Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, Marc Andreessen (dalam Wall Street Jounal, 20 Agustus 2011) mengatakan bahwa "software sedang memakan dunia". Namun, hari ini yang kita rasakan bukan lagi memakan, tetapi software adalah dunia. Industri software (perangkat lunak) terus tumbuh secara masif. Dan, semakin banyak perusahaan tradisional yang menyadari bahwa untuk bersaing dan tumbuh di dunia digital, mereka harus berpenampilan, berpikir, dan bertindak seperti perusahaan perangkat lunak itu sendiri.
Sesuai dengan hasil penelitian McKinsey pada Juni 2022, hampir 70 persen dari pelaku ekonomi teratas menggunakan perangkat lunak mereka sendiri untuk membedakan diri mereka dari pesaing mereka.  Sepertiga dari mereka yang berkinerja terbaik memonetisasi perangkat lunak secara langsung. Sementara kompetitor mereka hanya 50 persen menggunakan software sendiri.
Secara umum, perusahaan mungkin sudah menerima pentingnya perangkat lunak, namun  mereka masih cenderung memandang perangkat lunak sebagai kemampuan yang dapat mereka gunakan pada software lama yang sudah ada. Penelitian menunjukkan bahwa hampir dua pertiga perusahaan telah berinvestasi dalam perangkat lunak sebagai layanan atau perangkat lunak komersial modern. Namun investasi saja tidak membuat bisnis mereka berhasil sebagai software company. Menjalankan bisnis berbasis software memerlukan perubahan mendasar dengan keahlian, praktik, kepemimpinan, dan struktur organisasi yang berbeda.
Perusahaan dalam  bidang apa pun yang berevolusi sebagai software company terjadi karena tiga perubahan mendasar.
Pertama, adopsi produk digital yang dipercepat mendorong upaya untuk menyematkan perangkat lunak ke dalam produk dan pengalaman pembelian melalui segala hal mulai dari personalisasi hingga pengiriman omnichannel yang lancar. Â
Kedua, lebih banyak values dalam lebih banyak produk dan layanan pada lebih banyak industri berasal dari perangkat lunak. Misalnya, rata-rata perusahaan industri mengharapkan bagian pendapatannya dari perangkat lunak menjadi dua kali lipat selama tiga tahun ke depan.
Ketiga, pertumbuhan komputasi awan (i-cloud), platform sebagai layanan, alat kode rendah dan tanpa kode, serta bantuan pemrograman berbasis Artificial Itelligence (AI) memberikan kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke tangan miliaran pekerja.
Perusahaan nonteknis software baru menghasilkan kurang dari 7 persen dari semua pendapatan perangkat lunak di dunia. Jadi, masih sangat besar peluang  yang bisa diperoleh oleh perusahaan nonteknis. Walau baru t%, namun bukan berarti tidak ada yang berhasil.
Untuk memahami perusahaann yang berhasil, McKinsey menganalisis lebih dari 20 perusahaan yang melakukan transformasi perangkat lunak dan berdiskusi dengan 12 eksekutif senior yang telah memimpin transisi perangkat lunak yang sukses. Dari analisisi tersebut diperoleh tiga pola dasar perusahaan 'beralih ke perangkat lunak'.
Pola dasar satu: sematkan perangkat lunak ke dalam inti bisnis.
Untuk perusahaan yang menghadapi ancaman bisnis eksternal yang signifikan atau ingin melakukan lompatan besar dalam pertumbuhan, menjadi bisnis perangkat lunak pada intinya adalah strategi yang sangat besar. Sementara model bisnis perusahaan tetap konsisten, model operasinya bergeser untuk menempatkan perangkat lunak sebagai intinya. Salah satu bank global terkemuka, misalnya, menyadari bahwa untuk menanggapi perusahaan fintech dan mengubah ekspektasi pelanggan, bank perlu menjadi bank yang mengutamakan digital. Model tersebut menciptakan 25 peran manajer umum untuk beroperasi seperti CEO dan bertanggung jawab penuh untuk memimpin inisiatif perangkat lunak prioritas tinggi. Model ini juga mempekerjakan ratusan engineer, manajer produk, dan anggota tim teknis lainnya untuk membantu memutar organisasi teknologinya dan beroperasi dengan kecepatan. dan ketangkasan start-up.
Pola dasar dua: membangun bisnis perangkat lunak baru.
Ketika perusahaan menghadapi gangguan mendasar atau menemukan kedekatan yang sangat menarik, mereka sering meluncurkan bisnis perangkat lunak baru. Bisnis baru biasanya memiliki akun rugi-laba sendiri dan beroperasi secara berbeda dari bisnis inti. Pola dasar ini bisa menjadi cara yang baik untuk belajar sambil memulai aliran pendapatan baru dengan potensi untuk menyalip bisnis lama dari waktu ke waktu. Rockwell Automation, misalnya, menyadari bahwa ia perlu mendiversifikasi aliran pendapatannya dengan membangun rangkaian produk perangkat lunak yang lebih kaya untuk melengkapi penawaran perangkat kerasnya. Perusahaan membuat poros eksplisit untuk mendirikan unit bisnis perangkat lunak dengan pemimpin perangkat lunak yang berpengalaman dan otonomi yang memadai serta tanggung jawab pada rugi-laba.
Pola dasar tiga: membawa 'permata' perangkat lunak internal ke pasar.
Pola dasar ini adalah tentang mengubah perangkat lunak yang dikembangkan untuk mengelola masalah internal menjadi produk untuk dijual secara eksternal. Produk perangkat lunak ini dapat berdampingan dengan penawaran inti, tetapi masing-masing membutuhkan manajemen produk, teknik, dan kemampuan masuk ke pasar sendiri. Dalam beberapa kasus, perusahaan meluncurkan produk sebagai perusahaan independen. Contohnya: DBS yang berfokus pada penyelesaian masalah pelanggan dalam perjalanan perbankan, sedang dalam tahap awal menjual beberapa solusi internalnya (seperti perencanaan keuangan) dan platform ke lembaga perbankan global lainnya.
Beberapa perusahaan yang memiliki kemampuan dan permintaan pasar yang memadai mengejar beberapa arketipe sekaligus. Namun, perusahaan juga dapat bertransisi melalui arketipe yang berbeda seiring kemampuan mereka matang dan pasar berkembang.
Kunci keberhasilan adalah mereka memiliki komitmen pada budaya perangkat lunak. Setiap pemimpin yang sukses menggarisbawahi fakta bahwa membangun bisnis yang berpusat pada perangkat lunak berarti membangun budaya perangkat lunak. Membangun budaya bukan sekedar menambahkan perangkat lunak dan menerapkan DevOps (pengembangan perangkat lunak dan operasi TI).
Menjadi software company membutuhkan pembangunan budaya yang sangat menghargai kreativitas dan keahlian teknik yang hebat, meningkatkan kepemimpinan produk dan fokus yang mengutamakan pelanggan, serta memberdayakan tim kepemimpinan dengan pemahaman yang kuat tentang model dan teknologi bisnis perangkat lunak. Membangun budaya itu memang menantang, dan tiga kunci sukses CEO yang membawa perusahaannya menjadi software company yang berhasil dan menguntungkan adalah: kepemimpinan, komunikasi, dan investasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H