Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Transformasi Manajemen Risiko di Era Digitalisasi

2 Maret 2023   04:31 Diperbarui: 2 Maret 2023   06:48 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Digitalisasi membuka jalan di semua fungsi perusahaan, tidak terkecuali risiko. Oleh karena itu diperlukan kepekaan ekstrem untuk mengelola transformasi digital. Risiko digitalisasi memiliki beberapa implikasi penting seperti toleransi terhadap bug, tingkat kesalahan harus rendah, dan biaya kesalahan yang mungkin terlalu tinggi apabila tidak dimitigasi dari awal.

Dalam melakukan transformasi digital diperlukan perubahan struktural untuk menurunkan biaya dan meningkatkan efektivitas risiko. Bagaimanapun, konteks yang membedakan lingkungan risiko memiliki implikasi penting, yakni sebagai berikut:

  • Pertama, praktisi manajemen risiko di sebagian besar yurisdiksi peraturan berada di bawah tekanan ekstrim untuk memenuhi persyaratan peraturan yang berkembang dan memiliki sedikit waktu untuk banyak hal lainnya;
  • Kedua, Chief Risk Officer (CRO) mesti mewaspadai karakteristik pendekatan uji dan pelajari transformasi digital, karena biaya kesalahan dalam lingkungan risiko bisa sangat tinggi. Akibatnya, kemajuan dalam digitalisasi proses risiko sangat lambat.

Risiko digital adalah istilah yang mencakup semua pemberdayaan digital yang meningkatkan efektivitas dan efisiensi risiko, terutama otomatisasi proses, otomatisasi keputusan, dan pemantauan digital serta peringatan dini. Pendekatan manajemen risiko digital tersebut menggunakan otomatisasi alur kerja, pengenalan karakter optik, analitik lanjutan (termasuk pembelajaran mesin/ML dan kecerdasan artificial/AI), dan sumber data baru, serta penerapan robotika ke proses dan interface. Risiko digital, pada dasarnya, menyiratkan penyesuaian proses, data, analitik, dan TI secara terpadu, serta pengaturan organisasi secara keseluruhan, termasuk talent dan budaya.

Dalam melakukan transformasi risiko, perusahaan perlu memastikan bahwa sistem, proses, dan perilaku disesuaikan dengan tepat untuk tujuan agar terwujud manfaat penuh dari otomatisasi proses dan keputusan, Dalam lingkungan risiko, kasus penggunaan yang diprioritaskan diisolasi di area seperti performance bisnis, uji tekanan, risiko operasional, kepatuhan, dan kontrol. Struktur operasional perlu didesain ulang sebelum otomatisasi dilakukan dan dukungan keputusan dapat diaktifkan.

Keberhasilan manajemen risiko digital terutama harus didukung oleh ketersediaan data, analitik, dan arsitektur TI. Data dan arsitektur TI yang sangat terfragmentasi tidak dapat memberikan kerangka kerja yang efisien atau efektif untuk risiko digital. Oleh karena itu, diperlukan komitmen kelembagaan yang jelas untuk menentukan visi data, meningkatkan data risiko, membangun tata kelola data yang kuat, meningkatkan kualitas dan metadata, serta membangun arsitektur data yang tepat.

Proses dan teknik analitik sekarang telah dapat mendukung tujuan manajemen risiko digital dengan teknologi modern di beberapa bidang utama, termasuk platform big data, cloud, pembelajaran mesin, kecerdasan buatan, dan pemrosesan bahasa alami. Demikian pula, organisasi dan model operasi saat ini memerlukan kemampuan baru untuk mendorong digitalisasi yang cepat.

Praktisi manajemen risiko perlu menciptakan budaya inovasi yang kuat. meskipun inovasi risiko terjadi di area yang sangat spesifik dan sangat sensitif. Hal tersebut memiliki konsekuensi untuk menempatkan talent yang tepat dan memelihara pola pikir "uji dan pelajari" yang inovatif. Proses tata kelola harus memungkinkan respons yang gesit (agility method)  terhadap lingkungan teknologi dan peraturan yang bergerak cepat. Dengan demikian, mengelola budaya inovasi dengan cara yang sesuai dengan risiko yang dihadapi merupakan tantangan utama untuk fungsi risiko digital.

Sebagian besar institusi atau perusahaan relatif lambat dalam mendigitalisasikan fungsi risiko Mereka mengambil pendekatan modular ke area yang ditargetkan. Akan tetapi, beberapa institusi dan perusahaan yang lebih maju telah melakukan transformasi skala besar sehingga mencapai kemajuan yang signifikan dan berkelanjutan baik dalam hal efisiensi maupun efektivitas.

Dalam konteks manajemen risiko, kehati-hatian harus dilakukan saat mengadaptasi pilot "uji dan pelajari" yang biasa digunakan dalam transformasi digital. Kontrol yang kuat harus diterapkan karena toleransi terhadap bug dan kesalahan dalam risiko sangat rendah. Ketika mendigitalkan proses yang berkaitan dengan analisis dan tinjauan modal komprehensif, solusi tidak dapat dimasukkan ke dalam produksi sebelum pengujian menyeluruh meyakinkan perancang dan praktisi tentang keandalan dan efektivitasnya yang lengkap.

Menurut pengamatan McKinsey terhadap para mitranya di seluruh dunia, bahwa dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendekatan manajemen risiko saat ini, inisiatif risiko digital dapat mengurangi biaya operasional untuk aktivitas berisiko sebesar 20 hingga 30 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun