Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Ragam Orang Minangkabau

19 Februari 2023   20:09 Diperbarui: 20 Februari 2023   07:50 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah rombongan ke Tanah Datar berangkat dari Nagari Pariangan, berangkat pula rombongan kedua menuju utara. Di tempat tujuannya itu mereka menemukan daerah yang dipenuhi oleh tumbuhan mensiang (agam). Akhirnya tempat itu dinamakan Lubuak Agam yang kemudian berubah menjadi Luhak Agam.

Terakhir, sebanyak 50 keluarga ikut pindah ke sebelah timur gunung Merapi dan memberi nama tempat baru itu dengan Luhak Limo Puluah, kemudian ditambah dengan kata "koto" di belakangnya. Luhak Limo Puluah Koto disebut juga luhak nan bungsu karena luhak ini adalah luhak yang terakhir berdiri di Kanagarian Minangkabau.

Ketiga luhak tersebut tergambar dalam marawa, yakni bendera tiga warna yang mirip dengan bendera Jerman yang berwarna hitam, merah, dan kuning. Warna hitam melambangkan Luhak Limo Puluah, merah melambangkan Luhak Agam, dan warna kuning (emas) melambangkan Luak Tanah Data.

Image: Arak-arakan yang membawa Marawa sebagai lambang Luhak nan Tigo Minangkabau (Photo by Pasbana.com)
Image: Arak-arakan yang membawa Marawa sebagai lambang Luhak nan Tigo Minangkabau (Photo by Pasbana.com)

Daerah di luar Luhak Nan Tigo, merupakan wilayah Rantau Minangkabau yang awalnya merupakan tempat mencari kehidupan bagi orang Minangkabau. Selain itu juga ada daerah Ujuang Darek Kapalo Rantau, yakni daerah perbatasan wilayah luhak dan rantau. Masing-masing luhak memiliki wilayah rantau sendiri.

Dalam konsep budaya Minangkabau, rantau dapat bermaksud juga suatu kawasan yang diteroka dan berada di luar kawasan darek (luhak nan tigo) Minangkabau. Selain itu, kata rantau juga dapat bermakna garis pantai atau daerah aliran sungai maupun hal yang merujuk kepada perbatasan.

Kawasan Rantau Minangkabau dibagi atas rantau di hilia dan rantau di mudiak atau dikenal dengan istilah rantau nan duo. Rantau Minangkabau menjadi pintu gerbang menuju Alam Minangkabau, dalam istilah lainnya rantau dapat bermakna pelabuhan. Kawasan rantau dalam sisi kehidupan orang Minangkabau merupakan tempat pencarian, kawasan perdagangan, maupun dapat menjadi saluran ke luar dari sejumlah kelebihan dari luhak nan tigo (darek) berupa tenaga, penduduk, kekecewaan, keingintahuan dan ambisi sehingga hal ini menjadi perluasan dan pengembangan kawasan rantau itu sendiri.

Dalam perjalanan waktu, suku Minangkabau yang tadinya berasal dari satu nagari Pariangan di Gunung Merapi, menyebar menjadi luhak nantigo, dan kemudian berkembang ke wilayah pinggiran di luar kawasan inti Alam Minangkabau. Kawasan-kawasan di pinggiran inti Alam Minang inilah yang kemudian disebut nagari Rantau.

Nagari Rantau yang awal mulanya merupakan tempat pemukiman orang-orang Minang. Lambat laun, menjadi wilayah kedua Alam Minangkabau yang terpisah dari daerah asalnya. Bahkan, saat ini orang Minang hadir hampi di seleuruh pelosok dunia. Namun, masyarakat di nagari-nagari Rantau tetap menghubungkan diri dengan kebudayaan nagari asalnya, sebagai urang Minang dan selalu mengikatkan diri secara etnik dan kultural dengan Minangkabau.

Sementara itu, berkembang pula masyarakat Tionghoa di Minangkabau sebagai wujud dari kedekatan antara Kerajaan Tiongkok dan Kerajaan Pagaruyung yang membuka peluang perantau Tionghoa menempati satu daerah di tanah Minang. Daerah pertama yang ditempati oleh perantau asal Tiongkok ini adalah Pariaman yang terletak di Pantai Barat Sumatera. Para perantau tersebut fokus pada perdagangan pada abad ke 17.

Kemudian, aktivitas perdagangan orang-orang Tionghoa berkembang ke Kota Padang. Pengembangan tersebut ditandai dengan berdirinya serikat dagang milik Belanda Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) tahun 1660. Pedagang Tionghoa dan VOC menjalin kontak dagang dengan penduduk Padang yang pada mulanya juga merupakan para pedagang dari luhak nan tigo. Selang 22 tahun kemudian, kerjasama dagang ini meningkatkan jumlah etnis Tionghoa di Padang. Hal tersebut merupakan momentum membesarnya pemukiman Tionghoa di Kota Padang, hingga kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun