Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mampu Beli Mobil, Garasi Tak Terbeli

11 Desember 2022   14:51 Diperbarui: 11 Desember 2022   17:03 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa harga mobil sekelas Alphard, Camry, BMW, Fortuner, Accord, Pajero, dan lainnya? Di Sebagian daerah, harga-harga mobil tersebut bisa untuk membeli rumah cukup bagus.

Namun di seputaran Jakarta, harga mobil jauh lebih murah daripada harga tanah. Sehingga tidak heran jika di sekitar perumahan, banyak mobil-mobil seperti itu hanya disimpan di luar halaman rumah, jangankan ditaruh di garasi. (lihat image)

Seperti di perumahan Kakek Merza, luas tanah per kavling perumahan rata-rata 200-250m2, hanya di-design untuk menyimpan 2 mobil, paling banyak 3-4 mobil bagi rumah yang tanahnya lebih besar, yang bisa masuk ke garasi atau pun teras /halaman rumah.

Ketika cluster perumahan masih baru di era pertengahan 90'an, rata-rata pasangan yang tinggal di sana masih memiliki anak-anak kecil. Dengan demikian, mobil yang dibutuhkan masih cukup 1-2 saja yang digunakan untuk urusan pekerjaan masing-masing pasangan.

Seiring berjalannya waktu, anak-anak pun semakin besar. Sekolahnya pun mulai jauh dari rumah, sehingga tidak ada lagi mobil antar-jemput sekolah. Mulailah anak yang besar dibelikan mobil, lalu 2-3 tahun kemudian ditambah lagi untuk adiknya satu mobil lagi.

Ketika penambahan mobil untuk anak yang sulung, mulailah ada mobil yang tidak bisa lagi disimpan di garasi atau halam rumah, sehingga mobil pun sudah parkir di pinggir jalan cluster perumahan. Di tambah satu mobil lagi, jatah jalanan semakin mengecil karena parkiran mobil.

Kondisi demikian, tentu tidak terjadi hanya terjadi pada satu rumah, dan akhirnya penuhlah jalan perumahan menjadi parkiran mobil.

Hal tersebut menjadi dilemma, mau beli tanah lagi untuk garasi atau halaman, sebelah menyebelah rumah sudah merupakan rumah orang lain yang tidak dijual. Mau pindah ke perumahan baru, artinya akan lebih jauh lagi dari lokasi bekerja atau berusaha. Selain lebih jauh, kavling perumahan yang ada juga lebih kecil daripada kavling perumahan lama.

Kavling-kavling di cluster baru, saat ini rata-rata 150m2 ke bawah, walau luas bangunan bisa jadi lebih besar daripada rumah awal di di cluster perumahan lama dengan dibangun sampai 3,5 tingkat. Dan, harga rumahnya bisa membeli beberapa mobil baru.

Akhirnya jalan fasilitas umum di cluster perumahan menjadi tempat parkir mobil yang padat, terutama jika sudah malam dan di akhir pekan.

Fenomena tersebut, sepertinya bukan hanya terjadi di sekitar perumahan Kakek Merza, tetapi menjadi fenomena umum di hampir seluruh perumahan yang ada di sekitar ibukota negara tercinta Indonesia saat ini.

Di cluster perumahan tempat Kakek Merza tinggal, untungnya (orang Indonesia selalu merasa beruntung), lebar jalan fasilitas umum masih cukup untuk dilewati mobil lain, meskipun di kiri-kanannya ada mobil yang diparkir. Bayangkan jika di perumahan yang lebar jalannya kurang dari 6 meter, begitu ada di kiri-kanannya mobil parkir, mobil lain sudah tidak bisa lewat lagi.

Kakek Merza jadi ingat waktu kecil, masih tinggal di daerah, halaman rumah masih sangat luas dibandingkan besarnya rumah. Saat masih di Pekanbaru, rumah orangtua bisa memuat banyak mobil jika sedang ada acara di rumah. Demikian pula ketika pindah sekolah di Bandung hingga tamat kuliah, tempat tinggal Kakek Merza punya halaman luas untuk memarkir banyak mobil jika diperlukan.

Begitu kerja dan tinggal di Jakarta di tahun 1989, halaman rumah sangat kecil dibandingkan ukuran rumah. Harga tanah per m2 persegi sangat mahal. Transportasi umum yang layak masih sangat terbatas, sehingga orang masih mengandalkan kendaraan pribadi sebagai alat transporatsi yang mengantarkannya beraktivitas ke mana-mana.

Hingga saat ini, walaupun moda transportasi umum lebih baik, tetapi orang-orang lama dari generasi sebelum Gen Y dan Gen Z masih merasa belum sepenuhnya nyaman untuk menggunakan moda transportasi umum. Jika pun menggunakan transportasi bukan milik pribadi, pilihannya jatuh kepada kendaraan yang dikelola oleh jaringan online.

Menggunakan kendaraan dari jasa online memang lebih memudahkan, yaitu tidak repot mencari parkiran dan tidak stress menyetir di jalanan yang tidak pernah tidak macet. Namun dibalik itu, mobil-mobil jadi ditinggalkan di rumah, sehingga siang hari pun saat ini jalan fasilitas umum di cluster perumahan tetap dipenuhi oleh parkiran mobil pribadi yang tidak dibawa oleh pemiliknya, Karena, pemiliknya menggunakan mobil dari jasa online dengan meninggalkan mobilnya di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun