Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apa pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-15)

7 Desember 2022   06:51 Diperbarui: 7 Desember 2022   06:52 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang fasilitas angkutan umum di perkotaan Indonesia pada era 90'an masih memprihatinkan. Demikian pula bersepeda dan berjalan kaki sangat tidak nyaman di jalanan ibukota negara tercinta. Namun di luar masalah fasilitas umum tersebut, sikap manja dan perasaan gengsi yang besar menyebabkan apa yang dilakukan Gustav dan Vera di Jerman sulit untuk ditemukan di tengah keluarga berada Indonesia.

Jam enam sore, aku bersama Gustav dan Vera kembali ke Heidelberg di antar oleh driver keluarga mereka. Mama memelukku erat sebelum kami masuk ke dalam mobil, "Mama belum puas dengan waktu kebersamaan kita di akhir pekan ini. Terimakasih kamu telah berlaku sebagai anak Mama dan dekat dengan Mama selama di sini," logikaku yang menolak mereka adalah keluargaku mulai terkalahkan oleh bisikan batinku untuk menerima mereka sebagai keluargaku, apalagi setelah mendengar kata-kata Mama melepaskan kepergianku sore ini kembali ke Heidelberg.

Sesampai di Heidelberg, Vera diantar terlebih dahulu ke dorm tempatnya tinggal selama kuliah di Fakutas Kedokteran Heidelberg. Aku dan Morgan ikut turun dari mobil mengantar Vera hinga lobby dorm. Vera memeluk dan mencium pipiku dan Gustav secara bergantian. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Hotel tempat kami peserta program menginap.

Sesampai dihotel, aku langsung menuju kamar dan Gustav tidak langsung ke kamarnya, tetapi mengikutiku ke kamarku. "Aku di kamarmu sampai mengantuk," katanya.

Setelah di kamar, aku pun bersih-bersih dan berwudhu di kamar mandi, lalu shalat isya dijamak dengan maghrib. Sebelum shalat aku lihat Gustav melepon peserta lain ke kamar mereka memberitahukan besok berangkat bersama ke lokasi magang di Kantor Lingkungan Kota dengan kendaraan Deutsche Bank.

Selesai aku shalat, dzikir dan berdoa, Gustav berkata, "setiap aku melihat Morgan sembahyang dan berdoa, entah mengapa hatiku ikut damai dan tentram."

"Ya, kedekatan kita dengan Tuhan akan membuat hidup kita berasa damai dan ikhlas menjalankan kehidupan ini," terangku kepada Gustav.

"Tetapi, tidak semua orang mengalami pengalaman spiritual sepertimu Morgan. Kehadiran Tuhan tidak selalu ditemui di hati setiap orang," kata Gustav kepadaku.

"Kita yang harus aktif mencari keberadaan Tuhan. Tuhan akan dekat jika kita mendekat kepadaNya dan Tuhan akan jauh jika kita menjauh dariNya," aku mencoba menerangkan keyakinanku terhadap Tuhan kepada Gustav.

"Tidak begitu Morgan, tidak setiap hati didatangi oleh Tuhan. Tuhan hanya memilih orang-orang tertentu untuk dekat denganNya. Dan kedekatan itu tidak bisa dipaksakan oleh para Imam yang merasa mereka memegang doktrin agama untuk disampaikan kepada jemaahnya," Gustav menyampaikan argument keyakinannya kepadaku.

"Aku merasa dekat dengan Tuhan, karena sejak kecil Ibu membimbingku untuk dekat dengan  Tuhan. Ibu mendatangkan guru agama untuk aku memahami ajaran agama yang kami yakini. Akan tetapi aku sekolah di Perguruan yang dimiliki oleh Yayasan yang berbeda dengan keyakinan agama kami, karena menurut Ibu, saat itu Sekolah Katolik secara mutu pendidikan dan kedisiplinan lebih unggul dari sekolah umum," terangku kepada Gustav menanggapi argumennya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun