Tiba-tiba terdengar suara Papa, "skak match." Gustav, Vera, dan Mama tertawa melihat Papa kegirangan mengalahkanku. "Morgan mengalah sama Papa, untuk menghormati Papa..." canda Gustav. Padahal, sesungguhnya karena aku tidak terlalu kosentrasi dan melamun memikirkan kata-kata Tante Nuniek tadi.
"Saatnya kita makan siang, itu hidangan sudah tersedia di ruang makan," Mama mengajak kami semua ke ruang makan. Dan kami pun menuju ruang makan.Â
Aku jadi benar-benar merasakan seperti sedang dalam keluargaku sendiri lengkap dengan sepasang orangtua dan seorang abang dengan seorang adik. Selama ini, aku hidup  sebagai anak tunggal yang ditinggalkan ayah ketika berusia lima tahun, selanjutnya hidup hanya berdua dengan ibuku.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H