah perilaku konsumen, peningkatan berkelanjutan dalam teknologi baterai dan pengisian daya, serta pergerakan peraturan.
Perkembangan tersebut berimplikasi pada ekosistem infrastruktur mobilitas perkotaan. Tumbuhnya penggunaan layanan mobilitas bersama, dengan peningkatan terkait armada moda ini, telah menambah kemacetan. Infrastruktur transportasi kemungkinan akan menjadi lebih terbatas karena ruang harus dialokasikan untuk infrastruktur pengisian kendaraan listrik (EVCI) dan fasilitas parkir yang didedikasikan untuk mobilitas mikro dan/atau mobilitas bersama.
Ketiga, Perhatian yang lebih besar, dan pendanaan publik, difokuskan pada keberlanjutan dan dekarbonisasi
Sekitar seperempat emisi CO2 terkait energi global ditimbulkan oleh sector transportasi. Kajian McKinsey memperkirakan bahwa lebih dari separuh emisi transportasi dihasilkan oleh mobil penumpang.
Pemerintah dan lembaga di seluruh dunia menetapkan tujuan dekarbonisasi, misalnya, Uni Eropa bertujuan untuk menjadi iklim netral pada tahun 2050 yang tertuang dalam Kesepakatan Hijau Eropa. Hal tersebut sejalan dengan komitmen pada Perjanjian Paris.
Pemerintah AS juga telah menetapkan tujuan yang sama, menargetkan emisi nol bersih pada tahun 2050. Saat ini, lebih dari 4.000 perusahaan bekerja untuk mengurangi emisi dengan menetapkan target dan komitmen berbasis ilmu pengetahuan. Mengingat peran transportasi dalam emisi, perubahan ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap mobilitas perkotaan.