Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengapa Banyak Milenial dan Gen Z Menolak Menikah?

20 Desember 2022   13:57 Diperbarui: 8 Januari 2023   16:44 1424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Mengapa menolak menikah) (Grafis olahan Merza Gamal)

Artikel Pilihan yang ditawarkan Redaksi Kompasiana kali ini cukup bombastis, yaitu, "Indonesia Bisa Alami Resesi Seks?" Tema artikel pilihan kali ini cukup vulgar, karena tidak biasa Kompasiana seperti ini. Sekitar 7 bulan yang lalu, saya pernah menulis tentang Kaum Pelangi di kalangan Gen Z yang menurut beberapa survei saat ini mencapai 20%, dan tidak ada kata-kata "seks"nya saja bisa tidak dipilih oleh Admin, walaupun cukup banyak yang membaca artikel saya tersebut.

Membaca salah satu artikel pilihan dengan tema yang ditawarkan oleh Redaksi Kompas, saya tertarik dengan artikel yang ditulis oleh Reynal Prasetya yang berjudul "Indonesia Tak Akan Alami Resesi Seks, Ini Alasannya".

Menurut Reynal, kehidupan anak remaja dan dewasa di Indonesia khususnya dalam hal seks di luar perkawinan sangat berbeda dengan kehidupan anak remaja dan dewasa muda di Amerika. Reynal berpendapat bahwa resesi seks tidak pernah dan tak akan mungkin terjadi di Indonesia sebagaimana yang dipaparkan oleh Media Barat. Meski dunia sekarang semakin mengarah kepada trend global, namun soal seks agaknya masyarakat Indonesia masih menganggap hal tersebut sebagai hal yang tabu dan privat.

Namun demikian, jika yang dimaksud penundaan pernikahan, maka hal tersebut juga termasuk di Indonesia. Bahkan Reynal mengakui bahwa dirinya juga memilih untuk menunda pernikahan. Hal itu dilakukannya mengingat bagaimana rumitnya pernikahan di zaman modern ini dan tingginya tuntutan hidup dan biaya ekonomi, sehingga Reynal memilih untuk fokus pada karir dan pengembangan diri ketimbang terburu-buru untuk menikah.

Dalam sebuah angket yang dibuat oleh quora.com baru-baru ini dengan pertanyaan "Why are young men not willing to get married anymore?", banyak yang memberikan jawaban di luar pemikiran Kakek Merza, seorang transiator Baby Boomers-GenX.

Salah satu jawaban yang disampaikan oleh Gen Z, yaitu "Saya tidak tahu siapa yang baik atau buruk, jadi lebih baik jauhi omong kosong (pernikahan) ini. Karena banyak orang menunjukkan warna aslinya setelah menikah. Pernikahan adalah penipuan legal bagi pria di mana pria tidak memiliki hak hanya untuk semua tanggung jawab raja. Bahkan jika yang disebut pasangan hidup saya menipu saya, saya tetap harus membayar uang. Tidak ada pernikahan sama dengan hidup bahagia."

Ada jawaban lain dari Milenial, yaitu "Adalah sebuah horor ketika mencoba memahami biaya dan tekanan yang terkait dengan teriakan anak-anak yang tumbuh menjadi remaja yang ingin dia menghabiskan sebagian besar gaji orangtuanya untuk gadget terbaru dan biaya kuliah yang mahal demi membantu masa depan anak. Kehidupan lajang adalah kehidupan yang terbaik."

Bahkan, ada jawaban yang cukup mengerikan bagi Kakek Merza yang mungkin untuk ukuran sekarang dianggap kolot, yaitu "Mengapa membeli sapi ketika ada peternakan penuh yang bisa diperah gratis. Adalah memalukan untuk menyia-nyiakan energi masa muda dengan melakukan daftar pekerjaan madu dan tidak memiliki waktu untuk diri sendiri."

Menurut sebuah laporan dari Pew Research Center, kaum Milenial (lahir antara 1980-1996) lebih lambat membangun rumah tangga sendiri. Namun meski belum berumahtangga, lebih dari empat puluh persen tidak tinggal dengan keluarga mereka sendiri. Banyak Milenial memilih untuk test drive pernikahan, atau hidup dengan pasangan romantisnya tanpa ikatan pernikahan. Fenomena ini, tampaknya bukan hanya di Amerika dan negara Eropa, tetapi sudah merambah ke Indonesia, tidak sedikit sekarang pasangan tanpa nikah tinggal bersama di berbagai apartment. Bahkan juga ada yang berani tinggal di lingkungan perumahaan karena semakin permisifnya masyarakat saat ini.

 Menurut Clarissa Sawyer, yang mengajar psikologi gender dan perkembangan dan penuaan orang dewasa di Universitas Bentley, mengatakan bahwa tren pernikahan Millenial berakar pada pendidikan. Wanita di seluruh dunia menikah belakangan dan sebagian karena wanita semakin berpendidikan dan berinvestasi dalam karir mereka. Saat ini, terjadi  peningkatan rasio wanita berpendidikan perguruan tinggi dengan pria berpendidikan tinggi.  Para wanita tersebut merasa telah menginvestasikan banyak waktu dan uang untuk kuliah, jadi mereka mendapatkan pekerjaan dan menunda pernikahan atau malah tidak menikah selamanya.

Alasan lain mengapa banyak millenial dan Gen Z tidak mau menikah adalah merasa teman sekelas perempuannya selalu ingin mengontrol anak laki-laki. Oleh karena itu, banyak remaja dan anak muda laki-laki  menghindari wanita dan memilih untuk bersenang-senang dengan teman pria yang kemudian berlanjut menjadi kencan sesama jenis.

Jawaban beberapa generasi muda yang akhirnya memilih berkencan dengan sesama lelaki melihatkan bahwa Kaum Pelangi, saat ini, sudah tidak malu-malu lagi mengakui keadaan mereka di berbagai belahan dunia.

Terkait dengan dunia kerja, Gallup, sebagai sebuah Lembaga yang bergerak dalam bidang pengembangan sumberdaya manusia, melaporkan berdasarkan survei yang di release pada Februari 2022 menemukan  banyak kejutan terkait keberadaan kaum Pelangi di dunia kerja sejak tahun 2012.

Hasil survei tersebut antara lain menemukan bahwa satu dari lima orang (hampir 20%) dewasa Gen Z mengidentifikasi diri sebagai kaum pelangi, dan identifikasi biseksual adalah yang paling umum di antara kaum pelangi. Memang, survei tersebut dilakukan di Amerika, namun gambaran dari survei tersebut bisa saja terjadi dibelahan bumi lain, termasuk di Indonesia.

Gen Z, tidak seperti generasi sebelumnya. Mereka tumbuh di media sosial, dengan akses ke komunitas dan konten yang menormalkan kehadiaran dan representasi kaum pelangi. Banyak konten cerita serta kebenaran individu dan selebritas kaum pelangi di media sosial membuat mereka menjadikan kehidupan seperti itu adalah sesuatu yang lumrah.

Kondisi tersebut juga sudah terjadi di Indonesia. Beberapa pasangan kaum pelangi dari Milenium dan Gen Z telah berani menampakkan diri di TikTok, Instagram dan YouTube dengan membuat live streaming bersama pasangan mereka. Ratusan ribu follower dan subscriber terdaftar dalam akun mereka, bahkan sudah ada yang jutaan. Bahkan bintang-bintang Y Film (istilah film romance kaum pelangi) dari Korea dan Thailand menjadi idola di Indonesia, dan pertunjukan panggung mereka dengan tiket harga diatas setengah juta hingga tiga juta rupiah ludes sebulan sebelum mereka manggung.

Fenomena tersebut di Indonesia, saat ini bagaikan gunung es. Kita tidak dapat hanya memaki keadaan. Masing-masing kita yang memiliki keluarga dan sanak saudara perlu menanamkan nilai-nilai agama dan moral, serta menjaga tingkah laku dan pergaulan yang sesuai dengan norma kepatutan bagi anak-cucu kita.

Wallahualam bishowab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun