Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengadopsi Mindset untuk Menutup Kesenjangan Talenta Teknologi

28 Maret 2023   09:30 Diperbarui: 28 Maret 2023   09:33 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafis olahan Merza Gamal dari McKinsey Digital Insights 

Peningkatan keterampilan ((upskilling) strategis ini sangat berharga di masa transformasional, ketika beberapa keterampilan dan peran menjadi usang dan lainnya langka karena perubahan struktural seperti demografi dan kurangnya tenaga kerja terampil nasional. Dengan mengidentifikasi kandidat untuk peran baru dalam angkatan kerja dan dengan sengaja meningkatkan keterampilan mereka, pemberi kerja dapat mempertahankan pengetahuan yang berharga dan menutup kesenjangan keterampilan secara internal.

Selama perekrutan, seleksi berbasis keterampilan memperluas kumpulan talenta (talent pool)  karena meskipun kandidat tidak memegang peran spesifik yang dicari perekrut, mereka dapat memiliki potensi keterampilan untuk peran tersebut. Mengadopsi pola pikir ini, salah satu industri teknologi di Jerman mengumumkan akan membatalkan persyaratan tingkat awal untuk gelar universitas dan sebagai gantinya mencari sertifikat relevan yang menyoroti keterampilan aktual pelamar.

Kedua, Belajar dari pengalaman sebelumnya

Perusahaan harus membangun keterampilan baru (redeployment) dalam tenaga kerja mereka untuk mengikuti perubahan teknologi yang cepat, dan perlu mendapat dorongan dari insan perusahaan dengan ambisi bersama untuk belajar dan berkembang. Perusahaan kemudian harus menyediakan akses ke penawaran pembelajaran dan pengembangan yang menarik pada skala perusahaan. Khususnya untuk keterampilan teknologi, mencakup peluang bagi talenta teknologi untuk tetap menjadi yang terdepan dalam inovasi.

Perusahaan harus mampu meningkatkan keterampilan seluruh tenaga kerja di bidang digital, data, analitik, dan hal-hal penting teknologi. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan Jerman dapat membuktikan diri dengan meningkatkan kedalaman keterampilan di seluruh tenaga kerja mereka sendiri untuk kesuksesan di masa depan.

Pemberi kerja harus memahami dasar keterampilan lunak (soft skill) dan keras (hard skill) insan perusahaan mereka saat ini serta kebutuhan keterampilan di masa depan. Setelah itu mampu menyesuaikan penawaran pembelajaran dan pengembangan untuk memungkinkan pekerja meningkatkan keterampilan mereka untuk mengisi kesenjangan. Membina budaya pembelajaran (learning culture) dan pengembangan (performance culture) dengan insentif bagi insan perusahaan dan manajer mereka sama-sama bermanfaat. Selain itu, mampu mengumpulkan tim yang terdiri dari insan perusahaan yang termotivasi secara internal membuka potensi anggota tim untuk belajar dari satu sama lain.

Ketiga, Fleksibilitas atas kontrol

Perusahaan yang menarik talenta dengan pengalaman dan latar belakang berbeda, sesuai kajian McKinsey, memiliki kemungkinan 12 persen lebih besar untuk mengungguli perusahaan lain secara finansial. Organisasi perusahaan yang berharap dapat membangun insan perusahaan yang begitu beragam perlu menciptakan lingkungan yang inklusif dan fleksibel.

Pelatihan inklusi adalah langkah awal yang baik,  perusahaan harus bisa menerapkan pendekatan holistik dalam bentuk strategi keberagaman, kesetaraan, dan inklusi. Intervensi perusahaan dapat mencakup membangun kesadaran yang lebih dalam tentang bias dalam diskusi promosi dan kemajuan di antara para manajer dan penilai kinerja.

Cara lain untuk menarik talenta yang beragam adalah dengan memenuhi keadaan calon kandidat. Empat puluh empat persen orang kembali bekerja setelah jeda sementara, mensyaratkan fleksibilitas dalam bekerja sebagai alasan utama untuk kembali. Pandemi COVID-19 menyoroti bahwa insan perusahaan, terutama yang memiliki profil teknis, dapat bekerja secara efektif dari mana saja, dengan infrastruktur teknis yang tepat.

Sebagai contoh, salah satu perusahaan teknologi Eropa menerapkan kebijakan "bekerja dari mana saja", yang memberi insan pilihan mereka untuk bekerja dalam model jarak jauh atau hybrid. Kebijakan ini menurunkan tingkat pengunduran diri sebesar 15 persen, meningkatkan pangsa perempuan dalam angkatan kerja sebesar 17 persen, dan mengurangi waktu untuk mempekerjakan lebih dari 12 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun