Sejak krisis pandemi Covid-19 hampir tiga tahun berselang, terjadi perkembangan siklus bisnis yang mengerikan kombinasi dari pandemi global yang diperparah oleh kelangkaan energi, inflasi yang cepat, dan ketegangan geopolitik yang memuncak. Kondisi tersebut membuat orang bertanya-tanya kepastian apa yang tersisa. Ancaman depresi 2023 membayang di depan mata.
Peristiwa hari ini bahkan mungkin terasa seperti sekelompok gempa bumi yang membentuk kembali dunia kita. Belajar dari sejarah, sebenarnya "gempa ekonomi" serupa telah terjadi di masa lalu. Beberapa kejadian yang dicatat sejarah adalah: setelah Perang Dunia II (1944-1946), selama periode sekitar krisis minyak (1971--1973), dan pada saat pecahnya Uni Soviet (1989--1992).
Sebagaimana gempa sungguhan, masing-masing peristiwa tersebut mengubah lanskap global dengan pelepasan tiba-tiba kekuatan dasar yang kuat yang telah terbentuk di sekitar garis patahan seiring waktu. "Gempa-gempa ekonomi" yang berlangsung selama beberapa tahun pada setiap peristiwa, masing-masing mengantarkan era baru, yakni: Boom Pascaperang (1944--1971), Era Perselisihan (1971--1989), dan Era Pasar (1989--2019).
Mungkinkah kondisi saat ini merupakan pertanda  akan terjadinya kembali gempa ekonomi?
Kondisi saat ini, mengingatkan para pengamat dan pelaku ekonomi yang mengalami guncangan minyak di awal 1970-an, memiliki fitur yang sama, yakni terjadinya krisis energi, guncangan pasokan negatif, kembalinya inflasi, era moneter baru, meningkatnya pernyataan geopolitik multipolar, persaingan sumber daya, yang mengakibatkan perlambatan produktivitas di dunia Barat.
Setelah itu datang gempa susulan dalam banyak gelombang dan membutuhkan waktu hampir 20 tahun untuk menyelesaikannya. Mengembalikan stabilitas membutuhkan investasi untuk membangun kemandirian energi oleh negara-negara non-OPEC. Untuk menjaga stabilisasi moneter Federal Reserve AS memberlakukan  agar keluar dari resesi. Disamping itu, ada kemauan politik yang kuat yang dipersonifikasikan oleh Ronald Reagan, Margaret Thatcher, dan Deng Xiaoping untuk membangun era baru ekonomi pasca depresi.
Namun demikian, ada perbedaan antara kondisi yang terjadi saat ini dengan gempa ekonomi  di awal tahun 1970-an. Keadaan sekarang bisa dibilang memperbesar alasan kekhawatiran berbagai pihak. Dunia saat ini jauh lebih terjalin secara global, didukung secara finansial, dan dibatasi oleh karbon. Apakah kita bisa berbuat lebih baik dan menulis narasi kemajuan baru lebih cepat daripada peristiwa 1970-an tersebut?
Peritiwa yang terjadi saat ini juga berbeda dengan guncangan lainnya seperti krisis keuangan Asia pada tahun 1997, dot-com bust pada tahun 2000, dan krisis keuangan global pada tahun 2008. Peristiwa-peristiwa tersebut, sebagian besar, berada pada sisi permintaan dan terjadi pada suatu wilayah atau sektor. Namun yang terjadi hari ini, kita menghadapi krisis sisi penawaran, yang secara inheren bersifat fisik daripada psikologis, dengan latar belakang lanskap geopolitik yang berubah dan krisis tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu.
Dan, yang penting untuk diketahui, bahwa  gempa ekonomi hari ini sebagian besar datang sebagai kejutan, mengguncang dunia setelah era 30 tahun yang relatif tenang. Era baru setelah gempa ekonomi ini berakhir harus dimulai dari titik yang berbeda secara fundamental dari era sebelumnya.
Kesenjangan yang terjadi pada pergantian tahun 1990-an memiiki kesenjangan yang jauh lebih jelas antara dunia maju dan berkembang. Populasi besar yang miskin energi dan sumber daya terjadi saat itu. Kemudian, lebih banyak orang yang tinggal di daerah pedesaan (atau di luar orbit pasar dan modal global), lebih banyak orang yang tidak berpendidikan, dan terputus antara satu sama lain dan dari kurang mendapatkan informasi dunia.
Kondisi pada saat ini, dunia lebih menyatu ke dalam ekonomi global, dengan pertumbuhan yang cepat mengejar miliaran orang dengan mempertahankan keuntungan secara damai. Sejatinya, dunia saat ini lebih baik, tetapi dalam pertumbuhan ekonomi yang terjadi juga terdapat lebih banyak gangguan terhadap konstituen yang sudah mapan. Lebih banyak kepedihan akibat ketidakseimbangan dan di lain sisi terdapat pemain baru yang lebih kuat menegaskan tempat mereka di meja global.
Seperti apa era baru yang diramalkan setelah depresi 2023? Sulit untuk menjawabnya karena depresi 2023 itu sendiri belum benar-benar terjadi. Terdapat pertanyaan rumit yang belum terselesaikan, yang akan menentukan bagaimana situasinya.
Dalam tatanan dunia saat ini, terdapat kecenderungan ke arah multipolaritas, yang pada gilirannya dapat berimplikasi pada penataan kembali ke dalam kelompok-kelompok yang selaras secara regional dan ideologis. Akankah ekonomi tetap bersifat global, dan akankah kita menemukan mekanisme baru yang bisa diterapkan untuk bekerja sama di luar ekonomi?
Dalam politik internasional telah terjadi moderasi relatif yang memberi jalan bagi lebih banyak polarisasi politik antar blok. Seberapa efektif institusi dan kepemimpinan global dan lokal beradaptasi dengan, dan membentuk, tatanan dunia yang berbeda saat ini? Â Â
Pendorong utama digitalisasi pada seluruh platform teknologi dan konektivitas era terbaru tampaknya mendekati kejenuhan. Namun demikian, seperangkat teknologi transversal yang sudah kuat, khususnya kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan bioteknologi, dapat digabungkan untuk menciptakan gelombang kemajuan besar lainnya pada era berikutnya.
Masih ada pertanyaan besar, apa dampak gelombang teknologi berikutnya terhadap pekerjaan dan tatanan sosial? Bagaimana teknologi, institusi, dan geopolitik akan berinteraksi?
Dunia muda, sebagai kekuatan demografis selanjutnya, akan berevolusi menjadi dunia perkotaan yang menua. Bagaimana negara, institusi, dan individu beradaptasi dengan perubahan demografis? Akankah kita menua dengan "anggun"? Bagaimana kapital dan institusi merespons ketidaksetaraan?
Menjawab itu semua, kita dipaksa untuk kembali fokus pada sistem sumber daya dan energi. Kurangnya investasi baru-baru yang dikombinasikan dengan gangguan geopolitik telah menciptakan kerentanan yang nyata. Keinginan kuat untuk mengalihkan investasi ke energi rendah karbon, masih sulit diwujudkan karena total investasi dalam semua bentuk energi tampaknya kesulitan mengimbangi kebutuhan energi.
Masalah ketahanan, kelayakan, dan keterjangkauan dapat menantang kecepatan transisi. Sumber daya penting untuk ekonomi masa depan menjadi titik jepit ekonomi dan geopolitik. Tanda tanya berlimpah. Bagaimana dunia menavigasi jalur yang terjangkau, tangguh, dan layak menuju stabilitas iklim? Dinamika apa yang akan terjadi antara mereka yang memiliki sumber daya penting dan mereka yang tidak?
Terakhir, dari sisi kapitalisasi. Tren jangka panjang menuju ekonomi yang padat modal dan finansial, tampaknya akan menjadikan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi normal. Leverage dan kredit yang tumbuh dapat berkembang menjadi tekanan neraca. Abad OECD [Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan], sepertinya akan digantikan oleh abad Asia. Akankah kita menemukan mesin produktivitas berikutnya untuk mendorong pertumbuhan? Akankah terjadi kembali kebangkitan neraca global?
Jika kita benar-benar berada di awal pergolakan pergeseran seismic, para eksekutif harus mempersiapkan kemungkinan era baru pasca depresi 2023 dan memposisikan diri mereka untuk membentuknya.
Titik pandang dalam artikel ini dapat mengundang pesimisme. Namun, melalui semua pasang surut dunia, kemajuan terus berjalan dan melakukan keajaiban. Zaman kita menuntut tindakan, tetapi sejarah juga menawarkan harapan besar. Pertanyaan terakhir adalah: "Bagaimana para pemimpin mempersiapkan diri?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H