Percepatan kemajuan komputasi quantum yang berkembang pesat menuju kelayakan komersial menjadi perhatian banyak pihak saat ini. Selama masa pandemi Covid-19, hanya dalam beberapa bulan, sebuah pusat penelitian di Jepang mengumumkan terobosan dalam melibatkan qubit (unit dasar informasi dalam kuantum yang mirip dengan bit pada komputer konvensional) yang dapat meningkatkan koreksi kesalahan dalam sistem komputasi quantum dan berpotensi menghasilkan skala besar komputasi kuantum.Â
Demikian pula salah satu perusahaan di Australia telah pula mengembangkan perangkat lunak yang bereksperimen untuk meningkatkan kinerja berbagai jenis perangkat keras komputasi quantum.
Terobosan teknologi komputasi quantum semakin cepat, dolar investasi mengalir masuk semakin besar, dan perusahaan rintisan komputasi quantum semakin berkembang biak. Beberapa perusahaan teknologi besar juga terus mengembangkan kemampuan komputasi quantum mereka. Perusahaan-perusahaan seperti Alibaba, Amazon, IBM, Google, dan Microsoft telah meluncurkan layanan cloud komputasi quantum komersial.
Pada saat ini, semua kegiatan tersebut belum serta merta diterjemahkan sebagai hasil komersial. Namun demikian, komputasi quantum memiliki prospek besar untuk membantu bisnis memecahkan masalah yang berada di luar jangkauan dan kecepatan komputer konvensional berperforma tinggi. Pada tahap awal, saat ini, penggunaan komputasi quantum masih bagian besar dari eksperimental dan hipotetis.
Berbagai aktivitas percepatan pengembangan komputasi quantum menunjukkan bahwa eksekutif perusahaan dan Chief Information Officer (CIO) Â tidak bisa lagi menjadi pengamat belaka. Para pemimpin harus mulai merumuskan strategi komputasi quantum mereka, terutama di industri, agar dapat menuai manfaat awal komputasi quantum komersial.Â
Menurut prediksi para pakar, perubahan mungkin terjadi pada awal 2030, karena beberapa perusahaan memperkirakan mereka akan meluncurkan sistem quantum yang dapat digunakan pada saat itu.
Permasalahan yang dirasakan dalam percepatan komputasi quantum saat ini adalah kesenjangan ketersediaan talent. Kesenjangan ini bisa dibilang dapat mengancam dan  menghentikan kemajuan dalam kasus penggunaan quantum terobosan, membahayakan penciptaan nilai bisnis dalam jumlah besar.
Laporan Quantum Technology Monitor yang dikeluarkan McKinsey pada Juni 2022 menemukan bahwa hanya ada satu kandidat komputasi quantum yang memenuhi syarat yang tersedia untuk setiap tiga lowongan pekerjaan quantum. Diperkirakan pada tahun 2025, kurang dari 50 persen pekerjaan komputasi quantum yang akan terisi, kecuali jika terjadi intervensi yang signifikan.
Perusahaan rintisan quantum dan perusahaan teknologi mapan merasakan adanya krisis talent dalam percepatan komputasi quantum. Krisis tersebut juga dirasakan pada pasar perangkat keras (hardware), di mana lebih dari setengah investasi quantum saat ini terkonsentrasi. Krisis talent ini terjadi saat mereka berlomba untuk memecahkan pertanyaan mendasar di lapangan dan menghasilkan kesalahan sistem quantum toleran, yang diperlukan untuk membuka potensi penuh teknologi.
Seiring dengan kemajuan percepatan komputasi quantum, permintaan talenta quantum pun bergeser, dari perusahaan hardware ke perusahaan perangkat lunak (software), dan kemudian ke perusahaan yang akan menggunakan teknologi tersebut. Banyak pemimpin di seluruh bidang industri sudah mulai menyusun tim quantum dan menguji algoritme tahap awal pada kelas sistem quantum saat ini. Mereka juga mengeksplorasi bagaimana algoritme quantum dapat meningkatkan protokol enkripsi dalam layanan keuangan, mengoptimalkan rute dan armada dalam logistik, dan meningkatkan pemilihan lokasi uji klinis di bidang farmasi.