Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Enam Prioritas CEO Menavigasi Turbulensi Dunia Saat ini

5 Desember 2022   14:07 Diperbarui: 5 Desember 2022   14:14 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir tahun 2022 sudah menjelang. Pandemi Covid-19 telah menghantui dunia sejak awal 2020. Krisis dan gangguan telah menguji para pemimpin terhadap sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya secara bersamaan, seperti inflasi yang melonjak, perang di Eropa, kerawanan energi, dan potensi resesi global.

Sebagian besar organisasi perusahaan gagal melakukan agenda defensif menghadapi  kondisi tersebut. Waktu habis untuk memadamkan api akibat kebakaran tanpa waktu yang tersisa untuk pemulihan. Oleh karena itu, harus ada prioritas mana yang harus muncul dalam agenda para CEO saat mereka berupaya menopang pertahanan dan mampu memenangkan persaingan.

McKinsey pada akhir November 2022 mengeluarkan Laporan Kajian berjudul "What matters most? Six priorities for CEOs in turbulent times" (Hal apa yang paling penting? Enam prioritas untuk CEO di masa-masa sulit).

Menurut kajian tersebut, dengan masalah ekonomi yang memuncak, sekaranglah saatnya untuk mengencangkan ikat pinggang dan mengenakan topi keras (helm project) dan jetpack untuk berakselerasi ke fase pertumbuhan berikutnya. Dalam kajian tersebut diibaratkan jika seorang eksekutif tertidur pada 2019 dan baru bangun saat ini, maka dia tidak akan mengenali dunia bisnis pada November 2022.

Pandemi COVID-19 mengubah berbagai aturan. Bahkan, saat ini, gangguan baru dan kuat sepertinya datang setiap dua hari sekali. Oleh karena itu, mengelola organisasi yang kompleks saat ini jauh lebih sulit dan sangat menantang daripada beberapa tahun yang lalu. Adapun tugas terberat bagi CEO sekarang adalah memutuskan apa yang perlu dilakukan dan apa yang bisa menunggu.

Kajian McKinsey tersebut merupakan hasil interview dan diskusi dengan ratusan pemimpin korporasi. Hasilnya McKinsey menemukan enam prioritas yang menonjol dalam agenda CEO di seluruh dunia. Langkah-langkah prioritas yang diambil para pemimpin untuk menopang pertahanan dan memenangkan persaingan sangat berbeda dari agenda defensif murni yang diikuti oleh banyak perusahaan pada umumnya.

Keenam langkah prioritas tersebut diuraikan secara lengkap dalam Laporan Kajian McKinsey, dan secara ringkas dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Ketahanan: Mundur, melompat ke depan;

2. Ambil keberanian;

3. Menetas bisnis baru;

4. Teknologi: Dasar pertumbuhan;

5. Net zero: Tetap di jalur;

6. Membangun kembali pengalaman insan perusahaan.

Prioritas pertama adalah ketahanan. Ketahanan merupakan kata kunci perusahaan dan menjadi "otot" penting bagi perusahaan untuk beroperasi di dunia yang penuh gejolak dan gangguan. Perusahaan harus bergerak lebih cepat akibat pandemi, ditambah dengan gangguan inflasi, serta rantai pasokan (terutama sektor energi) yang terkuras. Akibat dari semua itu, perusahaan harus menerapkan kecepatan baru pada enam dimensi ketahanan, yaitu: keuangan, operasi, teknologi, organisasi, model bisnis, dan reputasi.

Prioritas kedua berpusat pada keberanian. Banyaknya indikator merah membuat banyak pemimpin bisnis melakukan langkah mundur, menunda beberapa inisiatif, dan mengurangi rencana pertumbuhan. Langkah-langkah tersebut justru membuat perusahaan akan semakin sulit. CEO dan perusahaan terbaik harus bertindak ambidextrous, yakni berhati-hati dalam mengelola sisi bawah sambil dengan berani mengejar sisi atas.

Prioritas ketiga, sebagai pemimpin harus memikirkan dekade berikutnya, bukan bulan depan dengan memacu organisasi untuk memikirkan kembali peluang dan mengatur ulang papan permainan strategis dalam menghadapi volatilitas saat ini. Bukan saatnya lagi untuk membandingkan kinerja organisasi dengan industri, tetapi mampu menemukan kembali industri baru.

CEO mampu menjelajah ke sektor yang sama sekali berbeda dan menganggap membangun bisnis sebagai tiga prioritas utama. Hal tersebut dimulai dengan menetapkan standar yang sangat tinggi (berpikir unicorn), dan kemudian melindungi bisnis baru dari bisnis seperti biasa. Membangun bisnis baru yang paling menjanjikan adalah teknologi hijau.

Penelitian McKinsey mengidentifikasi 11 bisnis berteknologi hijau dengan nilai kolektifnya bisa mencapai $12 triliun dalam beberapa tahun. Agar mampu mengklaim posisi terdepan, CEO perlu mengingat bahwa, di masa-masa terbatas modal saat ini, mereka memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh perusahaan baru: mereka dapat memberikan bisnis baru dengan aset yang dibutuhkan untuk sukses.

Membangun bisnis baru pasti berarti teknologi baru dan lebih baik yang merupakan prioritas keempat CEO. Saat perusahaan mengejar peluang bisnis hijau baru, semua perusahaan non-teknologi yang melakukan perubahan akan menempatkan perangkat lunak (software) sebagai pusat bisnis mereka. Bagi perusahaan teknologi, mereka juga harus melakukannya untuk mendapatkan nilai maksimal dari transformasi digital mereka.

Hal tersebut di atas baru permulaan karena teknologi selalu berkembang dan menawarkan peluang baru bagi CEO yang ingin mengubah bisnis mereka ditambah dengan penetapan jalan menuju emisi net-zero pada November lalu di COP26 (Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021), sesuai janji para pemimpin bisnis untuk menargetkan hampir 90 persen penguranan emisi CO2, sehingga menjadi prioritas kelima CEO.

Prioritas kelima ini disertai ganguan akibat inflasi yang melonjak, perang di Eropa, kerawanan energi, dan potensi resesi global. Kondisi ini merupakan tantangan paling serius setidaknya dalam satu generasi. CEO harus mampu mengadaptasi, memitigasi, dan merajut konsep-konsep tujuan keberlanjutan, daya saing ekonomi, keterjangkauan, dan keamanan nasional untuk menjadi kendaraan yang bergerak dari nol menjadi nol bersih.

Untuk mewujudkan kelima prioritas tersebut, maka CEO harus menjalankan prioritas keenam yakni perlu melibatkan kembali insan perusahaan. Setelah pandemi COVID-19, CEO perlu menemukan rencana keterlibatan baru. Memperbaiki Model kerja hybrid dengan benar perlu diperbaiki. Para CEO harus berpikir keras tentang kantor masa depan, tempat yang diinginkan para pekerja untuk bertemu teman, mempelajari ide-ide baru, dan menemukan makna yang cukup dalam pekerjaan mereka.  

CEO adalah ahli strategi utama perusahaan, dan juga merupakan integrator utama, yang bertugas mengidentifikasi masalah yang merentang perusahaan dan merumuskan tanggapan yang membawa semua sumber daya yang tepat untuk ditanggung. Agar mampu melakukan semua itu dengan baik, CEO membutuhkan berbagai perspektif kontradiktif: luar ke dalam dan dalam ke luar; teleskop untuk melihat dunia dan mikroskop untuk memecahnya; tampilan snapshot dari masalah langsung dan rangkaian selang waktu untuk melihat ke masa depan.

Membaca dan mempelajari serta memahami Kajian McKinsey yang berjudul "What matters most? Six priorities for CEOs in turbulent times" tersebut akan dapat memberi CEO kejelasan yang mereka cari.

Terus Semangat!!!

Tetap Semangat...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun