Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-13)

4 Desember 2022   11:09 Diperbarui: 4 Desember 2022   11:47 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makan malam ini adalah yang kedua selama aku di rumah keluarga Gustav. Jika malam sebelumnya suasana begitu hening karena masing-masing membawa perasaannya sendiri, maka malam ini suasana makan malamnya jauh berbeda.

Banyak cerita yang menghiasi dentang denting sendok garpu yang beradu irama dengan berbagai piring yang terhidang di atas meja. Papa masih menyisakan cerita tentang pertandingan laga Stuttgart dan FC Cologne di laga Bundesliga yang baru kami saksikan di TV. Papa pun bertanya padaku bagaimana liga sepakbola di Indonesia.

Aku menjawab bahwa ada dua liga yang berjalan beriringan di Indonesia saat ini sejak tahun tahun 1979. Sebelumnya hanya ada Kejuaraan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) atau liga perserikatan yang telah diselenggarakan sejak tahun 1931 sebelum Indonesia merdeka dari pemerintahan kolonial. Perserikatan adalah klub sepakbola amatir yang dibentuk di suatu kota. Sedangkan liga yang satu lagi adalah Galatama yang merupakan laga untuk klub professional.

"Namun saat ini, Galatama kurang menarik karena tiadanya pemain yang benar-benar professional. Dulu sebelum tahun 1982, klub sepakbola yang bertanding di Galatama boleh merekrut pemain asing. Sejak dilarang, mutu liga Galatama juga menurun, bahkan sekarang banyak klub yang sudah berguguran," terangku bagai seorang pengamat bola professional.

Papa dan Gustav mengangguk-anggukan kepala, dan Papa terlihat penuh perhatian dengan ceritaku tentang sepakbola di Indonesia tanah airku. Mama pun meningkahi, "Papa jika sudah bicara sepakbola ngak bisa deh dihentikan," sambil mengunjukkan sepotong Chicken Schnitzel (menu ayam khas Jerman yang digoreng pipih dengan tepung roti ditambah mustard pedas) ke piring makanku.

Aku merasa semakin dekat dengan keluarga ini, walau hatiku tetap berusaha mengambil jarak bahwa sesungguhnya aku bukan keluarga kandung mereka.

Selesai makan, kami beranjak ke ruang keluarga, sembari menonton TV yang tersedia di ruangan tersebut. Di TV sedang ada pertunjukkan ABBA, group vocal dan band yang masih popular di dunia hingga awal dekade 90'an, meski mereka sudah lama eksis sejak awal 70'an. Kami ikut menikmati lagu-lagu ABBA dan terkadang ikut pula bersenandung mengikuti mereka menyanyikan lagu "Waterloo", "Mamma Mia", "Dancing Queen", "Chiquitita" dan "I Have a Dream". Nama ABBA adalah akronim dari huruf pertama keempat anggota grup band ini , yaitu Benny Andersson, Bjrn Ulvaeus, Agnetha Fltskog dan Anni-Frid Lyngstad.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan hampir jam sebelas malam. Kami pun mulai bersiap-siap untuk istirahat. Sebelum Papa melangkah ke kamarnya, dia berseru kepada Gustav, "besok pagi ajak Morgan sepedaan ke Lembah Neckar."

"Siap Papa, Gustav akan temani dan kawal anak kesayangangan Papa ini," kata Gustav diringi senyumnya yang menggoda Papa sambil memeluk pundakku.

Setelah di kamar, seperti biasa sebelum tidur, aku bebersih diri, dan berwudhu. Malam ini aku belum shalat maghrib dan isya. Lalu aku pun shalat dilanjutkan sedikt dzikir dan berdoa kepada Allah agar senatiasa memberikan yang terbaik dalam jalan kehidupanku. Dan, apap pun yang terjadi, sebagai hambaNya aku menyerahkan diriku sepenuhnya kepadaNya.

Paginya, seperti biasa jam lima aku sudah terbangun oleh bel weker yang aku stel. Aku pun mejalankan aktivitasku seperti biasa setelah bangun tidur. Mandi, shalat, berdoa dan membaca beberapa ayat Al Quran.

Belum jarum jam menunjukkan pukul 6, Gustav sudah mengetuk pintu kamar, dan mengajak segera berangkat untuk bersepeda di Lembah Neckar. Setelah siap-siap, kami pun berangkat dengan sebuah mobil jenis jip merek keluaran pabrik mobil Jerman ternama dengan membawa dua sepeda sport.

Sekitar satu jam kami bersepedaan di seputaran Lembah Neckar yang indah dan asri. Selesai sepedaan, Gustav mengajakku singgah di sebuah kedai coffee menikmati secangkir kopi hangat dan apfeltaschen (sejenis apple pie khas Jerman) serta schoko schnecken (roti gulung berlumur cokelat).

Setelah itu, kami langsung pulang, jam sudah menunjukkan pukul 10. Terlihat Mama turun bersama seorang pemuda dari mobil di beranda rumah. "Itu Alfred, ponakan Mama yang setiap hari Minggu membawa dan menemani Mama ke gereja," terang Gustav menunjuk pemuda itu.

Setelah mobil parkir, kami menyusul Mama yang telah duduk di ruang tengah bersama Alfred pemuda itu. Aku pun mengulurkan tangan kepadanya sambil berucap, "senang bertemu denganmu Alfred."

Alfred menyambut tanganku dan berucap, "puji Tuhan, akhirnya Morgen saudara kembar Gustav bisa ditemukan setelah dewasa." Waw, Alfred juga ikut-ikutan menjustifikasi aku seakan benar keluarga kandung Gustav.

Lalu, Alfred bercerita, bahwa dia setiap Minggu membawa Mama ke Gereja karena anak-anaknya tidak ada yang mau menemani Mama ke gereja menemui juru selamat. Gustav hanya tersenyum lebar mendengar kata-kata Alfred.

Setelah Alfred pamit, aku dan Gustav menuju ke atas untuk mandi dan istirahat sejenak sebelum makan siang. Papa masih belum pulang dari golf bersama koleganya. Sementara Vera sedang di kamar mengerjakan sebuah paper kata Mama.

Ketika sampai di atas, aku bertanya pada Gustav, "mengapa Gustav tidak pernah menemani Mama ke Gereja, bukankah seorang Ibu akan senang jika beribadah bersama anaknya?" Gustav tertawa sambil melengos mendengar pertanyaanku. Oh, aku lupa, bahwa masalah agama sangat privasi bagi orang Barat.

"Aku seorang Anostik, tidak meyakini suatu agama yang mengatur kehidupan orang di dunia ini," Gustav mulai bersuara.

"Apa itu Anostik?" tanyaku penasaran karena baru mendengarkan istilah tersebut. "Apakah sama dengan Atheis?" lanjutku, karena setahuku memang sebagian orang Jerman, terutama yang berasal dari Timur adalah penganut Atheis.

"Anostik berbeda dengan Atheis," jawab Gustav. Lalu dia menerangkan bahwa Atheis adalah seseorang yang memilikik kepercayaan bahwa tidak ada Tuhan. Sementara seorang Agnostik percaya adanya Tuhan tetapi tidak meyakini suatu doktrin agama. Seorang Agnostik tidak mengetahui bagaimana alam semesta ini sebenarnya diciptakan dan apakah makhluk ilahi itu benar-benar ada atau tidak. Semuanya tergantung kepada pengalaman batinnya masing-masing.

Aku terbengong dengan penuturan Gustav, dan masih penasaran sehingga aku pun bertanya, "tapi aku pernah dengar, saat kita di Singapore ketika kami diputuskan untuk lanjut ke Jerman, Gustav mengucapkan 'Puji Tuhan, Dia telah mengabulkan doaku membawa Morgan ke Jerman menemui ibu.'"

"Ya, sejak aku melihat Morgan rajin beribadah, aku merasakan bahwa Saudaraku adalah sedikit orang yang terjamah oleh tangan Tuhan. Dan tidak semua orang bisa seperti itu," jelas Morgan.

"Mungkin Morgan, belum meresapi keyakinan terhadap adanya Tuhan dalam kehidupan kita?" tanyaku.

"Aku belum menemukannya seperti kamu Morgan saudaraku," jawabnya setengah berbisik. "Aku melihatmu benar-benar larut setiap berdoa, Morgan." lanjutnya.

"Dari kecil aku diajak Mama setiap Minggu ke rumah ibadah, tapi aku hanya merasakan sekelompok orang yang terlihat hanya menjaga image di sana, sehingga ketika aku sudah berumur 16 tahun aku putuskan aku tidak mau lagi pergi bersama Mama setiap Minggu, karena tidak ada yang kudapatkan dalam batinku setiap ke sana. Sampai sekarang Alfred juga selalu berkotbah padaku untuk pergi ke rumah ibadah. Alfred memang seorang fanatik. Jarang anak muda Jerman saat ini yang seperti Alfred. Vera pun mengikuti jejakku ketika dia sudah bisa memutuskan keinginannya sendiri," kali ini kudengar Gustav berbicara panjang lebar tentang keyakinannya.

Ya, aku terpana dengan apa yang diucapkan Gustav. Di Indonesia pun banyak anak-anak muda yang tidak menjalankan ibadah seperti yang diajarkan agamanya masing-masing, tetapi aku belum pernah mendengarkan mereka berkata tidak yakin dengan doktrin agamanya. Mereka tetap mengakui agamanya masing-masing sesuai dengan KTP mereka.

Cerita Gustav menambah wawasanku tentang keluarga ini. Mereka saling menyayangi, tetapi soal kehidupan adalah privasi mereka masing-masing. Sangat berbeda dengan di Indonesia tanah airku, keyakinan seseorang terhadap agamanya sangat dipengaruhi oleh keluarganya.

Seperti aku, walaupun sekolah di Perguruan Katolik dari kecil hingga tamat kuliah, dan mengambil mata kuliah pilihan fenomenologi agama saat kuliah di Universitas Katolik Parahyangan yang diajarkan oleh Pastor Frans H.C.M. Vermeulen dan Mgr. Geise. Selain itu akua juga mendapatkan Ilmu Budaya Dasar yang diajarkan oleh Pastor M.A.W. Brouwer yang terkenal sebagai Kolumnis Kompas, tetap saja keyakinanku sama dengan orangtuaku.

Ibu yang kukenal sejak kecil adalah seorang Muslimah yang taat, namun Ibu menyekolahkanku di perguruan Katolik dengan alasan disiplin pendidikan di lingkungan mereka sangat baik dan ketat. Dan sore hari, Ibu mengundang guru agama Islam untuk mengajarkanku sebagai seorang Muslim yang yakin kepada Allah. Ayahku, sepengetahuanku dan dari dokumen kematiannya juga merupakan seorang Muslim.

Aku menjadi semakin memahami warna kehidupan yang berbeda antara aku sebagai orang Indonesia dengan Gustav sebagai orang Jerman.

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun