Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Banyak Guru Lebih Suka Menulis Puisi daripada Sharing Dunia Pendidikan?

16 Februari 2023   09:46 Diperbarui: 16 Februari 2023   13:33 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image:  Kompasiana juga akan membuat banyak orang melatih menulis tulisan ilmiah. (by Merza Gamal)

Sungguh sangat disayangkan jika kemampuan guru-guru yang hebat jika hanya terpaku dalam menulis fiksi (puisi) dan tidak memanfaatkan media Kompasiana untuk menjajal kemampuan menulis dan sharing tentang dunia pendidikan, sehingga kontribusi untuk memajukan dunia pendidikan secara publik lebih dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia  umumnya.

Namun, Kakek Merza dapat memahami setelah mengamati dan "bergaul" dengan sebagian guru-guru hebat yang menjadi Kompasianer. Mungkin permasalahan utama, para guru hebat jarang yang menulis non fiksi dan sharing tentang dunia pendidikan adalah faktor kejamnya Admin Pintar Otomatis yang akan tanpa ampun membabat setiap artikel yang mengandung kemiripan 25% dari tulisan yang pernah tampil di dunia maya.

Kejamnya Admin Pintar Otomatis yang tidak bernyawa dan tidak memiliki jiwa tersebut membuat para guru ketakutan untuk menulis hal-hal di luar fiksi. Selain tulisan yang dibabat, penulis juga akan dicap sebagai plagiator, dan jika sudah lebih 4 kali, maka akun pun diblokir. Sehingga, hal tersebut tentu membuat malu Kompasianer yang akunnya terpampang tanda gembok dan sebagian besar masyarakat yang tidak tahu ikut mencap Kompasianer tersebut sebagai plagiator dan membuat dalam daftar mereka sebagai insan yang tidak bisa mendapatan job dari mereka.

Bisa saja dalam sebuah tulisan mengandung kemiripan dengan banyak tulisan yang beredar di jagad maya saat ini, walaupun penulis sama sekali tidak melakukan copy paste. Apalagi jika tulisan-tulisan itu butuh referensi seperti peraturan perundangan, kita suci, hadis-hadis, dan sumber-sumber sejenis, maka tidak mungkin melakukan pemenggalan kalimat atau membuat paraphrase.

Akhirnya dengan adanya Admin canggih yang katanya pintar tersebut, membuat banyak Kompasianer, termasuk guru lebih nyaman untuk menulis fiksi (puisi) daripada sharing tentang dunia pendidikan apalagi mempublikasikan karya ilmiahnya di Kompasiana.

Sebenarnya, dengan banyaknya guru yang menulis dengan menjadi Kompasianer, berarti sedang membuka pintu kolaborasi. Melalui curhatan, cerita, dan pengalaman terkait dunia pendidikan yang para guru jalani dan bagikan melalui tulisan akan mampu menggerakkan pembaca untuk melakukan hal yang sama. 

Sehingga, mungkin saja akan terjadi kolaborasi dengan guru dengan sesama Kompasianer. Dan, bukan tidak mungkin di antara pembaca dan Kompasianer adalah pemangku kepentingan yang kelak akan menghubungi guru tersebut setelah membaca tulisannya mengenai dunia pendidikan di Kompasiana. 

Melatih menulis non fiksi melalui Kompasiana juga akan membuat banyak orang melatih menulis tulisan ilmiah. Sehingga ketika harus membuat tulisan ilmiah sebagai persyaratan kelulusan atau peningkatan peringkat jabatan, maka tidak perlu ribut mencari joki karya ilmiah. 

Image:  Kompasiana juga akan membuat banyak orang melatih menulis tulisan ilmiah. (by Merza Gamal)
Image:  Kompasiana juga akan membuat banyak orang melatih menulis tulisan ilmiah. (by Merza Gamal)

Seorang guru yang menulis adalah guru yang tidak ingin menjadi guru yang biasa-biasa saja karena siap dan mau memberikan hal lebih untuk profesinya. Guru yang demikian sadar bahwa dia adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Untuk menjadi pahlawan, tidak bisa hanya berbuat yang biasa-biasa saja.

Sayyid Quthb berkata, "Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala." Dan, Pramoedya Ananta Toer juga berkata, "Jika ingin mengenal dunia, membacalah. Jika ingin dikenal dunia, menulislah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun