Pada tanggal 16 Maret 2022, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meminta agar penjualan pakaian bekas impor di Indonesia dihentikan dan ia juga memerintahkan untuk melakukan pembakaran 10 ton pakaian bekas impor yang disita oleh pihak berwenang sebagai bentuk peringatan. Presiden mengatakan bahwa larangan tersebut bertujuan untuk melindungi industri tekstil dan pakaian dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat.
Namun, hingga saat ini, belum ada informasi terbaru tentang kebijakan tersebut dan bagaimana implementasinya akan dilakukan di lapangan. Keputusan Presiden untuk melarang perdagangan pakaian bekas atau impor mengundang kontroversial dan menuai beragam tanggapan dari masyarakat dan berbagai pihak, termasuk dari kalangan pengusaha dan masyarakat yang menyukai thrifting atau perdagangan pakaian bekas karena alasan keberlanjutan lingkungan dan sosial. Beberapa orang juga mengkritik cara pembakaran pakaian bekas yang disita, karena dapat memperburuk masalah lingkungan dan kesehatan.
Thrifting atau perdagangan pakaian bekas sebenarnya bisa menjadi praktik yang berkelanjutan secara lingkungan karena dapat membantu mengurangi limbah tekstil dan mendaur ulang pakaian yang masih bisa digunakan. Thrifting juga merupakan alternatif yang terjangkau untuk membeli pakaian baru dan dapat membantu mengurangi dampak dari industri mode yang sering kali menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan memerlukan penggunaan sumber daya alam yang besar.
Namun, terlepas dari manfaatnya, thrifting juga memiliki beberapa masalah. Dalam beberapa kasus, penjualan pakaian bekas dapat mengganggu industri pakaian lokal karena harga yang lebih murah daripada pakaian baru dapat membuat konsumen beralih ke produk impor. Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang kondisi kerja buruk dan eksploitasi dalam rantai pasokan pakaian bekas.
Namun demikian, dalam banyak kasus, thrifting telah membantu masyarakat dan lingkungan dengan memberikan akses ke pakaian yang terjangkau, mendukung upaya pengurangan limbah, dan menciptakan lapangan kerja di sektor informal. Sehingga thrifting dapat menjadi alternatif yang baik untuk memenuhi kebutuhan konsumen sementara juga mempertimbangkan dampak pada lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, thrifting juga dapat memberikan kesempatan bagi orang untuk mendukung organisasi amal atau toko barang bekas yang menyediakan lapangan kerja untuk orang-orang di komunitas setempat. Membeli barang bekas dari pasar amal untuk mendukung kepentingan sosial dapat menjadi pilihan yang baik bagi orang-orang yang ingin membantu orang lain sambil juga mengurangi limbah. Dalam banyak kasus, pasar amal dan toko barang bekas memang didirikan untuk mendukung organisasi nirlaba yang berfokus pada penanganan masalah sosial, seperti membantu orang miskin, penyandang cacat, atau korban bencana alam.
Kegiatan memperoleh barang-barang bekas yang masih layak pakai dan mengumpulkannya di pasar atau toko amal untuk dijual kembali merupakan suatu ide yang bagus. Hal ini dapat membantu memperpanjang umur barang-barang bekas yang masih dapat digunakan, mengurangi limbah yang masuk ke tempat pembuangan akhir, serta memberikan manfaat sosial melalui pengumpulan dana dari penjualan barang bekas tersebut.
Di perkampungan Kakek Merza tinggal, yaitu di Bintaro Jaya City, terdapat pasar amal yang dikelola oleh dewan kemakmuran masjid yang melakukan thrifting dari barang-barang layak pakai jamaah masjid yang dijual kepada umum dan hasilnya masuk ke kas dana sosial. Berbagai kegiatan sosial telah dilakukan dari hasil thrifting pasar amal tersebut. Bahkan, Masjid Raya Bintaro Jaya mendapatkan penghargaan Tipologi Masjid Raya Terbaik ke-2 di Indonesia tahun 2022. Dengan demikian Masjid Raya Bintaro Jaya menjadi percontohan termasuk Pasar Amal yang melakukan thrifting sosial.
Selain pasar atau toko amal yang dikelola oleh dewan kemakmuran masjid, seperti yang dilakukan oleh Masjid Raya Bintaro Jaya, ada banyak organisasi atau lembaga sosial lain yang dapat melakukan kegiatan serupa, seperti yayasan sosial, lembaga amal, atau toko barang bekas. Dengan demikian, masyarakat dapat memiliki akses yang lebih mudah untuk membeli barang bekas dengan harga terjangkau, sementara dana yang dihasilkan dapat digunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Pada tingkat global, ada banyak pasar atau toko amal yang sukses dalam program thrifting yang hasilnya digunakan untuk kepentingan sosial di seluruh dunia. Berikut ini adalah beberapa contohnya:
Goodwill Industries adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 1902 dan berbasis di Amerika Serikat. Organisasi ini menjalankan toko-toko barang bekas di seluruh negara, yang menjual berbagai barang bekas, termasuk pakaian, sepatu, buku, mainan, dan perabotan rumah tangga. Hasil penjualan dari toko-toko tersebut digunakan untuk mendukung program-program sosial, seperti pelatihan keterampilan dan penyediaan pekerjaan bagi orang-orang yang kurang beruntung.
2. Oxfam
Oxfam adalah organisasi nirlaba yang berbasis di Inggris dan fokus pada membantu orang yang hidup dalam kemiskinan di seluruh dunia. Oxfam menjalankan toko-toko barang bekas di berbagai negara, yang menjual berbagai barang bekas, seperti pakaian, sepatu, aksesoris, dan buku. Hasil penjualan dari toko-toko tersebut digunakan untuk mendukung program-program sosial Oxfam, seperti pemberian bantuan bencana alam, pemberian bantuan kemanusiaan, dan advokasi untuk hak asasi manusia.
3. Rumah Zakat
Rumah Zakat adalah organisasi nirlaba yang berbasis di Indonesia dan fokus pada pemberdayaan masyarakat melalui berbagai program sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan. Rumah Zakat menjalankan toko-toko barang bekas yang dikenal sebagai "Gerai Barokah", yang menjual berbagai barang bekas, seperti pakaian, sepatu, dan perabotan rumah tangga. Hasil penjualan dari toko-toko tersebut digunakan untuk mendukung program-program sosial Rumah Zakat.
The Salvation Army adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 1865 dan berbasis di Inggris. Organisasi ini menjalankan toko-toko barang bekas di berbagai negara, yang menjual berbagai barang bekas, seperti pakaian, sepatu, aksesoris, dan perabotan rumah tangga. Hasil penjualan dari toko-toko tersebut digunakan untuk mendukung program-program sosial The Salvation Army, seperti bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana alam.
Toko-toko barang bekas tersebut merupakan contoh keberhasilan program thrifting yang dijalankan oleh organisasi nirlaba untuk mendukung program-program sosial yang berguna bagi masyarakat yang membutuhkan.
Selain yang dikelola oleh Rumah Zakat, ada beberapa lembaga di Indonesia yang juga sukses membuka toko amal untuk thrifting. Beberapa di antaranya adalah Dompet Dhuafa, Sahabat Anak Foundation, Peduli Kasih, Yayasan Kampus Diakoneia Modern (KDM), LAZ BSM, PKPU Human Initiative, Caritas Indonesia, dan masih banyak Lembaga Sosial lainnya.
Melihat keberhasilan thrifting sosial yang dilakukan oleh berbagai lembaga global dan juga di Indonesia, sebaiknya pemerintah mengatur regulasi untuk pemanfaatan barang bekas layak pakai untuk thrifting sosial daripada langsung melarang dan membakar pakaian bekas tersebut. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengatur standar kualitas untuk barang bekas yang dijual, misalnya dengan mengeluarkan sertifikasi layak pakai atau mengatur mekanisme inspeksi untuk memastikan bahwa barang bekas yang dijual masih layak pakai.
Selain itu, pemerintah juga dapat bekerja sama dengan lembaga sosial atau keagamaan yang mengelola pasar amal atau toko-toko barang bekas untuk mengumpulkan dana sosial, sehingga barang bekas yang dijual dapat dikelola dengan lebih baik dan hasilnya dapat digunakan untuk kegiatan sosial.
Dengan mengatur regulasi untuk pemanfaatan barang bekas layak pakai, pemerintah dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat, lingkungan, dan ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H